Jumat, 22 Maret 2013

analisis swot perencanaan pendidikan

TUGAS AKHIR ANALISIS SWOT PERENCANAAN PENDIDIKAN DI SMP NEGERI 1 BULAKAMBA TAHUN AJARAN 2011/2012 Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Perencanaan Pendidikan Dosen Pengampu : Titi Prihatin Disusun Oleh Nur Aeni (1102410024) KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2012 I. SDM Sumber Daya Manusia yang ada pada sekolah meliputi Guru(Tenaga Pengajar) dan Tenaga Kependidikan meliputi TU,Laborat dan Teknisi. Analisis SWOT pada Sumber Daya Alam Kekuatan Kelemahan 1. Sampai tahun 2012 guru di SMP Negeri 1 Bulakamba ada 33 orang . 25 orang sudah mengikuti sertifikasi dengan 31 guru lulusan S1 dan 2 guru lulusan S2 dan di SMP Negeri 1 Bulakamba sudah memiliki tenaga kependidikan sebanyak 9 orang ditambah lagi 4 satpam,2 pustakawan, dan 2 cleaning service. 2. Jumlah seluruh siswa yang ada pada tahun ajaran 2011/2012 yaitu sebanyak 952 orang. Berdasarkan data tersebut merupakan rasio dosen dengan siswa yang ideal yaitu 1:28. 3. Tenaga kependidikan berusa tenaga TU minimal D3 1. Kompetensi guru dalam menggunakan media pembelajaran interaktif masih sangat rendah. 2. Belum optimalnya tenaga kependidikan yang ada dalam memberikan pelayanan. 3. Belum memiliki tenaga laborat yang mengetahui tentang perawatan laboratorium. Kesempatan Ancaman 1. Peluang untuk meningkatkan kesejahteraan guru melalui program sertifikasi yang diharapkan mampu menambah tingkat profesionalitas guru. 2. Adanya fasilitas yang mendukung berupa perangkat computer yang memberikan kemudahan dalam pelayanan. 3. Adanya kesempatan untuk merekrut tenaga laborat baru yang bisa mengurusi masalah laboratorium. 1. Banyaknya tenaga pendidik dan tenaga kependidikan membuat sekolah mengeluarkan anggaran yang cukup besar. 2. Jumlah siswa yang terlalu banyak membuat pelayanan dalam bimbingan menjadi kurang optimal dan ketertiban dalam menaati peraturan semakin rendah. 3. Tenaga kependidikan masih kurang professional ditandai dengan masih adanya tenaga lulusan D3. Strategi yang diperlukan yaitu: 1. Pelatihan yang diberikan kepada guru untuk meningkatkan softskill dalam penggunaan media pembelajaran interaktif. 2. Pemberian pembinaan kepada tenaga kependidikan untuk meningkatkan pelayanannya. 3. Perekrutan tenaga laborat untuk meningkatkan perawatan laboratorium. II. Kesiswaan Kekuatan Kelemahan 1. Adanya sejumlah beasiswa yang diberikan sebagai bentuk hadiah atas prestasi yang diraih oleh siswa. 2. Adanya kegiatan ekstrakurikuler yang membuat siswa memiliki pengetahuan selain bidang akademik. 3. Adanya penghargaan bagi siswa yang mendapatkan nilai ujian akhir dan ujian nasional tertinggi di sekolah dengan memberikan piala dan sertifikat. 4. Melalui program OSN , SMP Negeri 1 Bulakamba berhasil menjuarai lomba matematika di tingkat provinsi. 5. Siswa yang masuk ke SMP Negeri 1 Bulakamba merupakan siswa pilihan disekolah saat sekolah dasar. 1. Belum optimalnya pembinaan terhadap siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. 2. Kurang kuatnya budaya organisasi ,sehingga tingkat minat untuk mengikuti ekstrakurikuler rendah. 3. Sedikitnya figure yang dijadikan motivasi dalam meningkatkan prestasi dikejuaraan tingkat nasional. Kesempatan Ancaman 1. Mendatangkan tenaga ahli yang dibidangnya untuk bisa mendampingi dalam kegiatan ekstrakurikuler. 2. Adanya kewajiban untuk mengikuti ekstrakurikuler wajib pada kelas tujuh untuk meningkatkan budaya organisasi. 3. Memberikan motivasi dengan menampilkan video figure pahlawan ataupun orang sukses sehingga siswa terpacu untuk menjadi lebih baik. 1. Pemberian hadiah kepada siswa akan memberikan ketergantungan sehingga apabila tidak ada reward atau hadiah siswa cenderung malas. 2. Adanya kegiatan ekstrakurikuler dapat mengganggu waktu belajar siswa terutama bagi siswa yang belum bisa memanagement waktu. 3. Penghargaan bagi siswa yang lulus dengan nilai UAN terbaik membuat iri siswa lain karena kebanyakan hasil UAN bukan dari jerih payah diri mereka sendiri. 4. Kemenangan SMP Negeri 1 Bulakamba di tingkat provinsi masih belum mampu untuk bersaing di tingkat nasional. 5. Siswa yang kurang berpontensi saat sekolah dasar tetapi berpotensi saat SMP tidak bisa masuk karena penjaringan siswa berdasarkan nilai ujian sekolah. Strategi yang diperlukan yaitu: 1. Fasilitasi dan pendampingan siswa dari tenaga ahli di bidang ekstrakurikuler dalam upaya peningkatan prestasi siswa di bidang non akademk. 2. Menumbuhkan budaya organisasi untuk peningkatan softskill siswa dengan cara mewajibkan siswa untuk mengikuti salah satu ekstrakurikuler. 3. Adanya pemberian icebreaking saat ada pembinaan dari wali kelas dalam bentuk video motivasi agar siswa terpacu motivasinya. 4. Perekrutan bibit unggul calon siswa tidak hanya dengan menggunakan nilai ujian akhir sekolah saja tetapi juga dengan mengadakan test. III. Sarana dan Prasarana Kekuatan Kelemahan 1. SMP Negeri 1 Bulakamba memiliki lokasi yang dekat dengan jalan raya dan memiliki luas 1.200 m2 2. SMP Negeri 1 Bulakamba memiliki 24 ruang kelas,1 ruang kesekretariatan, 1 perpustakaan,4 ruang laboratorium,1 ruang guru,1 ruang kantor,lapangan,ruang osis,ruang UKS,tempat parkir dan kamar mandi. 3. Tersedianya jaringan infrastruktur komunikasi dan akses internet dalam sekolah. 4. Adanya fasilitas lapangan yang lengkap untuk mendukung sarana mata pelajaran olahraga. 1. Fasilitas ruang kelas belum memadai untuk bisa menggunakan media pembelajaran interaktif. 2. Bahan pustaka yang masih sangat terbatas dan kurangnya referensi dari Negara lain. 3. Peralatan laboratorium untuk penelitian serta riset yang belum memadai. Kesempatan Ancaman 1. Adanya pembelian sarana setiap tahunnya untuk bisa membeli sarana penunjang pembelajran media interaktif. 2. Pembelian bahan pustaka yang dilakukan secara berkala serta membentuk kerjasama dengan penerbitan untuk memperoleh harga yang relative rendah dalam membeli buku. 3. Dengan menggunakan uang bantuan dari wali murid,maka setiap tahunnya diperbaharui peralatan laboratorium. 1. Kedekatan dengan jalan raya membuat peserta didik merasa bising apalagi bila lalulintas sedang padat. 2. Karena banyaknya ruangan yang dimiliki maka tenaga kerja yang digunakan untuk merawat banyak dan akhirnya biaya yang dibutuhkan meningkat. 3. Jaringan infrastruktur komunikasi dan internet membutuhkan tenaga teknisi yang ahli dibidangnya. 4. Lapangan yang ada membutuhkan perawatan yang ekstra karena selalu digunakan untuk kepentingan proses pembelajran. Strategi yang diperlukan yaitu: 1. Program pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana dengan menargetkan pembelian peralatan berbasis ICT. 2. Pemberian anggaran pembelanjaan untuk membeli bahan pustaka yang bervariasi. 3. Pemberian anggaran untuk pembelian alat-alat laboratorium serta dengan perekrutan laborat agar alat-alat laboratorium dapat terjaga. IV. Keuangan/Biaya Kekuatan Kelemahan 1. Adanya sumber dana yang berasal dari bantuan pemerintah melalui BOS. 2. Adanya sumber dana lain yang berasal dari hibah,iuran wali murid ,serta dana sumbangan sapras. 1. Sumber dana yang diberikan oleh pemerintah melalui dana BOS belum memenuhi untuk seluruh kegiatan siswa. 2. Banyaknya kebutuhan yang diperlukan untuk menuju RSBI Kesempatan Ancaman 1. Sekolah bisa melakukan kerjasama dengan perusahaan atau mencari donator. 2. Menggunakan dana yang ada seefektif dan seefisien mungkin. 1. Penggunaan dana BOS yang masih kurang efektif dan efisien menjadikan dana tersebut tidak dapat dipergunakan secara maksimal. 2. Keluhan dari masyarakat karena selalu ada sumbangan untuk peningkatan sarana dan prasarana. Strategi yang diperlukan yaitu: 1. Penggunaan dana BOS yang efektif dan efisien dalam setiap pengeluaran. 2. Penarikan biaya sumbangan terhadap wali murid dan digunakan secara efektif dan efesien. 3. Pemberian informasi secara menyeluruh tentang pengeluaran sekolah kepada wali murid. 4. Mengadakan kerjasama dengan penerbit untuk mendapatkan bahan pustaka dengan harga relative murah. V. Managemen Kekuatan Kelemahan 1. Penggunaan struktur organisasi yang sederhana. 2. Kerjasama yang erat dengan komite sekolah. 3. SMP Negeri 1 Bulakamba mencanangkan untuk menjadi RSBI pada tahun 2016. 4. Melakukan evaluasi setiap bulan. 1. Partisipasi hanya berada pada sebagian orang saja. 2. Adanya tingkat subyektivitas tinggi terhadap keputusan yang diambil. 3. SMP Negeri 1 Bulakamba masih belum memenuhi standar RSBI Kesempatan Ancaman 1. Mudah dalam melakukan suatu koordinasi. 2. Adanya penyelesaian terhadap masalah yang mementingkan sekolah. 3. SMP Negeri 1 Bulakamba memiliki suatu manajemen yang terampil dan kreativ sehingga standar RSBI yang belum terpenuhi dapat dicapai pada tahun 2016. 1. Akan terjadi lempar tanggung jawab. 2. Timbulnya kecurigaan masyarakat akan adanya kong kalikong dengan komite dalam penentuan anggaran. 3. Kebutuhan akan peningkatan standar sekolah menjadi RSBI membutuhkan waktu dan tenaga kerja yang banyak. 4. Setiap evaluasi membutuhkan dana . Strategi yang diperlukan yaitu: 1. Meningkatkan koordinasi terhadap seluruh komponen sekolah baik yang masuk dalam susunan organisasi pengelolaan atau tidak pada setiap keputusan yang dihasilkan dalam setiap rapat. 2. Adanya pemberian pemahaman kepada komite untuk bisa memberikan keputusan secara obyektif. 3. Peningkatan seluruh standar sekolah yang ada di SMP Negeri 1 Bulakamba guna mencapai RSBI melalui pengelolaan yang baik. Prioritas dalam pelaksanaan srategi berdasarkan analisis SWOT 1. Meningkatkan koordinasi terhadap seluruh komponen sekolah baik yang masuk dalam susunan organisasi pengelolaan atau tidak pada setiap keputusan yang dihasilkan dalam setiap rapat. 2. Pelatihan yang diberikan kepada guru untuk meningkatkan softskill dalam penggunaan media pembelajaran interaktif. 3. Penarikan biaya sumbangan terhadap wali murid dan digunakan secara efektif dan efesien. 4. Program pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana dengan menargetkan pembelian peralatan berbasis ICT. 5. Adanya pemberian icebreaking saat ada pembinaan dari wali kelas dalam bentuk video motivasi agar siswa terpacu motivasinya.

pembelajaran TIK

UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH PEMBELAJARAN TIK Dosen Pengampu: Bapak Budiyono Disusun Oleh: Nur Aeni 1002410024 JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013 UJIAN AKHIR SEMESTER 1. Jelaskan debat istilah “pengajaran” di kalangan teknologi pendidikan diganti menjadi “pembelajaran”, lengkap dengan konsekuensi-konsekuensi yang menyertai. Jawab: Sebagai salah satu upaya pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujud¬nya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas se¬hingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang ber¬langsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut diperlukan guru yang memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigmaa proses pendidikan, yaitu dari paradigmaa pengajaran ke paradigmaa pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Menurut Gagne et al (2009) , pengajaran adalah hanya sebahagian daripada instruksi. Perkataan ‘pengajaran’ merujuk kepada seseorang menyampaikan pesan atau mendemonstrasi sesuatu kepada pelajar. Namun, tugas seorang pengajar meliputi banyak elemen seperti memilih bahan media, memastikan kesediaan pelajar untuk belajar, mengurus waktu pengajaran, memantau aktivitas pengajaran dan juga bertindak sebagai sumber pembelajaran. Oleh karena itu, perkataan ‘instruksi’ merangkum dan menekankan spektrum aktivitas yang sangat luas, yang digunakan oleh pengajar bagi melibatkan pelajar. Pengajar yang mempunyai pengetahuan mengenai prinsip mencoba bentuk instruksi akan mempunyai visi yang luas tentang bagaimana untuk membantu pelajar belajar. Perubahan paradigmaa yang menyangkut perbedaan antara pengajaran menjadi pembelajaran adalah salah satu hal yang penting untuk dilakukan untuk menunjang visi pendidikan nasional yang telah disampaikan di atas. Perubahan paradigma tersebut tentunya akan mempengaruhi segi pendidikan yang ada di Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat dari segi keaktifan yang terjadi dalam proses pembelajaran yang akan dijalankan serta strategi pembelajaran yang diperlukan untuk memperlancar proses pembelajaran . Ketika kita mengamati tentang paradigma pengajaran tentunya hal yang terbenak pada diri kita yaitu kata mengajar. Hal tersebut berarti aktivitas yang dilakukan oleh guru. Pelaku utama disini yaitu guru sebagai sumber pembelajaran. Guru memiliki peranan yang sangat utama untuk berlangsungnya proses belajar-mengajar. Tanpa guru proses pengajaran tidak akan berjalan lancar sebagaimana yang telah diharapkan sebelumnya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Munculnya perubahan paradigma menjadi pembelajaran maka central utama yang menjadi tekanan adalah aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik. Disini peran dari seorang peserta didik adalah mutlak untuk diperlukan. Seperti yang telah diketahui bahwa awalnya guru yang menjadi sorotan utama tetapi karena perubahan paradigma ini maka sorotan utamanya adalah peserta didik. Peran guru hanya sebagai fasilitator saja. Perubahan paradigm dari pengajaran menjadi pembelajaran tentunya membawa konsekuensi yang tidak sedikit. Seperti halnya peserta didik melakukan pemahaman sendiri tentang materi. Maksudnya pada mulanya ketika masih menggunakan paradigm pengajaran maka guru berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mentransfer ilmu bagaimanapun caranya tanpa memperhhatikan pemahaman dari peserta didik. Akan tetapi melalui perubahan paradigm ini peserta didik dituntut mampu melakukan pemahaman sendiri tentang materi yang disampaikan guna melaksanakan aktivitas belajar. Penekanan yang terjadi karena perubahan paradigm ini yaitu mengacu kepada peserta didik dimana peserta didik di tuntut untuk bekerja secara aktif di dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang aktif menjadikan peserta didik mampu mengeksplorasi semua kemampuan yang dimilikinya. Guru disini tentunya mendukung keaktifan dari segala sesuatu yang dilakukan oleh siswa. Sekarang yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran yaitu sebagai fasilitator. Guru selalu mendukung dari belakang apa yang dilakukan oleh siswanya dengan memberikan berbagai panduan dalam proses belajar-mengajar sehingga proses pembelajaran menjadi terarah dan tepat pada sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Aktivitas lain yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran adalah guru memberikan kesempatan bagi peserta didik yang ingin bertanya tentang materi yang telah disampaikan. Guru selalu membuka kesempatan yang sebesar-besarnya bagi peserta didik untuk mengembangkan kreativitasnya dalam kegiatan pembelajaran. Hal yang tidak ketinggalan pula yang dilakukan oleh guru yaitu dengan mengadaptasi pengalaman belajar yang telah dilakukan oleh siswanya sehingga guru mampu mengetahui segala perkembangan yang terjadi. Perubahan paradigm yang berubah menjadi pembelajaran tentunya tidak lengkap jika tidak membahas tentang learning by doing. Belajar adalah mengalami maksudnya yaitu dalam proses pembelajaran maka peserta didik mengalami sendiri proses pembelajara. Hal tersebut didukung bahwa kegiatan yang langsung dilakukan maka akan membangun konstruksi makna dimaka konstruksi mana tersebut konvergensi. Pembelajaran yang aktif seperti yang telah disampaikan karena adanya perubahan paradigm tersebut tentunya akan merubah berbagai aspek dalam pembelajaran . hal tersebut seperti adanya kelompok kerja yang bisa membangun peserta didik untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran serta mampu bekerja sama dengan peserta didik yang lainnya. Pengorganisasian kelas juga penting untuk dilakukan oleh pendidik guna mendukung tercapainya proses belajar aktif. Ketika menyebut tentang kegiatan belajar aktif maka hal yang sering di tonjolkan yaitu mengenai portofolio serta pajangan. Siswa tidak hanya dituntut untuk mengerjakan tes tertulis saja yang dianggap sebagai hal yang membosankan bagi peserta didik namun dengan menggunakan portofolio maka akan diketahui hasil karya yang telah dibuat oleh peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran berlangsung. Dalam hal ini tentunya peserta didik sudah berperan aktif dalam membuat karyanya untuk bisa ditampilkan kepada orang lain. Teknik yang perlu diterapkan untuk proses pembelajaran yaitu teknik bertanya. Hal tersebut agar peserta didik mampu menunjukan keberaniannya dalam mengungkapkan segala hal tentang pelaksanaan proses pembelajaran terutama mengenai materi yang belum bisa dimengerti oleh peserta didik. Sumber: Permendiknas no 41 tahun 2007 2. Ada sejumlah strategi pembelajaran yang dapat dipilih seorang guru dalam pembelajaran. a. Buatlah kategori dan klasifikasi mengenai strategi pembelajaran,jelaskan! Jawab: Gerlach dan Elly (1989) menyatakan bahwa strategi adalah suatu cara yang terpilih untuk menyampaikan tujuan pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Definisi yang lain menyebutkan bahwa strategi adalah suatu garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan (Djamarah dan Zain, 2002). Dengan demikian, pengertian strategi dalam pembelajaran adalah suatu prosedur yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sedangkan T Raka Joni (1983) berpendapat bahwa yang dimaksud strategi pembelajaran adalah suatu prosedur yang digunakan untuk memberikan suasana yang konduktif kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Klasifikasi strategi pembelajaran secara sederhana terdapat berbagai macam dasar klasifikasi yang dapat digunakan. Dasar klasifikasi adalah kriteria atau titik tolak yang digunakan untuk mengelompokkan sesuatu. Dalam hal strategi pembelajaran, kita dapat mengklasifikasinya dengan menggunakan berbagai dasar klasifikasi. Dasar-dasar klasifikasi tersebut, menurut T.Raka Joni (1984) dapat ditinjau dari segi (1) pengaturan guru dan siswa, (2) pengolahan pesan, (3) struktur peristiwa belajar-mengajar, dan (4) tujuan belajar. Dari segi pengaturan guru dan siswa , klasifikasi dapat didasarkan atas (a) pengaturan guru, (b) hubungan guru-siswa, dan (c) pengaturan siswa. Dari segi pengaturan guru , dapat dibedakan atas (i) strategi pembelajaran dengan/oleh seorang guru, dan (ii) strategi pembelajaran dengan/oleh team teaching. Dari segi hubungan guru-siswa, dapat dibedakan atas (i) strategi pembelajaran tatap muka yaitu pembelajaran dimana guru dan siswa berada dalam satu ruangan/kelas dengan komunikasi/interaksi pembelajaran yang berlangsung secara face-to-face communication. dan (ii) strategi pembelajaran jarak jauh yaitu pembelajaran dimana guru dan siswa tidak berada dalam satu ruangan/kelas sehingga komunikasi/interaksi pembelajaran berlangsung melalui penggunaan media/teklnologi pembelajaran sebagai perantara. Kegiatan mengajar yang Anda lakukan di sekolah/kelas Anda selama ini adalah contoh dari pembelajaran tatap muka, sementara kegiatan-kegiatan perkuliahan yang Anda ikuti dalam rangka program pendidikan jarak jauh ini adalah contoh pembelajaran jarak jauh. Selanjutnya dari segi pengaturan siswa, dapat dibedakan atas (i) strategi pembelajaran individual, yaitu pembelajaran yang diorganisir secara individual dengan orientasi pemberian kesempatan kepada setiap siswa secara individual untuk belajar sesuai dengan kemampuan sendiri dengan tujuan untuk mengembangkan potensi/kemampuan setiap individu secara optimal, (ii) strategi pembelajaran kelompok kecil yaitu pembelajaran dimana siswa-siwa diorganisir dalam kelompok-kelompok kecil, besarnya 4 – 7 orang untuk mendiskusikan dan/atau mengerjakan topik/tugas-tugas yang diperhadapkan kepada mereka, dan (iii) strategi pembelajaran klasikal yaitu pembelajaran dimana sejumlah siswa (besarnya sekitar 35-45 orang) yang diasumsikan memiliki usia dan kemampuan yang relatif sama dikumpulkan dalam satu kelas, kemudian diajar oleh seorang guru dengan menggunakan format pembelajaran yang sama untuk seluruh murid dalam kelas. Dari segi pengolahan pesan, klasifikasi yang dapat didasarkan atas (a) peranan guru dan siswa dalam mengolah pesan, dan (b) proses pengolahan pesan. Dari segi peranan guru dan siswa dalam mengolah pesan,strategi pembelajaran dibedakan atas (i) strategi ekspositorik dan (ii) strategi heuristik. Strategi ekspositorik merupakan strategi pembelajaran yang lebih berorientasi pada guru dalam arti semua pesan pembelajaran (yang diharapkan untuk dikuasai oleh murid) telah diolah dalam bentuk barang jadi oleh guru untuk selanjutnya disampaikan kepada murid. Guru aktif memberi penjelasan aatau informasi secara terperinci tentang bahan pengajaran dengan tujuan utama memindahkan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Peran guru dalam strategi pembelajaran ekspositorik ini adalah : penyusun program pembelajaran, pemberi informasi yang benar, penyedia fasilitas, pembimbing siswa dalam memperoleh informasi/pesan, dan penilai pemerolehan informasi, sementara siswa lebih berperan sebagaipencari/penerima informasi/pesan belajar, pemakai media/sumber velajar, dan menyelesaikan tugas-tugas yang diperhadapkan kepadanya. Dalam pada itu, strategi heuristik merupakan strategi pembelajaran yang menghendaki siswa untuk terlibat aktif dalam proses pengolahan pesan-pesan belajar (tujuan pembelajaran). Strategi ini lebih berpusat pada siswa (student-centre) dan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual, berpikir kritis dan memecahkan masalah dari para siswa. Dalam strategi heuristik, peranan guru adalah : menciptakan suasana berpikir sehingga murid berani bereksplorasi dalam penemuan dan pemecahan masalah, sebagai fasilitator dalam pembelajaran dan penelitian, sebagai rekan diskusi siswa dalam klasifikasi dan pencarian alternatif pemecahan masalah, dan sebagai pembimbing penelitian, pendorong keberanian berpikir alternatif dalam pemecahan masalah, sementara peranan siswa adalah mengambil prakarsa dalam pencarian masalah dan pemecahan masalah, pelaku aktif dalam belajar melakukan penelitian, penjelajah tentang masalah dan metode pemecahan masalah, serta penemu pemecahan masalah. Dari segi proses pengolahan pesan, strategi pembelajaran dibedakan atas (i) strategi deduktif, dan strategi induktif. Strategi deduktif adalah strategi pembelajaran dengan proses pengolahan pesan yang berlangsung dari hal-hal yang bersifat umum menuju ke hal-hal yang bersifat khgusus. Pada garis besarnya, strategi pembelajaran deduktif meliputi langkah- langkah (a) guru mengemukakan generalisasi, (b) penjelasan konsep-konsep, dan (c) pencarian data yang dilakukan oleh siswa. Dalam pada itu, strategi induktif adalah strategi pembelajaran dengan proses pengolahan pesan yang berlangsung dari hal-hal yang bersifat khusus menuju ke hal-hal yang bersifat umum. Langkah-langkah pembelajaran strategi induktif, pada garis besarnya terdiri atas (a) pengajuan data/fakta atau peristiwa khusus, (b) penyusunan konsep berdasarkan fakta-fakta, dan (c) penyusunan generalisasi berdasarkan konsep-konsep. Bila sudah ada teori yang benar pada umumnya dirumuskan hipotesis, (d) terapan generalisasio pada data baru atau hipoptesis, dan (e) penarikan kesimpulan lanjut. Dari segi strutur peristiwa belajar-mengajar, strategi pembelajaran dibedakan atas (i) strategi yang bersifat tertutup, dan (ii) strategi yang bersifat terbuka. Pada strategi pembelajaran tertutup, semua komponen pembelajaran seperti penentuan tujuan, materi/media/sumber-sumber belajar serta prosedur/langkah- langkah pembelajaran yang akan ditempuh/dilaksanakan di kelas, semuanya telah dirancang/dilakukan secara ketat oleh guru tanpa melibatkan siswa. Dalam pada itu, pada strategi pembelajaran terbuka siswa diberi peluang/kesempatan untuk memberikan urunan dalam merancang/menentukan komponen-komponen pembelajaran termasuk dalam menentukan prosedur/langkah-langkah pembelajaran sementara pembelajaran berlangsung. Dari segi tujuan belajar, Robert Gagne (1984) mengelompokkan kondisi- kondisi belajar (sistem lingkungan belajar) sesuai dengan tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai. Dalam hal ini, Gagne memengemukakan adanya 5 jenis tujuan/hasil belajar, yaitu (a) verbal information (informasi verbal) yaitu kemampuan untuk menyatakan atau mengungkapkan kembali secara verbal pengetahuan ataukah informasi yang telah dimilikinya dalam arti bahwa seseorang yang telah memiliki pengetahuan tertentu berkemampuan untuk menuangkan pengetahuan itu dalam bentuk bahasa (baik mlisan maupun tertulis yang memadai) sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain, (b) intelectual skills (kecakapan intelektual) menunjuk kepada kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya asendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata, gambar). Cakupan dari kecakapan intelektual ini meliputi kecakapan yang sangat sederhana sampai kepada kemampuan yang bersifat kompleks sesuai kapasitas intelektual yang dimilki seseorang. Kecakapan intelektual ini terdiri atas 4 sub kemampuan yang bersifat hierarkhi, yaitu: diskriminasi, konsep, kaidah, dan prinsip (c) cognitive strategies (strategi kognitif) menunjuk pada kemampuan mengatur cara/proses belajar dan mengelola/mengorganisir proses berpikir dalam arti yang seluas-luasnya. Seseorang yang memiliki strategi kognitif yang baik akan jauh lebih efisien dan efektif dalam mempergunakan semua konsep dan kaidah yang dimilikinya dibandingkan dengan seseorang yang tidak berkemampuan demikian . Strategi kognitif ini oleh Ruthkopf dinamakan “mathemagenic activities“, oleh Skinner dinamakan “self management behavior“, dan oleh penganut teori pemrosesan informasi dinamakan “executive control processes“, (d) motor skills (keterampilan motorik menunjuk kepada kemampuan untuk melakukan rangkaian gerak-gerik jasmani yang dikemudikan oleh sistem saraf disertai koordinasi yang memadai antara kerja otak dan proses psikologis yang mengatur gerak itu dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi antara berbagai anggota badan secara terpadu dan (e) attitudes (sikap dan nilai) menunjuk kepada kemampuan internal yang sangat berperan dalam menentukan dan mengambil suatu tindakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak. Masing-masing tujuan belajar tersebut mempersyaratkan strategi belajar tertentu (yang oleh Gagne disebut kondisi-kondisi belajar ekstern) tertentu untuk pencapaiannya. Sebagai contoh, untuk mencapai tujuan belajar keterampilan motorik misalnya harus digunakan strategi pembelajaran yang relevan dengan substansi dari belajar keterampilan motorik tersebut. seperti latihan, sementara untuk tujuan belajar attitudes (sikap dan nilai) memerlukan strategi belajar pemodelan (modelling). Demikian juga dengan tujuan/hasil belajar yang lain. Dengan demikian ditinjau dari segi tujuan belajar, strategi pembelajaran dapat dibedakan atas strategi pembelajaran untuk pencapaian tujuan/hasil belajar (a) informasi verbal), (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitip, (d) keterampilan motorik, dan (e) sikap dan nilai. Kategori strategi pembelajaran dapat di bagi menjadi lima yaitu strategi pembelajaran langsung, strategi pembelajaran tidak langsung, strategi pembelajaran melalui pengalaman,strategi belajar mandiri, strategi belajar media interaktif. Strategi pembelajaran langsung kadar berpusat kepada guru paling besar dan paling sering digunakan. Strategi ini seperti ceramah,demonstrasi,diktatik, pengajaran eksplisit. b. Strategi mana yang paling tepat untuk pembelajaran TIK SMP, jelaskan! Jawab: Memasuki abad ke-21, bidang teknologi informasi dan komunikasi berkembang dengan pesat yang dipicu oleh temuan dalam bidang rekayasa material mikroelektronika. Perkembangan ini berpengaruh besar terhadap berbagai aspek kehidupan, bahkan perilaku dan aktivitas manusia kini banyak tergantung kepada teknologi informasi dan komunikasi. Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu mengantisipasi pesatnya perkembangan tersebut. Mata pelajaran TIK perlu diperkenalkan, dipraktikkan dan dikuasai peserta didik sedini mungkin agar mereka memiliki bekal untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan global yang ditandai dengan perubahan yang sangat cepat. Untuk menghadapi perubahan tersebut diperlukan kemampuan dan kemauan belajar sepanjang hayat dengan cepat dan cerdas. Hasil-hasil teknologi informasi dan komunikasi banyak membantu manusia untuk dapat belajar secara cepat. Dengan demikian selain sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, teknologi informasi dan komunikasi dapat dimanfaatkan untuk merevitalisasi proses belajar yang pada akhirnya dapat mengadaptasikan peserta didik dengan lingkungan dan dunia kerja. Strategi yang tepat untuk digunakan pada mata pelajaran TIK adalah strategi pembelajaran langsung dimana peserta didik langsung terlibat dalam proses pembelajaran. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pembelajaran yang ada pada mata pelajaran TIK akan menekankan pada kegiatan praktek sehingga menurut pendapat saya strategi pembelajaran yang paling tepat yaitu strategi pembelajaran langsung dengan dipadu dengan model demontrasi untuk lebih meningkatkan pengetahuan dari siswa dalam memahami materi pelajaran yang akan disampaikan. c. Strategi mana yang paling tepat untuk pembelajaran multi media SMK, jelaskan! Jawab: Pembelajaran multimedia SMK adalah suatu pembelajaran yang menekankan kreativitas pada siswanya. Hal tersebut tentunya akan berpengaruh dalam penentuan strategi pembelajaran yang akan di pilih nantinya. Menurut pendapat saya berdasarkan analisa dari banyaknya kegiatan praktek yang dilakukan untuk menunjang dari penyerapan materi pembelajaran oleh siswanya maka strategi pembelajaran yang tepat yaitu strategi pembelajaran langsung(direct instruction). Model yang akan digunakan nantinya yaitu model pembelajaran dengan praktek serta metode pembelajaran menggunakan demonstrasi agar peserta didik benar-benar memahami apa yang disampaikan oleh gurunya. Tak ketinggalan pula penggunaan perpaduan strategi pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran multimedia SMK yaitu penggunaan strategi pembelajaran berbasis proyek dimana tugas akhirnya siswa harus menampilkan karya atau proyek akhir yang nantinya akan ditampilkan. Strategi pembelajaran yang menggunakan portofolio dalam proses pembelajaran juga dapat digunakan sebagai salah satu strategi pembelajaran yang tepat. Hal tersebut dikarenakan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan siswa mengenai multimedia. Melalui portofolio maka akan mudah dideteksi seberapa jauh perkembangan yang telah dilalui oleh siswa. Sumber: Mulyasa. 2003. Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : Remaja Rosda Karya Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Penerbit Kencana Ruminiati. 2006. Pembelajaran PKn SD. Jakarta : Proyek PJJ S1 PGSD Dikti Depdiknas Suwarma Al Muchtar, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran PKn. Jakarta : UT Laman www.akhmadsudradjat.com 3. Carilah pembelajaran di SMP dari youtube, a. Buatlah transkrip proses pembelajaran Jawab: Transkrip proses pembelajaran tipe jigsaw pada mata pelajaran IPA kelas VIII Guru: Selamat pagi anak-anak. Siapa yang hari ini tidak masuk? Murid: Tidak ada bu!!! Guru: Baik, pada pertemuan kali ini kita akan membahas mengenai system kehidupan tumbuhan,siapa yang tau dimana proses fotosintesis? Murid: Di daun bu,,,, Guru :Tepat sekali….. Kali ini ibu akan menggunakan metodepembelajaran jigsaw…… Dalam kelas ini akan dibagi menjadi 4 kelompok Anak-anak kelompok dibagi berdasarkan larik tempat duduk yach….. Murid: Ya bu….. Guru :Perwakilan dari tiap kelompok maju ke depan untuk mengambil undian tentang materi yang akan didiskusikan Kelompok pertama mendapatkan materi tentang struktur dan fungsi jaringan tumbuhan Kelompok kedua mendapatkan materi tentang proses fisiologis pada tumbuhan Kelompok tiga mendapatkan materi tentang gerak pada tumbuhan Dab kelompok terakhir mendapatkan materi penyakit dan hama tumbuhan. Sudah mengerti belum, materi yang akan dibahas tiap kelompok??? Murid: Ya bu….. Guru :Baik ,kalau begitu ibu member waktu 40 menit untuk mendiskusikan dengan setiap kelompok. Dimulai dari sekarang…. Murid :Bu saya mau Tanya…materi ini berarti nanti yang ditulis apa saja bu?? Ya nanti ditulis secara rinci nak, misalnya striktur tumbuhan itu apa saja? Coba cari di buku paket atau bisa searching tapi di dalam kelas yach… Setelah semua kelompok berdiskusi masing-masing Guru :Coba dari kelompok satu siapa yang lebih memahami materinya???siska bu…. Kalau kelompok dua dan siga siapa anak-anak….. Murid :Bani ajah bu sama rita…. Guru :Baik jika mereka yang dianggap paling bisa silahkan maju ke depan yang namanya tadi disebut…. Untuk kelompok empat siapa yang mau mau?? Murid :Naming bu….naning pinter tuch bu……. Guru :Ayo naming maju ke depan diskusi…… Masing-masing tim ahli sedang berdiskusi di depan kelas…. Guru :Anak-anak ayo dipelajari lagi apa yang tadi didiskusikan!!! 15 menit kemudian setelah tim ahli berdiskusi maka anggota tim ahli dipersilahkan kembali ke kelompok masing-masing dan menjelaskan apa yang disampaikan oleh anggota tim ahli lainnya…. Setelah tim ahli selesain berdiskusi dengan kelompoknya , guru memanggil tim ahli tadi untuk mempresentasikan apa yang telah di bahas tadi. Guru :Ayo masing-masing tim ahli maju kedepan….. Murid :Ya ibu….. Guru :Sekarang kelompok tim ahli coba presentasikan materi yang telah kalian ketahui Bagaimana masih ada yang belum jelas??? Murid :Sudah bu…. Guru :Baik sekarang kerjakan tugas halaman 78 yach….yang bagian essay saja 10 menit kemudian Sudah selesai anak-anak….tugasnya dikumpulkan di meja ibu yach… Guru dan murid menyimpulkan materi pembelajaran. Guru :Anak-anak materi selanjutnya tentang partikel-partikel materi…..jangan lupa untuk dipelajari… Ibu akhiri pelajaran hari ini, wassalamualaikum wr wb b. Jelaskan instructional effect dan nurturan effectnya Jawab: Tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebelumnya tentunya telah dipersiapkan secara matang oleh pendidik sebelum melakukan proses pembelajaran. Pembuatan tujuan pembelajaran sendiri harus memenuhi beberapa criteria khusus. Criteria tersebut biasa disingkat dengan A,B,C,D dan E. criteria A mengacu pada audience maksudnya siapa yang melakukan proses belajar. A disini yaitu siswa yang akan melakukan proses belajar-mengajar yang nantinya menjadi subject. B mengacu kepada behavior artinya kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa. Kegiatan yang dilakukan siswa bisa berada dalam ranah afektif,psikomotik dan kognitif tergantung pada aspek mana yang akan ditonjolkan pada proses pembelajaran. C mengacu pada condition maksudnya kondisi seperti apa yang diinginkan . misalanya setelah mengikuti pembelajaran ini. Kondisi yang dialami yaitu setelah melakukan yaitu melakukan proses pembelajaran. D sendiri mengacu pada degree yaitu tingkatan. Pembelajaran harus memiliki tingkatan sendiri agar siswa mampu mencapainya. Degree ini misalnya dengan tepat, dengan benar. Selanjutnya komponen terakhir yang penting dalam penyusunan tujuan yaitu E yang berarti environmental maksudnya lingkungan dari kegiatan proses belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran, ada 2 kategori berdasarkan pencapaian materi yang diinginkan yaitu instructional effect dan nurrutant effect. Tujuan pembelajaran yang pencapaiannya diusahakan pada pengetahuan dan keterampilan disebut “instructional effect” sedangkan tujuan pembelajaran yang pencapaiannya diusahakan pada kemampuan berpikir kritis dan kreatif disebut “nurturant effect”. Pada pembelajaran video IPA kelas VIII yang telah dideskripsikan transkrip proses pembelajaran tadi yaitu bahwa instructional effectnya yaitu siswa dapat mengetahui tentang system kehidupan yang ada pada tumbuhan. Pada pembelajaran ini tujuannya lebih menekankan pada segi kognitif dari peserta didik. Sedangkan pada nurturant effectnya siswa mampu berfikir kritis dalam materi pada pembelajaran tersebut karena siswa diajak berdiskusi secara kelompok untuk memahami sub bab yang yang telah dibagi untuk tiap kelompoknya sehingga masing-masing anggota tim dalam pembelajaran ikut andil dalam menyelesaikan masalah. c. Jelaskan strategi apa yang dipilih Jawab: Strategi yang dipilih dalam pembelajaran ini yaitu strategi pembelajaran tidak laangsung. Hal tersebut ditandai dengan partisipasi aktif yang dilakukan oleh peserta didik dalam memahami materi yang disampaikan pada pertemuan tersebut. Siswa melakukan diskusi dengan dibimbing oleh guru agar diskusi tersebut berjalan dengan lancar. Akan tetapi hal pokok yang di utamakan yaitu kemampuan berfikir kritis yang dilakukan oleh siswa dalam memahami materi yang disampaikan sesuai dengan topiknya. Dalam strategi pembelajaran ini siswa dituntut untuk melakukan analisis untuk memperdalam materi yang ada dengan berbagai alasan tadi maka sangatlah tepat jika strategi pembelajaran yang dilakukan yaitu dengan strategi pembelajaran tidak langsung karena partisipasi dari guru lebih sedikit dan menekankan pada pembelajaran aktif yang dilakukan oleh siswa dengan berfikir kritis. d. Jelaskan metode apa yang dipilih Jawab: Metode pembelajaran yang dipilih yaitu metode pembelajaran dengan menggunakan metode jigsaw. Hal tersebut dapat diketahui dalam video ketika munculnya tim ahli dalam proses pembelajaran. Tim ahli yang ada dalam video juga melakukan presentasi dalam kelas kepada seluruh siswa agar materi yang telah dia ketahui dapat disampaikan terhadap teman yang lainnya. Metode jigsaw ini menekankan pada peran aktif dari peserta didik dalam memahami suatu konsep pembelajaran yang ada. Dengan adanya pembelajaran bersama dan saling berdiskusi sesame anggota kelompok maka peserta didik tentunya lebih mudah mencerna materi yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran seperti itu seperti yang kita ketahui karena dengan sesame teman maka peserta didik dapat mengungkapkan apa yang dirasakan dan apa yang peserta didik tidak ketahui karena sudah tidak ada lagi perasaan malu dan takut. Sumber: Moedjiono dan Moh. Dimyati (1991/1992). Strategi pembelajaran, Jakarta : Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, Dirjen Dikti Depdikbud Mulyani Sumantri dan Johar Permana (1998/1999). Strategi Belajar-mengajar, Jakarta : Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Dirjen Dikti Depdikbud Gagne, Robert M (1984). The Condition of Learning, New York, Chicago, San Fransisco, Philadelphia, Montreaal, Toronto. : Holt-Rinnehart and Winston

proposal evaluasi program

MAKALAH MENYUSUN PROPOSAL EVALUASI PROGRAM Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Evaluasi Program Pendidikan Semester Ganjil Tahun 2012 Rombel 02 Disusun Oleh : Ahmad Mabrur 1102411041 Achmad Farchan 1102411049 Faisal Nur Iman 1102411084 KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKLUTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program merupakan jabaran dari suatu kebijakan organisasi dalam mencapai visi dan menjalankan misinya. Program terdiri dari berbagai kegiatan, baik yang diselenggarakan secara berantai atau paralel yang bermuara pada tujuan program yang telah ditetapkan. Tercapai atau tidaknya informasi bisa dilakukan melalui monitoring dan evaluasi. Kegiatan ini sering disandingkan secara bersamaan dalam istilah ME (Monitoring dan Evaluasi atau kadang juga disingkat menjadi Monev). Kegiatan monitoring sebenarnya banyak diklaim para ahli evaluasi termasuk ke dalam kegiatan evaluasi, karena evaluasi pasti dimulai dengan monitoring , melihat, mengamati dan mencatat. Hasil amatan itu kemudian dianalisis dan dihasilkan rekomendasi-rekomendasi terkait dengan hasil capaian atau kemajuan program. Pada dasarnya evaluasi program merupakan sebuah sebuah penelitian, tetapi memiliki ciri khusus. Ciri khusus dalam evaluasi program adalah adanya kriteria dan tolak ukur. Di dalam pengertian umum sudah diketahui bahwa mengevaluasi adalah membandingkan kondisi atau keadaan sesuatu dengan sebuah standar ukuran. Apabila dikatakan bahwa prosedur evaluasi program sama dengan prosedur yang dilalui oleh peneliti maka langkah-langkahnya pun ama. Ada lima langkah penting dalam prosedur evaluasi program, yaitu (1) menyusun proposal, (2) menyusun alat pengukur data (instrumen), (3) mengumpulkan data, (4) menganalisis data, (5) mengambil kesimpulan dan merumuskan rekomendasi. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam makalah ini akan membahas mengenai; 1. Apa pengertian dan status proposal dalam evaluasi program ? 2. Bagaimana cara menyusun bagian pendahuluan proposal evaluasi program ? 3. Bagaimana cara menuliskan bagian metode evaluasi program ? 4. Bagaimana cara membuat alat atau instrumen evaluasi program ? BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian dan Status Proposal Dalam Evaluasi Program. Proposal adalah sebuah rencana kerja yang menggambarkan semua kegiatan yang akan dilakukan dalam pelaksanaan evaluasi program. Ibarat akan melakukan suatu perjalanan, proposal ini merupakan sebuah peta yang menggambarkan wilayah, jaringan jalan yang akan dilalui, serta langkah-langkah yang akan diambil ketika melalui jalan tersebut. Mengapa harus proposal? Mengingat fungsi proposal seperti sudah disebutkan, terlebih bahwa program itu sendiri merupakan suatu sistem yang kompleks dan merupakan realisasi suatu kebijakan maka dalam evaluasi program keberadaan proposal memegang peran yang sangat penting. Tanpa ada proposal, kegiatan tidak akan berjalan lancar karena tanpa arah yang jelas, dan semuanya menjadi mendadak. Melaksanakan evaluasi program berarti melakukan suatu kegiatan yang sifatnya kompleks. Sebelum mulai melakukan pekerjaan, pelaku sebaiknya memiliki gambaran yang jelas tentang latar belakang atau alasan yang emndorong untuk melakukan evaluasi, target yang harus dicapai, apa saja yang harus dikerjakan, metode apa yang digunakan, dengan apa keberhasilan kerja harus diukur, dan lain sebagainya. Proposal merupakan sesuatu yang dapat memberikan petunjuk bagi siapa saja yang akan melaksanakan evaluasi program terhadap program yang harus dievaluasi. Denga demikian, dapat dipahami bahwa pelaku evaluasi program tidak harus orang yang menysun proposal. Siapakah yang harus menyusun proposal? Ada tiga kemungkinan evaluator ditinjau dari sudut program yang akan dievaluasi, yaitu evaluator dalam, evaluator luar, dan gabungan dari keduanya. Evaluator luar adalah petugas evaluasi program dan orang tersebut terlibat langsung meupun tidak langsung dengan program yang dievalusi. Ditinjau dari aspek psikologis, evaluator luar dapat dikatakan baik karena tidak akan atau sedikit sekali dipengaruhi oleh unsur subjektifitas dari dirinya. Dikarenakan tidak berkepentingan dengan program, evaluator luar tidak terdorong untuk mengangkat nilai yang diperoleh. Adapun sisi negatif dri evaluator luar adalah evaluator tersebut mungkin kurang memahami “ jiwa ” dari program yang akan dievaluasi. Jenis lain adalah evaluator dalam. Dari namanya saja sudah dapat ditebak, bahwa yang dimaksud dengan evaluator dalam adalah petugas evaluasi, yang orangnya terlibat dalam kegiatan program yang dievaluasi, baik langsung maupun tidak langsung. Karena berasal dari dalam, biasanya (memang diharapkan demikian) orang tersebut memahami seluk beluk program sehingga arah evaluasinya tidak keliru. Namun sisi negatifnya, karena dia merupakan “ orang dalam” yang sangat berkepentingan dengan keberhasilan program, tidak mustahil jika orang tersebut dicurigai untuk berbuat sesuatu yang cenderung sebjektif dan menguntungkan pelaksana program. Sisi negatif yang digambarkan hanyalah menunjukkan apa yang terjadi pada umumnya, jadi tidak semua. Setelah membandingkan antara evaluator luar dan evaluator dalam yang masing-masing mengandung kelebihan dan kekurangan, dapat diatasi dengan menggunakan evaluator gabungan. Tim evaluator yang ditunjuk terdiri dari orang-orang luar dan satu atau dua orang dalam. Evaluator yang diambil dengan cara gabungan, disarankan hendaknya yang menjadi ketua tim bukanlah orang dalam, agar mobilitasnya lebih leluasa. Apabila yang mengerjakan evaluasi orang dari luar program, diharapkan tujuan dapat dicapai secara efektif dan evaluasi dapat tepat arah, pemesan sebaiknya juga membuatkan proposal sekaligus. Jika dapat dilakukan demikian, tentu isi proposal akan lebih lengkap dan dapat lebih tepat arah. Namun apa yang dikemukakan tersebut tidak selamanya terjadi. Banyak pemesan evaluasi yang tidak mampu membuat proposal, dengan alasan kurang menguasai caranya atau ada pertimbangan lain. Bahkan, pemesan terkadang berpendapat bahwa kerena evaluator dipandang memiliki kemampuan yang andal, dan mereka ditunjuk untuk tugas itu maka semuanya diserahkan kepada tim evaluator, termasuk dalam penyusunan proposal. Hal seperti ini justru terdapat banyak di masyarakat. Apa sajakah yang tertera di dalam sebuah proposal? Sesuai dengan makna dengan pengertiannya, proposal adalah sebuah rencana kerja tertulis. Melalui fungsinya itu, maka isinya menyebutkan hal-hal yang dirancang untuk dilakukan disertai dengan penjelasan tentang alasan, arah dan tujuan evaluasi. Meskipun isinya tersebut bermacam-macam, tetapi secara garis besar isi proposal ada dua bagian yaitu pendahuluan dan metodologi. 2.2. Cara Menyusun Bagian Pendahuluan Pada umumnya garis besar isi bagian pendahuluan sebuah proposal evaluasi adalah (1) latar belakang masalah, (2) identifikasi masalah, (3) tujuan umum dan tujuan khusus, dan (4) manfaat hasil evaluasi. a. Aturan Penulisan Latar Belakang Masalah Bagian pertama dari sebuah proposal adalah “ latar belakang masalah ”. Yang dimaksud dengan latar belakang masalah adalah hal-hal yang mendasari lahirnya kegiatan. Berdasarkan pengertian tadi, maka yang termuat di dalam latar belakang masalah adalah hal-hal yang mendorong atau alasan dilaksanakannya evaluasi program. Alasan tersebut harus betul-betul kuat, tidak mengada-ada sehingga memberikan gambaran kepada pembaca bahwa kegiatan evaluasi program yang akan dikerjakan memang betul-betul perlu dilaksanakan. b. Aturan Penulisan Pertanyaan Evaluasi Program Setelah tujuan evaluasi dirumuskan, evaluator kemudian mengoperasionalkan tujuan evaluasi tersebut ke dalam bentuk pertanyaan evaluasi. Pertanyaan yang akan dijawab dalam kegiatan evaluasi ini semestinya jangan melenceng dari tujuan yang ingin dikehendaki dalam proses evaluasi. Sebagai panduan umum, berikut adalah model pertanyaan yang biasanya muncul dalam evaluasi program. Tentang Dampak/ Pengaruh 1. Apakah perilaku/ aktivitas/ orang-orang berubah akibat program yang dijalankan? 2. Siapa yang diuntungkan dan bagaimana? 3. Apakah semua partisipan program puas dengan apa yang mereka dapat dari program tersebut? 4. Apakah capaian program yang didapat sebanding dengan sumber daya yang diinvestasikan? 5. Apa yang bisa orang pelajari, dapatkan, dan capai dari hasil program tersebut? Tentang Implementasi Program 1. Terdiri dari aktivitas atau even apakah program yang akan/sedang/ telah berjalan? 2. Metode apa yang digunakan dalam menjalankan program? 3. Siapa yang sebenarnya menjalankan program dan seberapa baik mereka melakukannya? 4. Sumber daya dan input apakah yang diinvestasikan dalam program? Tentang Konteks Program 1. Seberapa baik program sesuai dengan keadaan setempat? Misalnya dengan tingkat pendidikan dan kemampuan belajar, kondisi sosial/ ekonomi sasaran target? 2. Seberapa besar kondisi sosisal-ekonomi-politik yang ada berkontribusi atau memngaruhi keberhasilan program? 3. Bagaimana keadaan wilayah/ tempat program itu dijalankan, adakah setting yang bisa diubah? Tentang Kebutuhan Program 1. Kebutuhan- kebutuhan apa saja yang bisa diidentifikasi melalui program? 2. Bagaimana karakteristik dari populasi terget program? 3. Aset apakah yang ada di konteks program dan kelompok target bisa dikembangkan? c. Aturan Perumusan Tujuan Evaluasi Program Dalam melakukan evaluasi, Taylor-Powel, dkk., ( 1996 ) mengidentifikasi beberapa dimensi umum yang biasanya ingin digali dalam tujuan evaluasi sesuai program, yaitu: 1. Dampak/ pengaruh program. Dalam dimensi ini, evaluator akan mengkaji seberapa jauh program yang akan, sedang, atau telah dijalankan memiliki konsekuensi terhadap konteks, partisipan dan subjek, sistem, atau lainnya. 2. Implementasi Program. Evaluator melakukan kajian terhadap seberapa jauh pelaksanaan program ini akan dan sedang dijalankan. 3. Konteks program. Evaluator mengamati dan mengkaji kondisi konteks (lingkungan) dari program yang akan, sedang, dan telah dijalankan, seberapa jauh ketertarikannya,dan apa sajakah konteksnya. 4. Kebutuhan program. Evaluator mengkaji tentang faktor-faktor penentu keberhasilan program dan keberlanjutannya di masa yang akan datang. d. Aturan Penulisan Manfaat Evaluasi Program Diharapkan seorang evaluator perlu hati-hati dalam menyebutkan pihak-pihak yang diharapkan memanfaatkan hasil evaluasi. Jika memang kaitannya jauh, evaluator tidak harus terlalu berharap bahwa hasil pekerjaannya dimanfaatkan oleh banyak pihak.Hal yang tidak boleh dilupakan adalah manfaat bagi pengambilan keputusan yang mengeluarkan kebijakan pelaksanaan program yang dievaluasi. 2.3. Cara Menuliskan Bagian Metode Evaluasi Program Metode adalah kumpulan metode yang berkenaan dengan kegiatan yang dilakukan. Metode evaluasi program, karena kegiatannya tidak lain adalah penelitian maka sam dengan metode yang lazim terdapat dalam penelitian. Secara garis besar ada 4 hal yang perlu diatur dengan metode tertentu dalam langkah evaluasi, yaitu (1) penentuan responden atau subjek simber data, (2) metode pengumpulan data, (3) penentuan alat atau instrumen, dan(4) analisis data. a. Penentuan Responden atau Sumber Data Dalam setiap penelitian (dalam hal ini evaluasi) kita harus berfikir sederhana mengenai : (1) apa objek yang dievaluasi (indikator), (2) dari mana informasi tentang objek tersebut dapat diperoleh (sumber data), dan (3) dengan cara apa informasi tersebut dapat diperoleh (metode pengumpulan data ). b. Metode Pengumpulan Data Evaluasi Program adalah penelitian metode penumpulan data yang digunakan dalam evaluasi program sama dengan metode pengumpulan data dalam penelitian. Jenis metode dimaksud adalah angket, wawancara (interview) pengalaman (observasi), tes, dokumentasi, dan inventori. Penjelasan tentang pengertian, jenis atau ancaman, cara menyusun, dan cara menggunakan, dapat dibaca dari buku-buku penelitian. c. Penentuan Instrumen Pengumpul Data Dari arti istilahnya, instrumen menunjuk pasa sesuatu yang dapat berfungsi sebagai pembantu agar usaha pencapaian tujuan lebih mudah. Dalam usaha mengumpulkan data, instrumen berfungsi untuk mempermudah, memperlancar dan membuat pekerjaan pengumpul data menjadi lebih sistematik. Sebagai contoh dalam melakukan wawancara kepada responden mungkin pada awal proses wawancara evaluator merasa tidak memrlukan instrumen karena masih ingat akan pertanyaan yang diajukan dan jawaban yang diberikan oleh responden. Untuk melakukan penelaahan terhadap dokumen, evaluator juga memerlukan instrumrn berupa panduan berisi hal-hal penting tentang data yang akan dikumpulkan. Panduan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk daftar hal atau tabel. Sebagai contoh, jika evaluator akan menilai notulen rapat maka hal-hal yang perlu digali, antara lain: 1. Hari/ tanggal rapat; 2. Pimpinan rapat 3. Banyak peserta rapat dan nama-nama yang hadir 4. Acara atau isi pembeicaraan 5. Kesimpulan atau hasil rapat 6. Rencana tindak lanjut. 2.4. MEMBUAT ALAT ATAU INSTRUMEN EVALUASI PROGRAM Dalam setiap penelitian, instrumen merupakan sesuatu yang mempunyai kedudukan sangat penting, karena instrumen akan menentukan kualitas data yang dikumpulkan. Semakin tinggi kualitas instrumen, semakin tinggi pula hasil evaluasinya. Dalam buku-buku penelitian selalu disebutkan sekurang-kurangnya ada empat persyaratan bagi instrumen yang baik,yaitu sebagai berikut. - Valid atau sahid, yaitu tepat menilai apa yang akan dinilai. - Reliabel, dapat dipercaya, yaitu bahwa dat yang dikumpulkan benar seperti apa adanya, bukan palsu. - Praktikebel, yaitu bahwa instrumen tersebut mudah digunakan, praktis dan tidak rumit. - Ekonomis, yaitu tidak boros dalam mewujudkan dan menggunakan sesuatu disalam penyusaunan, artinya tidak banyak membuang uang, waktu dan tenaga. Menyusun instrumen merupakan ;pekerjaan yang penting, tetapi memang agak rumit. Itulah sebabnya penusunan dituntut memiliki kemampuan yang memadai seperti yang disyaratkan. Denagn modal kemampuan tersebut penyusun akan melangkah dengan pasti, meneliti prosedur yang harus dilalui dalam menyusun instrumen nyang tepat bagi para petugas evaluasi program. Langkah-langkah dimaksud adalah sebagai berikut : - Mengidentifikasi komponenprogram dan indikatornya. - Membuat kisi-kisi kaitan antara idikator, sumber data, metode pengumpulan data, dan instrumen. - Menyusun butir-butir instrumen. - Menyusun kriteria penilaian. - Menyusun pedoman pengerjaannya. 1. Identifikasi Sasaran sebagai Objek Evaluasi Walaupun bukan merupakan keharusan, untuk mengidentifikasi indikator ada petunjuk yang perlu diikuti agar hasilnya urut dan tuntas. Petunjuk untuk identifikasi indikator yang dimaksud adalah : a. Mulai dari yang sifatnya kuantitatif, baru kualitatif. Misalnya meneliti bahan koleksi pertama dari banyaknya buku dan bahan koleksi lain misalnya filem, dosket, kaset, dan lain-lain baru sesudah itu banyaknya buku menurut jenis-masih kuantitatif kerena menunjuk angka- keduanya merupakan kuantitas baru kemudian kondisi bahan-bahan koleksi yang ada, yaitu kualitas. b. Mulai dari luar, baru mengarah kedalam. Misalnya dari keadaan gedung (besar terlihat dari luar), kemudian menilai kamar (bagian dalam gedung), baru dilihat lebih cermat bahan dasar masing-masing ruangan. Penelitian dapat dilakukan dengan menggunakan cara kombinasi, yaitu melihat dari aspek kuantitatif (ukuran gedung dan ruangan), baru melihat kondisi masing-masing kamar dengan memperhatikan aspek kualitatif seperti melihat lantai dari apa, dinding seperti apa, dan penerangannya bagaimana. c. Mulai dari yang umum, baru ke khusus. Misalnya kualitas bahan koleksi secara umum (penampilan secara keseluruhan), baru kondisi masing-masing jenis bahan koleksi, dan dapat ke yang lebih khusus lagi, misalnya kualitas isi yang ditujukan oelh kelengkapan konsep yang disajikan, banyaknya contoh dan gambar, enaknya gaya bahasa, dan cara yang digunakan untuk menjelaskan dan ,kemutakhirannya. d. Jika yang diidentifikasi merupakan proses atau prosedur maka diurutkan dari pemunculannya. Misalnya komponen yang dinilai kemampuan mengajar maka indikatornya urut dari proses yang terjadi, yaitu (a) membuat persiapan, (b) melaksanaan pembelajaran, dan (c) mengakhiri pelajaran. 2. Penyusunan Kisi-Kisi Instrumen Kata kisi-kisi menunjuk pada gambaran jaringan kotak-kotak seperti kusen jendela kaca. Yang dimaksud dengan kisi-kisi dalam rangkaian proses penyusunan intrumen adalah semacam tabel kolom baris yang memberikan gambaran tentang kaitan antara objek sasaran evaluasi, instrumen, dan nomor-nomor butir dalam instrumen. Kisi-kisi dapat dikatakan sebagai kelanjutan dari tabel kaitan antara komponen-komponen-metode-instrumen. Dengan membuat kisi-kisi ini dengan tegas evaluator menunjukkan instrumen apa saja yang benar-benar akan digunakan, jumlah butir masing masing instrumen, dan butir berapa yang ditentukan untuk mengungkap suatu data.Di dalam kisi-kisi tidak perlu dicantumkan sumber data dan metode yang digunakan karena instrumen untuk metode yang dipilih sudah jelas ditentukan jenisnya. 3. Penyusunan Butir-Butir Instrumen Dalam bagian ini akan diungkapkan mengenai kelemahan dan kesulitan yang banyak dijumpai dalam penyusunan butir-butir instrumen, agar tidak diulang oelh penyusun instrumen program yang lain. Untuk sekedar menyarankan kepada para evaluator, jangan lupa memperhatikan bagian-bagian yang penting dan membacanya lebih seksama. Bagian-bagian yang dimaksud adalah uraian yang berenanan dengan keterandalan instrumen, khususnya tentang validitas dan reabilita. Menyususn instrumen merupakan langkah kegiatan yang relatif sulit akan tetapi penting. Berkenaan dengan penyusunan panduan dokumentasi dan pedoman wawancara sudah disinggung sedikit dalam uraian di atas. Hal yang banyak dikeluhkan dalam penyusunan instrumen oleh peneliti dan evaluator program pemula adalah cara membuat angket. Kesalahan yang umum adalah terdapat penyimpangan pertanyaan dari indikator yang akan dievaluasi. Untuk menghindari hal ini, penyususn instrumen perlu mencoba menjawab sendiri beberapa (atau semua) pertanyaan yang mereka ajukan. Jika jawaban tidak pas atau melenceng dari maksud pertanyyan, berarti butir tersebut rumusannya salah. Ada beberapa kelemahan/ kesalahan yang sering penulis temukan dalam instrumen penelitian para peneliti pemula. Instrumen yang sering ditemui kesalahan atau kelemahannya adalah pada inatrumrn penelitian yang berupa anket dengan jawaban opsi. “ Selalau, Sering, Jarang, Kadang, Tidak Pernah” (atau sejenisnya) dan pada angket dengan opsi ‘ Sangat Setuju, Setuju, Kurang Setuju, dan Sangat Tidak Setuju” (atau sejenisya). BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Evaluasi program tidak lain adalah penelitian dengan ciri-ciri khusus. Oleh karena evaluasi program sama dengan penelitian maka sebelum memulai kegiatan, seperti juga penelitian, harus membuat proposal. Isi dan langkah-langkah dalam penyusunan proposal dama dengan proposal dalam penelitian. Dalam pembahasan makalah ini ada tiga hal yang dijelaskan secara khusus, yaitu : 1. Bagian pendahuluan, menekankan garis besar isi bagian. 2. Bagian metodologi terdiri dari tiga hal pokok, yaitu penentuan sumber data, metode pengumpulan data, dan penentuan instrumen pengumpulan data. 3. Bagian cara menentuakan instrumen evaluasi. Intrumen merupakan alat untuk mempermudah penggunaan metode dalam pengumpulan data. Ada lima langkah yang harus dilalui dalam penyusunan instrumen yaitu; (1) identifikasi indikator sebagai objek sasaran evaluasi (2) membuat tabel hubungan antara komponen, indikator, sumber data, metode, instrumen (3) menyusun butir-butir instrumen (4) menyusun kriteria-kriteria penilaian, dan (5) menyusun pedoman pengerjaan. Di dalam kisi-kisi yang merupakan alat bantu penyusunan instrumen tertentu secara khusus tidak lagi mencantumkan sumber data dan metode, tetapi langsung hubungan antara indikator dengan nomor-nomor instrumen. Di antara langkah-langkah penyusunan instrumen, yang merupakan alat bantu yang paling bermanfaat bagi penyusun instrumen adalah kisi-kisi. Itulah sebabnya, kisi-kisi harus disusun secara cermat dan hati-hati. Petunjuk pengerjaan jangan terlupakan, agar responden tidak salah dalam membantu mengisi instrumen bagi evaluator. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Sandjaja dan Heriyanto, Albertus. 2011. Panduan Penelitian. Jakarta: Pustaka Raya

penyajian data evaluasi

PENYAJIAN DATA EVALUASI Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Program Pendidikan Dosen Pengampu : Wardi Oleh : Reza Akbar S. 1102410061 Ika Zuliana 1102410064 Umi Kulsum 1102410065 KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2012 BAB I PEDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Evaluasi pada dasarnya sebagai dasar keputusan, menyusun kebijakan, maupun program selanjutnya apakah akan dilanjutkan, diperbaiki, atau dihentikan. Kegiatan evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu upaya apapun yang terprogram. Tak terkecuali bagiprogram pendidikan. Evaluasi ini direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Melaksanakan evaluasi memang tugas pokok seorang evaluator dalam manajemen sekolah. Akan tetapi, bukan berarti evaluator saja yang harus memahami evaluasi. Calon pendidik, para pendidik, maupun praktisi lain yang memiliki kepentingan merupakan pihak-pihak yang dapat berpengaruh dalam evaluasi program pendidikan. Sebauh evaluasi hendaknya menghasilkan suatu data yan nantinya akan dijadikan bahan pertimbangan. Data-data dari hasil evaluasi itu akan disajikan dalam berbagai bentuk untuk dapat disebarluaskan ataupun dibagikan. Berikut mari kita fahami cara penyajian data dari hasil evaluasi program pendidikan. B. TUJUAN Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Program Pendidikan. Disamping itu tujuan yang tidak kalahpenting adalah untuk memberikan informasi dan pengetahaun kepada para pembaca utamanya para tenaga pendidik mengenai cara penyajian data dalam evaluasi program pembelajaran. C. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah evaluasi program itu? 2. Bagaimanakah cara penyajian data dalam evaluasi program? BAB II PEMBAHASAN A. RANCANGAN EVALUASI PROGRAM Hal-hal yang dicantumkan dalam rancangan program adalah (1) judul kegiatan, (2) alas an dilaksanakannya evaluasi, (3) tujuan evaluasi, (4) pertanyaan evaluasi, (5) metodologi yang digunakan, dan (6) prosedur kerja dan langkah-langkah kegiatan. B. PERENCANAAN EVALUASI PROGRAM Ada dua cara yang lazim dilakukan dalam melakukan analisis kebutuhan, yaitu secara obyektif dan subyektif. Kedua cara tersebut dimulai dari identifikasi lingkup tujuan penting dalam program, menentukan indikator dan cara pengukuran tujuan-tujuan, menyusun kriteria (standar) untuk tiap-tiap indikator dan membandingkan kondisi yang diperoleh dengan kriteria. Ciri khas dalam cara melakukan analisis kebutuhan secara subjektif adalah mengumpulkan semua evaluator untuk bersama-sama menentukan skala prioritas kebutuhan. Selain dua cara tersebut evaluator dapat juga menggunakan gabungan dari keduanya, yaitu sebagian menggunakan cara obyektif, sebagian yang lain mernggunakan cara subyektif. Di samping itu, seorang evaluator dapat juga menambahkan bahan lain yang diambil dari pihak laur dirinya. Yang dimaksud dengan pihak luar diantaranya adalah kawan-kawan dekat atau anggota keluarga lain dari responden yang diperkirakan pihak tersebut memang diperlukan dan data yang diberikan dapat dipercaya. Evaluasi program tidak lain adalah penelitian, dengan cirri-ciri khusus. Oleh karena evaluasi program sama dengan penelitian maka sebelum memulai kegiatan,seperti juga penelitian, harus membuat proposal. Isi dan langkah-langkah dalam penyusunan proposal sama dengan proposal dalam penelitian. Dalam pembahasan kali ini hanya tiga hal yang akan dijelaskan secara khusus. Ketiga hal dimaksud, sekaligus butir yang rawan adalah sebagai berikut : 1. Bagian pendahuluan, menentukan garis besar isi bagian ini. 2. Bagian metodologi berisi tiga hal pokok, yaitu penentuan sumber data, metode pengumpulan data, dan penentuan instrumen pengumpulan data. Ada tiga sumber data yang didahului dengan huruf P (kata bahasa Inggris), yaitu :Person ( manusia), Place (tempat) dan paper (kertas dan lain-lain). Penentuan metode pengumpulan data harus disesuaikan dengan sumber data. 3. Bagian cara menentukan evaluasi. Instrumen pengumpul data evaluasi adalah alat yang diperlukan untuk mempermudah pengumpulan data. Jenis instrument sebanyak jenis metode yang digunakan dan selanjutnya pemilihan jenis instrument pengumpulan data harus disesuaikan dengan metode yang sudah ditentukan oleh evaluator. Instrumen merupakan alat untuk mempermudah penggunaan metode dalam pengumpulan data. Ada lima langkah yang harus dilalui dalam menyusun instumen yaitu : (a) Identifikasi indikator sebagai obyek sasaran evaluasi. (b) Membuat tabel hubungan antara komponen-indikator-sumber data-metode-instrumen, (c) Menyusun butir-butir instrumen (d) Menyusun kriteria-kriteria penilaian,dan (e) Menyusun pedoman pegerjaan Di dalam kisi-kisi yang merupakan alat bantu penyusunan instrumen tertentu secara khusus tidak lagi mencantumkan sumber data dan metode, tetapi langsung hubungan antara indikator dengan nomor-nomor instrumen. Di antara langkah-langkah penyusunan instrumen, yang merupakan alat bantu yang paling bermanfaat bagi penyusunan instrumen adalah kisi-kisi. Itulah sebabnya, kisi-kisi harus disusun secara cermat dan hati-hati. Petunjuk pengerjaan jangan terlupakan, agar responden tidak salah dalam membantu mengisi instrumen bagi evaluator. C. LANGKAH-LANGKAH EVALUASI PROGRAM Dalam bab ini dibicarakan mengenai beberapa langkah atau tahapan dalam melaksanakan evaluasi program. Secara garis besar tahapan tersebut meliputi : tahapan persiapan evaluasi program, tahap pelaksanaan, dan tahap monitoring. Penjelasan tentang langkah-langkah tersebut dapat dilihat dalam bagan dibawah ini : 1. Persiapan Evaluasi Program - Penyusunan evaluasi - Penyusunan instrumen evaluasi - Validasi instrumen evaluasi - Menentukan jumlah sampel yang diperlukan - Penyamaan persepsi antar evaluator sebelum data di ambil Penyusunan terkait dengan model diantaranya; model CIFF, model Metfessel and Michael, model Stake, model Kesenjangan, model Glaser, model Michael Scriven, model Evaluasi Kelawanan, dan model Need Assessment. Langkah langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrument evaluasi : - Merumuskan tujuan yang akan dicapai - Membuat kisi-kisi - Membuat butir-butir instrument - Menyunting instrument - Instrumen yang telah tersusun perlu di validasi - Dapat dilakukan dengan metode Sampling - Beberapa hal yang perlu disamakan : tujuan program, tujuan evaluasi, kriteria keberhasilan program, wilayah generalisasi, teknik sampling, jadwal kegiatan 2. Pelaksanaan Evaluasi Program Evaluasi program dapat dikategorikan evaluasi reflektif, evaluasi rencana, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Keempat jenis evaluasi tersebut mempengaruhi evaluator dalam mentukan metode dan alat pengumpul data yang digunakan. Dalam pengumpulan data dapat menggunakan berbagai alat pengumpul data antara lain : pengambilan data dengan tes, pengambilan data dengan observasi ( bias berupa check list, alat perekam suara atau gambar ), pengambilan data dengan angket, pengambilan data dengan wawancara, pengambilan data dengan metode analisis dokumen dan artifak atau dengan teknik lainya. 3. Tahap Monitoring (Pelaksanaan) Monitoring pelaksanaan evaluasi berfungsi untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan dengan rencana program. Sasaran monitoring adalah seberapa pelaksaan program dapat diharapkan/ telah sesuai dengan rencana program, apakah berdampak positif atau negatif. Teknik dan alat monitoring dapat berupa : - Teknik pengamatan partisipatif - Teknik wawancara - Teknik pemanfaatan dan analisis data dokumentasi - Evaluator atau praktisi atau pelaksana program - Perumusan tujuan pemantauan - Penetapan sasaran pemantauan - Penjabaran data yang dibutuhkan - Penyiapan metode/alat pemantauan sesuai dengan sifat dan sumber/jenis data - Perencanaan analisis data pemantauan dan pemaknaannya dengan berorientasi pada tujuan monitoring Melanjutkan mengenai sampel ada 7 jenis sampel yang dapat dijadikan sebagai metode dalam evaluasi program diantaranya adalah : (1). Proportional sampel, (2). Startified sampel, (3). Purposive sampel, (4). Quota sampel, (5). Double sampel, (6). Area probability sampel, (7). Cluster sampel. D. ANALISIS DATA DALAM EVALUASI PROGRAM Dalam penelitian data di bagi dua yaitu data kuantitatif dan kualitatif, dengan kedua jenis ini kemudian data diolah. Jenis pertama terkait dengan statistika sedangkan yang kedua sebaliknya atau nonstatistika. Dalam menganalisis dan mengolah data kuantitatif hendaknya dilakukan dengan tabulasi data. Tabulasi merupakan coding sheet untuk memudahkan peneliti dalam mengolah dan menganalisis data. Karena memahami secara tabulasi lebih mudah dibandingkan dengan bentuk uraian narasi yang panjang. Analisis data kuantitatif dapat dilakukan dengan dua cara, Pertama. Statistik Deskriptif adalah suatu teknik pengolahan data yang tujuannya melukiskan dan menganalisis kelompok data tanpa membuat atau menarik kesimpulan atas populasi yang diamati. Kedua, Statistik Inferensial yaitu mencakup metode-metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data yang dilakukan untuk meramalkan dan menarik kesimpulan atas data dan akan berlaku bagi keseluruhan gugus atau induk dari data tersebut. Statistik ini juga disebut dengan statistik parametrik berlaku untuk data interval atau rasional jika datanya normal. Dan apabila datanya tidak normal serta berbentuk ordinal atau nominal, maka jenis statistik yang digunakan adalah statistik nonparametrik. Tidak semua data dilapangan berbentuk simbol-simbol yang bisa dikuantifikasi dan dihitung secara matematis. Ada kalanya datanya abstrak yang tidak dapat dimanipulasi menjadi numerik sehingga data jenis ini hanya dapat dilakukan dengan analisis kualitatif. Kegiatan dalam menganalisis data kualitaitif dapat melalui tahapan-tahapan berikut : 1. Dengan mereduksi/menyiangi data 2. Display data 3. Menafsirkan data 4. Menyimpulkan dan verifikasi 5. Meningkatkan keabsahan hasil 6. Narasi hasil analisis. Pengolahan data kan lebih mudah dengan menggunakan bantuan computer sehingga hasilnya akan dapat. diperoleh lebih cepat. E. PENYAJIAN DATA EVALUASI Data dalam diperoleh dari lapangan bisa berbentuk kwalitatif dan kuantitatif, bergantung pada data yang digali. Untuk pengelolaannya pun menggunakan teknik yang berbeda pula. Untuk data kuantitatif biasa menggunakan teknik statistika sedangkan untuk data kualitatif menggunakan teknik analisis non statistik. Setelah data dianalisis, tahap berikutnya adalah penyajia data hasil evaluasi. Penyajian data evaluasi bisa berbentuk tabel, diagram, maupun portofolio. Dan lebih lengkap nantinya disajiakan dalam bentuk laporan evaluasi. 1. Tabel Tabel adalah sekumpulan elemen yang diorganisasi secara kontinue dan setiap elemen dapat diakses melalui indeksnya. Dalam evaluasi, penyajian data dengan tabel sangat banyak digunakan terutama bagi data-data kuantitatif. Namun tetap tidak menutup kemungkinan data kuatitatif pun dapat disajikan dengan teknik tabel. Contoh: Hasil evaluasi mengenai jarak dari rumah peserta didik dengan TKB dapat dilihat pada tabel berikut. TKB Frekuensi dan Jarak dari Rumah ke TKB Jumlah ≤ 2 km 2 - 5 km 5 - 10 km 10 - 15 km ≥ 15 km Tabaringan 12 10 8 20 10 60 Capoa 6 12 8 16 14 56 Pannampu 13 17 10 18 20 78 Totaka 14 18 15 11 18 76 Ujung Tanah 20 14 14 15 17 80 Total 65 71 55 80 79 350 % 18.57 20.29 15.71 22.86 22.57 100 Tabel Jarak dari Rumah ke TKB 2. Diagram Diagram adalah salah satu cara penyajian data evaluasi. Data yang biasa disajikan dengan diagram biasanya adalah data kuantitatif. Misal jumlah mahasiswa, tingkat ketahanan kerja, dan lain sebagainya. Diagram memiliki banyak bentuk, diantaranya sebagai berikut : Contoh Diagram Jumlah Mahasiswa 3. Portofolio Portofolio dalam dunia pendidikan adalah merupakan sekumpulan informasi pribadi yang merupakan catatan dan dokumentasi atas pencapaian prestasi seseorang dalam pendidikannya. Ada beraneka portofolio mulai dari rapor / ijasah hingga dokumen-dokumen lainnya seperti sertifikat, piagam penghargaan, dan lain-lain sebagai bukti pencapaian hasil atas suatu pendidikan atau kursus. Portofolio ini sangat berguna untuk akreditasi pengalaman seseorang, pencarian kerja, melanjutkan pendidikan, pengajuan sertifikat kompetensi, dan lain-lain. Portofolio untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMA dipandang sebagai kumpulan seluruh hasil dan prestasi belajar siswa. Dokumen setelah terkumpul lalu diseleksi yang akhirnya membuat refleksi pribadi. Penilaian ini dianggap sebagian peneliti pendidikan adalah penilaian alternatif di dunia modern dan jauh lebih reliable dan valid daripada penilaian baku. BAB III PENUTUP A. SIMPULAN Evaluasi program merupakan evaluasi yang menilai aktivitas di bidang pendidikan dengan menyediakan data yang berkelanjutan. Dengan demikian evaluasi program merupakan rangkaian program kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan secara cermat untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan atau keberhasilan suatu program dengan cara mengetahui efektivitas masing-masing komponennya, baik terhadap program yang sedang berjalan maupun program yang sedang dilalui. Setiap evalusi memerlukan data, dan setiap data evaluasi haruslah disajikan. Karena sejatinya sebuah evaluasi adalah bertujuan untuk mencari sebuah kebenaran suatu hal. B. SARAN Sebagai para calon tenaga pendidik, pengetahuan akan evaluasi sangatlah penting untuk kita pelajari. Hal ini demi kesuksesan peran guru dalam proses belajar dan mengajar. Karena keterkaitan tugas guru sebagai pengajar, pendidik, serta di dalamnya sebagai evaluator proses belajar itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta : PT Bumi Angkasa Arikunto, Suharsimi. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta : Sinar Grafika Offest Satmoko, Retno Sriningsih. 1999. Proses Belajar Mengajar II (Penilaian Hasil Belajar). Semarang : Unnes Press Widoyoko, Eko Putro. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

analisis data evaluasi program

MAKALAH ANALISIS DATA EVALUASI PROGRAM Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi Program Pendidikan Oleh: Hendra Septiawan (1102410041) Bhakti Satria Pratama (1102410049) Umar Ghani (1102411059) KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2012 BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Analisis adalah suatu proses menganalisa sesuatu dengan tujuan tertentu sehingga siapapun yang melakukan analisis pasti mereka memiliki tujuan mengapa mereka melakukannya. Analisis Program yaitu proses menganalisa suatu program setelah program itu dilaksanakan/diimplentasikan. Sehingga proses, hasil, pencapaian, pengaruh, hubungan atau dampak itu dapat diketahui, yang selanjutnya hasil analisis dapat digunakan untuk keperluan refleksi, kelanjutan program, pemberhentian program, peningkatan program maupun pembuatan program baru. Analisis Evaluasi Program Pendidikan adalah suatu proses analisis dari data-data yang diperoleh dari kegiatan evaluasi program-program yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Dalam hal ini setelah suatu program pendidikan dievaluasi lalu dilanjutkan dengan langkah-langkah analisisnya. Model analisis yang dilakukan tentu akan dipengaruhi oleh jenis program pendidikan dan tujuan program pendidikan sehingga model evaluasi akan disesuaikan, demikian pula bagaimana cara menganalisisnya juga disesuaikan. Evaluasi program pendidikan adalah suatu evaluasi program yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Tentu saja hal ini juga pasti terkait dengan siapa (pembuat, penyusun, pelaksana program) dan tujuan program (untuk apa, untuk siapa). Dalam hal ini evaluasi program program pendidikan dapat dilakukan antara lain oleh: Pemerintah (pusat, propinsi, kab, jajaran dinas, instansi). Dalam hal ini dapat dilakukan oleh Kementrian Pendidikan Nasional sampai tingkat sekolah). Swasta (para pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan) Kelompok (organisasi yang peduli pendidikan maupun kumpulan para pendidik atau yang berhubungan dengan pendidikan) Perorangan (hal ini biasanya dilakukan oleh para pendidik dalam pembelajaran dan para kepala sekolah dalam jajaran pembelajaran maupunmajerial). Analisis evaluasi program pendidikan dilakukan dengan menyesuaikan model evaluasi yang sesuai dengan tujuan maupun jenis program yang ada. B. Tujuan Makalah ini disusun memiliki tujuan antara lain sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan kompetensi menulis karya tulis ilmiah bagi mahasiswa program pascasarjana. 2. Untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam menggunakan media canggih laptop untuk mencari dan mengambil informasi melalui jejaring internet. BAB II ANALISIS EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN A. Jenis-Jenis Evaluasi Dalam dunia pendidikan program-program pendidikan dalam melakukan evaluasi antara lain sebagai berikut: 1. Evalusi proses 2. Evaluasi hasil 3. Evaluasi pencapaian program 4. Evaluasi pengaruh program 5. Evaluasi program peningkatan/pengembangan Evaluasi proses dalam dunia pendidikan dikaitkan dengan proses pembelajaran atau pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) kependidikan. Berkaitan dengan proses tersebut hal yang berhubungan adalah tempat/konteks, model/metode, alat/media yang digunakan, pendidik, peserta didik, kelompok belajar, motivasi, perhatian, sikap, aktifitas, kreatifitas, efektifitas dan perasaan dalam berinteraksi. Evaluasi hasil dalam dunia pendidikan khususnya pembelajaran, dalam hal ini dikaitkan dengan materi, volume dan waktu. Evalusi dalam pengertian ini dikaitkan dengan tes, ulangan, ujian dan evaluasi itu sendiri. Misalnya: ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan semester, ulangan kenaikan kelas, evaluasi belajar, ujian sekolah, ujian nasional. Evaluasi pencapaian program pendidikan analisis datanya berupa analitik comparative antara program yang direncanakan dengan hasil setelah program itu dilaksanakan. Dalam hal ini hasil analisis dapat berupa besaran peningkatannnya, meminimalkan disparitas pada kondisi yang dituju, atau ketercapaian program yang telah dicanangkan. Sehingga dalam kesimpulannya, apakah program itu baik atau buruk, dapat dilaksanakan atau tidak, akan dilanjutkan atau tidak, atau mungkin ada modifikasi untuk pengembangannya. Misalnya: Program bimbingan belajar songsong unas, Program moving class total, Program Jemput Jabat Senyum Sapa Salam (J2S3), Program Pengembangan Sekolah, Program Kerja Kepala sekolah, Program Pembelajaran Guru Mapel, Program Bimbingan dan Konseling, Program Pengembangan Diri, Program Ektrakurukuler, Program Kesiswaan, Program Pengajaran, Program Peningkatan Sarana Prasarana, Program KTSP, Program Pencapaian 8 SNP. Evaluasi pengaruh program pendidikan suatu yang dianalisis adalah data yang dilakukan oleh sebuah institusi pendidikan karena institusi telah melakukan suatu program untuk dilaksanakan, setelah itu ingin mendapatkan informasi apakah ada pengaruh terhadap sesuatu dengan digunakannya program pada suatu institusi tersebut. Misalnya: Program penyuluhan anti narkoba terhadap perilaku siswa di sekolah, Program BOS terhadap tingkat partisipasi masyarakat, Program pelatihan CTL/Pakem terhadap kualitas pembelajaran. Evaluasi Program Peningkatan/Pengembangan yang dianalisis adalah program-program pengembangan yang telah dan akan dilakukan untuk mengembangkan suatu institusi atau sejenisnya. Misalnya program program yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional antara lain sebagai berikut: 1. Manajemen Berbasis Sekolah Perencanaan Pengembangan Sekolah Akreditasi Sekolah Implementasi SPM dan SNP Peran LPMP/BDK dan P4TK Peran Pengawas Manajemen pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah propinsi dan kabupaten Rencana Pembangunan Nasional Bidang Pendidikan, Renstra Kemendiknas, dan Renstra Kemenag) B. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dilakukan sesuai dengan jenis penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan yaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau untuk menguji hipotesis yang dirumuskan dalam proposal. Karena datanya kuantitatif, maka teknik analisis datanya menggunakan metode statistik yang sudah tersedia.Misalnya akan menguji hipotesis hubungan antar dua variable, bila datanya ordinal maka statistic yang digunakan adalah Korelasi Spearman Rank, sedangkan bila datanya intervalatau ratio digunakan Korelasi Pearson Product Moment. Bila ingin menguji signifikansi komparasi data dua sampel, datanya interval aatau ratio digunakan t-test dua sampel, bila datanya nominal digunakan Chi Kuadrat. Selanjutnya jika akan menguji hipotesis komparatif lebih dari dua sampel, datanya interval, digunakan analisis varian (Anava) Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi), dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Dengan pengamatan terus menerus tersebut mengakibatkan variasi data tinggi sekali. Data yang diperoleh pada umumnya adalah data kualitatif (walaupun tidak menolak data kuantitatif), sehingga teknik analisis datanya belum ada pola yang jelas. Oleh karena itu sering mengalami kesulitan dalam melakukan analisis. Seperti dinyatakan oleh Milies dan Huberman (1984), bahwa’the most serious and central difficulty in the use of qualitative data is that method of analysis are not well formulate’. Bahwa yang paling serius dan sulit dalam analisis data kualitatif adalah karena, metode anslisis belum dirumuskan dengan baik. Ada pernyataan lain, Susan Stainback menyatakan:’There are no guidelines in qualitative research for determining how much data and data analysis are necessary to support and assertion, conclusion, or theory’. Belum ada panduan dalam penelitian kualitatif untuk menentukan berapa banyak data dan analisis yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan atau teori. Selanjutnya Nasution menyatakan bahwa: Melakukan analisis adalah pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tingggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti, untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya Bahan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda’. Sehingga analisis data kualitatif perlu adanya data yang bervariatif misalnya data hasil wawancara, survey lapangan, dokumentasi foto, dokumentasi movie, dan data triangulasi yang semua itu untuk mendukung kualitas informasi yang disampaikan. Analisis data dilakukan dengan cara mengorganisakan berbagai data yang ada, menjabarkan kedalam unit-unit fungsinya, melakukan sintesa, menyusun ke dalampola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan pada orang lain atau pada instansi yang menugasinnya. Berdasarkan hal diatas, dapat dikemukakan bahwa, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit , melakukan sintesa, menyusun ke dalampola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Teknik analisis program pembelajaran yang meliputi analisis hasil pembelajaran maupun analisis proses pembelajaran mengikuti kurikulum yang berlaku Dalam kurikulum tingkat satuan pelajaran dinyatakan bahwa hasil belajar terdiri dari 2 yaitu: hasil belajar berdasarkan penilaian hasil dan penilaian berdasarkan proses. Sehingga penilaian hasil dapat dilakukan dengan tes tertulis sedangkan, penilain proses dapat dilakukan dengan cara pengamatan, dokumentasi foto maupun movie, kuesioner, angket dan cara lain yang dapat memberikan gambaran tentang perose yang terjadi baik dari segi aktivitas siswa, managemen kelas, metode/model/teknik pembelajaran itu berlangsung. Menurut caranya dibagi menjadi 2 cara yaitu: dengan cara tes dan non-tes. Dengan tes itu dilakukan untuk memperoleh hasil pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan pada setiap KD atau beberapa KD, dalam hal ini dikenal dengan ulangan harian, ulangan blok, tes formatif dan tes sumatif, ulangan tengah semester, ulangan semester dan ulangan kenaikan kelas, evaluasi tahap akhir dan atau ujian sekolah maupun ujian nasional. Dari data yang diperoleh dapat berupa data nilai kuantitatif maupun kualitatif. Data nilai kuantitatif semua penilaian yang dilakukan dengan satuan angka misalnya: nilai 0 – 10 atau nilai 0 – 100. Sedangkan data nilai kualitatif dapat berupa penilaian non-angka/data verbal misalnya: amat baik, baik, cukup, kurang, dan kurang sekali atau misalnya sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Untuk mengetahui hasil belajar dapat dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis dikelompokan dalam tes yang sifatnya subyektif dan tes yang sifatnya obyektif. Tes subyektif biasanya tes yang berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes untuk mengetahui perolehan hasil belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Ciri-cirinya pertanyannya didahului dengan kata-kata seperti; uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan, dan sebagainya. Tes obyektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara obyektif karena hasil tes dapat dilakukan oleh pihak lain yang tidak harus oleh pengajarnya atau yang membidangi materi yang diteskan. Macamnya adalah seperti; tes benar-salah (true-false), Tes pilihan ganda (Multiple choise test), Menjodohkan (matching test) dan Tes isian tertutup (Completion test). Macam-macam tes diatas biasanya untuk mengukur hasil belajar pada ranah kognitif, sedangkan ranah afektif tidak semudah ranah kognitifuntuk melakukan pengukuran. Pengukuran ranah afektif dalam hal ini misalnya sikap tidak dapat diukur sewaktu-waktu ( dalam arti pengukuran secara formal) karena perubahan tingkah laku tidak dapat berubah sewktu-waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama termasuk pengembangan minat, penghargaan, serta nilai-nilai. Untuk itu perangkat pengukuran yang digunakan dapat mengunakan catatan-catatan pengamaten, kuesioner atau cara lain yang memungkin dapat dilakukan dan paling cocok dengan kondisi dari yang dinilai atau diukur. Ranah yang lain adalah ranah psikomotor. Pengukuran ranah ini untuk mengetahui terhadap hasil-hasil belajaryang berupa penampilan atau ketrampilan. Untuk mengukur hal ini dapat digunakan rubrik penilaian atau pengukuran dengan instrumen menurut skala Likert dengan skor dari kecil ke angka yang lebih besar jika memerlukan data kuantitatif atau data kualitatif dari paling rendah ke paling tinggi, atau dari sangat jelek ke sangat baik dan atau sebaliknnya. Hasil belajar adalah sesuatu pencapaian dari suatu kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar dapat diketahui dengan dua cara yaitu; dengan cara pengukuran (kegiatan menentukan kuantitas suatu obyek) dan dengan cara penilaian (kegiatan menentukan kualitas suatu obyek). Karena keduannya ada perbedaan yang prisipiil, kedua kegiatan dapat dikatakan ’dua’ atau dwi, Tetapi kedua kegiatan itu saling berhubungan maka kegiatan itu kadang disebut dengan sebutan’dwitunggal’.Dari pembahasan pengertian pengukuran dan penialain sifat suatu obyek seperti telah disebutkan diatas, bagaimanapun kegiatan tersebut harus dapat benar-benar mewakili sifat suatu obyek. Dengan kata lain skor atau nilai prestasi belajar dapat mewakili prestasi belajar yang sesunggguhnya. Kegiatan mengukur sifat suatu obyek adalah suatu kegiatan menentukan kuantitas sifat suatu obyek melalui aturan-aturan tertentu sehingga kuantitas yang diperoleh benar-benar mewakili sifat suatu obyek yang dimaksud. Kuantitas yang diperoleh dari suatu pengukuran sifat suatu obyek adalah skor, misalnya: 60, 57, 68, 89,75 59,76,75,75,90 dan sebagainya. Kuatitas pengukuran sifat suatu obyek dibedakan menjadi dua yaitu; kuantitas kontinu dan kuantitas niminal. Yang dimaksud skor kontinu adalah suatu kuantitas yang unit-unitnya mengalami perubahan secara berangsur-angsur, misalnya dari 60 menjadi 60,5 atau menjadi 59,5 dan seterusnya. Adapun yang dimaksud dengan kuantitas nominal atau deskrit adalah suatu kuantitas yang unit-unitnya tidak dapat berubah-ubah dari 15 menjadi 15,5 siswa atau 14,5 siswa dan seterusnya. Oleh karena itu dalam dunia pendidikan dalam pengukuran hasil belajar hanya mengenal kuantitas kontinu. Kuantitas kontinu diatur dalam dua skala yaitu; skala interval dan skala ordinal. Skala interval suatu skala yang tidak mengenal titik nol mutlak dan intervalnya sama, sedangkan skala ordinal adalah skala yang tidak mengenal titik nol mutlak dan intervalnya tidak sama. Suatu skala tidak mengenal titik nol mutlak maksudnya adanya suatu kuantitas dari sifat suatu obyek dalam skala tersebut tidak terukur oleh suatu alat pengukur, maka diberi angka nol. Tetapi bukan berarti tidak ada kuantitas sama sekali. Kegiatan menilai sifat suatu obyek adalah suatu kegiatan menentukan kuanlitas sifat suatu obyek. Kagiatan tersebut tidak lepas dari skor-skor sifat suatu obyek. Agar skor-skor itu bermakna maka perlu dibandingkan dengan suatu acuan-acuan yang relevan, yang sesuai dengan sifat suatu obyek, misalnya prestasi belajar siswa dalam penguasaan mata pelajaran tertentu. Kegiatan membandingkan harus dilakukan secara obyektif sehingga hasil perbandingan yang berupa makna atau kualitas benar-benar mewakili kualitas hasil belajar yang sesungguhnya. Misalnya; kualifikasinya amat baik, baik, cukup, kurang atau meragukan, amat kurang, atau gagal. Kualitas atau nilai sifat suatu obyek akan ada apabila kuantitas dari sifat suatu obyek tersebut. Demikian pula, kuantitas suatu obyek tidak akan berarti jika kuantitas itu tidak diubah menjadi kualitas. Teknik analisis evaluasi program, teknik analisis program pencapaian dan analisis program pengembangan diawali dengan penyusunan program yang jelas dan tearah sehingga pada tahap mengevaluasinya sudah ada kriteria yang ditetapkan sehingga dengan kurun waktu yang telah ditentukan dapat mengumpulkan data-data yang diperlukan sesuai dengan keperluan masing-masing program. C. Contoh Program Pendidikan 1. Delapan Standard Nasional Pendidikan a. Standard Sarana Prasarana b. Standard Isi c. Standard Proses d. Standard Penilaian e. Standard Kompetensi Lulusan f. Standard Pengelolaan g. Standard Pendidik dan Tenaga Kependidikan h. Standard Pembiayaan 2. Program/Rencana Pengembangan Sekolah a. Rencana Operasional (Renop) merupakan program tahunan. b. Rencana Strategis (Renstra) merupakan program 4 tahunan 3. Program Pembelajaran a. Unit lesson plan (terdiri beberapa RPP) b. Lesson plan (terdiri 1 RPP) 4. Program Analisis Hasil Pembelajaran a. Program Perbaikan b. Program Pengayaan c. Program tindak lanjut 5. Program Bimbingan dan Konseling a. Program Bimbingan Klasikal b. Program Bimbingan Individual Dari program pendidikan yang ada belum banyak yang melakukan evaluasi terhadap program-program tersebut, sehingga banyak kesempatan untuk memperbaiki kinerja, meningkatkan profesionalisme melalui diantaranya menyusun, melakukan dan mengevaluasi program-program pendidikan sesuai dengan tugas dan fungsinya. BAB III PENUTUP Analisis Evaluasi Program Pendidikan adalah suatu kegiatan menganalisis data dari evaluasi yang telah dilakukan terhadap program-program pendidikan. Adapun tujuan dari analisis evaluasi program pendidikan adalah untuk mengethaui tingkat keberhasilan program itu setelah dilaksanakan. Karena program adalah suatu kegiatan yang direncanakan dengan seksama, sehingga dengan kata lain analisis evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi keberhasilan dari suatu kegiatan yang direncanakan. DAFTAR PUSTAKA Ary,Donald, dkk. Introduction to Resarch in Education. Surabaya. Usaha Nasional (Karya terjemahan Arif Furchan). Masidjo,1995, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta.Penerbit: Kanisius. Mico Pardosi. 2004. Belajar Sendiri Internet. Surabaya. Penerbit: Indah. Nasution,S. 2008. Metode Reearch. Jakarta. PT Bumi Aksara Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung. Penerbit Alfabeta. Sugiyono, 2007. Statistik untuk Penelitian. Bandung. Penerbit Alfabeta. Suharsismi Arikunto,2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT Bumi Aksara.

model-model evaluasi program

MODEL-MODEL EVALUASI PROGRAM Dosen pengampu : pak wardi DISUSUN OLEH : HENDRA BAGUS P 1102410035 MUNAWAR ROFIQ 1102410037 RICKY YANUAR 1102410038 JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SEMARANG 2012 EVALUASI PROGRAM : MODEL-MODEL EVALUASI Perkembangan model evaluasi termasuk suatu fenomena yang menarik. Setelah Tyler mengemukakan model black box tahun 1949, belum terlihat ada model lain yang muncul ke permukaan. Lebih kurang 10 tahun lamanya, orang-orang yang melakukan kegiatan evaluasi hanya menggunakan model evaluasi tersebut. Hal ini mungkin disebabkan evaluasi belum menjadi studi tersendiri. Ketika itu, orang banyak mempelajari evaluasi dari psikometrik dengan kajian utamanya adalah tes dan pengukuran. Evaluasi lebih banyak diarahkan kepada dimensi hasil, belum masuk ke dimensi-dimensi lainnya. Oleh sebab itu, janganlah heran bila evaluasi banyak dilakukan oleh orang-orang yang “terbentuk” dalam tes dan pengukuran. Studi tentang evaluasi belum begitu menarik perhatian orang banyak, karena kurang memiliki nilai praktis. Baru sekitar tahun 1960-an studi evaluasi mulai berdiri sendiri menjadi salah satu program studi di perguruan tinggi, tidak hanya di jenjang sarjana (S.1) dan magister (S.2) tetapi juga pada jenjang doktor (S.3). Selanjutnya, sekitar tahun 1972, model evaluasi mulai berkembang. Taylor dan Cowley, misalnya, berhasil mengumpulkan berbagai pemikiran tentang model evaluasi dan menerbitkannya dalam suatu buku. Model evaluasi yang dikembangkan lebih banyak menggunakan pendekatan positivisme yang berakar pada teori psikometrik. Dalam model tersebut, nuansa tes dan pengukuran masih sangat kental, sekalipun tidak lagi diidentikkan dengan evaluasi. Penggunaan disain eksperimen seperti yang dikemukakan Campbell dan Stanley (1963) menjadi ciri utama dari model evaluasi. Berkembangnya model evaluasi pada tahun 70-an tersebut diawali dengan adanya pandangan alternatif dari para expert. Pandangan alternatif yang dilandasi sebuah paradigma fenomenologi banyak menampilkan model evaluasi. Dari sekian banyak model-model evaluasi yang dikemukakan, tes dan pengukuran tidak lagi menempati posisi yang menentukan. Penggunaannya hanya untuk tujuan-tujuan tertentu saja, bukan lagi menjadi suatu keharusan, seperti ketika model pertama ditampilkan. Tes dan pengukuran tidak lagi menjadi parameter kualitas suatu studi evaluasi yang dilakukan. Perkembangan lain yang menarik dalam model evaluasi ini adalah adanya suatu upaya untuk bersikap eklektik dalam penggunaan pendekatan positivisme maupun fenomenologi yang oleh Patton (1980) disebut paradigm of choice. Walaupun usaha ini tidak melahirkan model dalam pengertian terbatas tetapi memberikan alternatif baru dalam melakukan evaluasi. Dalam studi tentang evaluasi, banyak sekali dijumpai model-model evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda, sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama. Misalnya saja, Said Hamid Hasan (1988 : 83 – 136) mengelompokkan model evaluasi sebagai berikut : 1. Model evaluasi kuantitatif, yang meliputi : model Tyler, model teoritik Taylor dan Maguire, model pendekatan sistem Alkin, model Countenance Stake, model CIPP, model ekonomi mikro. 2. Model evaluasi kualitatif, yang meliputi : model studi kasus, model iluminatif, dan model responsif. Sementara itu, Kaufman dan Thomas dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin AJ (2007 : 24) membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu : 1. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler. 2. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven. 3. Formatif-Sumatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven 4. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake. 5. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake. 6. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi dilakukan. 7. CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Stufflebeam. 8. Discrepancy Model, yang dikembangkan oleh Provus. Ada juga model evaluasi yang dikelompokkan Nana Sudjana dan R.Ibrahim (2007 : 234) yang membagi model evaluasi menjadi empat model utama, yaitu “measurement, congruence, educational system, dan illumination”. Dari beberapa model evaluasi di atas, beberapa diantaranya akan dikemukakan secara singkat sebagai berikut : 1. Model Tyler Nama model ini diambil dari nama pengembangnya yaitu Tyler. Dalam buku Basic Principles of Curriculum and Instruction, Tyler banyak mengemukakan ide dan gagasannya tentang evaluasi. Salah satu bab dari buku tersebut diberinya judul how can the the effectiveness of learning experience be evaluated ? Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan kepada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil). Dasar pemikiran yang kedua ini menunjukkan bahwa seorang evaluator harus dapat menentukan perubahan tingkah laku apa yang terjadi setelah peserta didik mengikuti pengalaman belajar tertentu, dan menegaskan bahwa perubahan yang terjadi merupakan perub’puyahan yang disebabkan oleh pembelajaran. Penggunaan model Tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran. Istilah yang populer dikalangan guru adalah tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Model ini mensyaratkan validitas informasi pada tes akhir. Untuk menjamin validitas ini maka perlu adanya kontrol dengan menggunakan disain eksperimen. Model Tyler disebut juga model black box karena model ini sangat menekankan adanya tes awal dan tes akhir. Dengan demikian, apa yang terjadi dalam proses tidak perlu diperhatikan. Dimensi proses ini dianggap sebagai “kotak hitam” yang menyimpan segala macam teka-teki. Menurut Tyler, ada tiga langkah pokok yang harus dilakukan, yaitu : a. Menentukan tujuan pembelajaran yang akan dievaluasi. b. Menentukan situasi dimana peserta didik memperoleh kesempatan untuk menunjukkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan. c. Menentukan alat evaluasi yang akan dipergunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik. 2. Model yang Berorientasi pada Tujuan (goal oriented evaluation model) Dalam mendisain suatu program tentu tidak terlepas dari tujuan. Begitu pula dalam pendidikan, kurikulum dan pembelajaran, kita mengenal adanya hirarki tujuan pendidikan, yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Model evaluasi ini menggunakan tujuan-tujuan tersebut sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluasi diartikan sebagai proses pengukuran hinggamana tujuan program telah tercapai. Model ini dianggap lebih praktis untuk mendisain dan mengembangkan suatu program, karena menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang logis antara kegiatan, hasil dan prosedur pengukuran hasil. Tujuan model ini adalah membantu guru merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan antara tujuan dengan kegiatan. Jika rumusan tujuan program dapat diobservasi (observable) dan dapat diukur (measurable), maka kegiatan evaluasi pembelajaran akan menjadi lebih praktis dan simpel. Di samping itu, model ini dapat membantu guru menjelaskan rencana pelaksanaan kegiatan suatu program dengan proses pencapaian tujuan. Instrumen yang digunakan bergantung kepada tujuan yang ingin diukur. Hasil evaluasi akan menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan program berdasarkan kriteria program khusus. Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara tujuan dengan kegiatan dan menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam program. Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan. 3. Model Pengukuran Model pengukuran (measurement model) banyak mengemukakan pemikiran- pemikiran dari R.Thorndike dan R.L.Ebel. Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan pada kegiatan pengukuran. Pengukuran digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat (atribute) tertentu yang dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa, dalam bentuk unit ukuran tertentu. Dalam bidang pendidikan, model ini telah diterapkan untuk mengungkap perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat dan sikap. Hasil evaluasi digunakan untuk keperluan seleksi peserta didik, bimbingan, dan perencanaan pendidikan. Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku peserta didik, mencakup hasil belajar (kognitif), pembawaan, sikap, minat, bakat, dan juga aspek-aspek kepribadian peserta didik. Instrumen yang digunakan pada umumnya adalah tes tertulis (paper and pencil test) dalam bentuk tes objektif, yang cenderung dibakukan. Oleh sebab itu, dalam menganalisis soal sangat memperhatikan difficulty index dan index of discrimination. Model ini menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Norma (norm- referenced assessment). 4. Model Kesesuain (Ralph W.Tyler, John B.Carrol, and Lee J.Cronbach) Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian (congruence) antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi digunakan untuk menyempurnakan sistem bimbingan peserta didik dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan. Objek evaluasi adalah tingkah laku peserta didik, yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan (intended behaviour) pada akhir kegiatan pendidikan, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Untuk itu, teknik evaluasi yang digunakan tidak hanya tes (tulisan, lisan, dan perbuatan), tetapi juga non-tes (observasi, wawancara, skala sikap, dan sebagainya). Model evaluasi ini memerlukan informasi perubahan tingkah laku pada dua tahap, yaitu sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran. Berdasarkan konsep ini, maka guru perlu melakukan pre and post-test. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model evaluasi ini adalah merumuskan tujuan tingkah laku (behavioural objectives), menentukan situasi dimana peserta didik dapat memperlihatkan tingkah laku yang akan dievaluasi, menyusun alat evaluasi, dan menggunakan hasil evaluasi. Oleh sebab itu, model ini menekankan pada pendekatan penilaian acuan patokan (criterion-referenced assessment). 5. Educational System Evaluation Model (Daniel L.Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E.Stake, dan Malcolm M.Provus) Menurut model ini, evaluasi berarti membandingkan performance dari berbagai dimensi (tidak hanya dimensi hasil saja) dengan sejumlah criterion, baik yang bersifat mutlak/intern maupun relatif/ekstern. Model yang menekankan sistem sebagai suatu keseluruhan ini sebenarnya merupakan penggabungan dari beberapa model, sehingga objek evaluasinyapun diambil dari beberapa model, yaitu (1) model countenance dari Stake, yang meliputi : keadaan sebelum kegiatan berlangsung (antecedents), kegiatan yang terjadi dan saling mempengaruhi (transactions), hasil yang diperoleh (outcomes) (2) model CIPP dari Stufflebeam, yang meliputi Context, Input, Process, dan Product (3) model Scriven yang meliputi instrumental evaluation and consequential evaluation (4) model Provus yang meliputi : design, operation program, interim products, dan terminal products. Dari keempat model yang tergabung dalam educational system model, pada kesempatan ini akan dijelaskan secara singkat tentang dua model, yaitu model countenance dan model CIPP. Model Stake menitikberatkan evaluasi pada dua hal pokok, yaitu description dan judgement. Setiap hal tersebut terdiri atas tiga dimensi, seperti telah dijelaskan di atas, yaitu antecedents (context), transaction (process), dan outcomes (output). Description terdiri atas dua aspek, yaitu intents (goals) dan observation (effects) atau yang sebenarnya terjadi. Sedangkan judgement terdiri atas dua aspek, yaitu standard dan judgement. Dalam model ini, evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara satu program dengan program lain yang dianggap standar. Stake mengatakan description berbeda dengan judgement atau menilai. Dalam ketiga dimensi di atas (antecedents, transactions, outcomes), data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program. Menurut Stake, suatu hasil penelitian tidak dapat diandalkan jika tidak dilakukan evaluasi. Secara keseluruhan, model Countenance dapat digambarkan dalam matriks berikut ini : Intens Observations Standards Judgements Rationale Antecedents Transactions Outcomes Description Matrix Judgement Matrix (Robert O.Brinkerhoff, et.al., 1987 : 10) Jika ingin menggunakan model Countenance dalam program pelatihan (misalnya), maka kita dapat menjelaskan hal-hal sebagai berikut : a. Rationale, yaitu menjelaskan pentingnya suatu program pelatihan. b. Antecedents, yaitu kondisi-kondisi yang diharapkan sebelum kegiatan pelatihan berlangsung, seperti motivasi, tingkat keterampilan, dan minat. c. Transactions, yaitu proses atau kegiatan-kegiatan yang saling mempengaruhi selama pelatihan. d. Outcomes, yaitu hasil yang diperoleh dari pelatihan, seperti pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. e. Judgements, yaitu menilai pendekatan dan prosedur yang digunakan dalam pelatihan, para pelatih/instruktur, dan bahan-bahan. f. Intents, yaitu tujuan apa yang diharapkan dari suatu program pelatihan. g. Observations, yaitu apa yang dilihat oleh para pengamat tentang pelaksanaan pelatihan. h. Standards, yaitu apa yang diharapkan dari para stakeholders. i. Judgements, yaitu menilai suatu program, baik yang dilakukan oleh penilai itu sendiri maupun dari pihak-pihak lain. Model CIPP berorientasi kepada suatu keputusan (a decision oriented evaluation approach structured). Tujuannya adalah untuk membantu administrator (kepala sekolah dan guru) di dalam membuat keputusan. Evaluasi diartikan sebagai suatu proses mendeskripsikan, memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan (Stufflebeam, 1973 : 127). Sesuai dengan nama modelnya, model ini membagi empat jenis kegiatan evaluasi, yaitu : a. Context evaluation to serve planning decision, yaitu konteks evaluasi untuk membantu administrator merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan program, dan merumuskan tujuan program. b. Input evaluation, structuring decision. Kegiatan evaluasi bertujuan untuk membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber, alternatif apa yang akan diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. c. Process evaluation, to serve implementing decision. Kegiatan evaluasi ini bertujuan untuk membantu melaksanakan keputusan. Pertanyaan yang harus Anda jawab adalah hinggamana suatu rencana telah dilaksanakan, apakah rencana tersebut sesuai dengan prosedur kerja, dan apa yang harus diperbaiki. d. Product evaluation, to serve recycling decision. Kegiatan evaluasi ini bertujuan untuk membantu keputusan selanjutnya. Pertanyaan yang harus Anda jawab adalah hasil apa yang telah dicapai dan apa yang dilakukan setelah program berjalan. Proses evaluasi tidak hanya berakhir dengan suatu description mengenai keadaan sistem yang bersangkutan, tetapi harus sampai pada judgment sebagai kesimpulan dari hasil evaluasi. Model ini menuntut agar hasil evaluasi digunakan sebagai input untuk decision making dalam rangka penyempurnaan sistem secara keseluruhan. Pendekatan yang digunakan adalah penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP). Untuk memahami lebih jauh tentang model CIPP ini, kita dapat melihat rincian penjelasan keempat dimensi tersebut dari segi tujuan, metode, dan hubungannya dengan pembuatan keputusan menurut (Robert O.Brinkerhoff, et.al., 1987 : 11).Adapun rinciannya adalah : Context Evlauatian Input Evaluation Process Evaluation Product Evaluation Objective To define the nstitutional ontext, to identify the target population and assess their needs, o identify opportunities for addressing the needs, to diagnose problems underlying the needs & to judge whether proposed objectives are sufficienly responsive to the assessed needs. To identify & assess system capabilities,alternative Program strategies, Procedural designs for implementing the strategies,budgets, schedules, and program. To identify or predict, in process, defects in the procedural design or its implementation, to provide information for the preprogrammed decisions, and to record & judge procedural events & activities. To collect descriptions & judgements of outcomes & to relate them to objectives & to context, input & process information & to interpret their worth & merit Method By using such bethods as system analysis,survey, document review, hearings,interviews, diagnostic tests,& the Delplirtechnique. By inventorying & analyzingavailable human & materialresources,solution strategies, & procedural designs for relevance, feasibility & economy. And by using such methods as literature search, visits to “misicle workers”,advocate teams & pilot trials. By monitoring the activity’s potential procedural barriers & remaining alert to unanticipated ones, by obtaining specified information for programmed decisions, by describing the actual process & by continually interacting with & observing the activities of project staff By defining operationally & measuring outcomes criteria, by collecting judgements of outcomes from stakeholders, & by performing both qualitative & quantitative analyses Relation to Desion making in the change proses For deciding upon the setting to be served, the goals associated with meeting needs or using opportunities, & the objectives associated with solving problems, i.e., for planning needed changes. And to provide a basis for judging outcomes For selecting sources of support, solution strategies & procedural designs, i.e., for structuring change activities. And to provide a basis for judging implementation For implementing and refining the program design and procedure, i.e., for effecting process control. And to provide a log of the actual process for later use in interpreting outcomes For deciding to continue, terminate, modify, or refocus a change activity, & present a clear record of effects (intended, positive & negative) 6. Model Alkin Model ini diambil dari nama pengembangnya yaitu Marvin Alkin (1969). Menurut Alkin, evaluasi adalah suatu proses untuk meyakinkan keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan menganalisis informasi, sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Alkin mengemukakan ada lima jenis evaluasi, yaitu : a. Sistem assessment, yaitu untuk memberikan informasi tentang keadaan atau posisi dari suatu sistem. b. Program planning, yaitu untuk membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program. c. Program implementation, yaitu untuk menyiapkan informasi apakah suatu program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat sebagaimana yang direncanakan. d. Program improvement, yaitu memberikan informasi tentang bagaimana suatu program dapat berfungsi, bekerja atau berjalan. Apakah sesuai dengan pencapaian tujuan ? Adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul secara tiba-tiba ? e. Program certification, yaitu memberikan informasi tentang nilai atau manfaat suatu program. 7. Model Brinkerhoff Robert O.Brinkerhoff (1987) mengemukakan dilihat dari segi disain evaluasi, ada tiga jenis evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, yaitu : a. Fixed vs Emergent Evaluation Design Disain evaluasi fixed (tetap) harus direncanakan dan disusun secara sistematik-terstruktur sebelum program dilaksanakan. Namun demikian, disain fixed dapat juga disesuaikan dengan kebutuhan yang sewaktu-waktu dapat berubah. Disain evaluasi ini dikembangkan berdasarkan tujuan program, kemudian disusun pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh dari sumber-sumber tertentu. Begitu juga dengan model analisis yang akan digunakan harus dibuat sebelum program dilaksanakan. Pihak pemakai (user) akan menerima informasi sebagai hasil evaluasi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya, evaluasi formal yang dibuat secara individual menggunakan disain fixed, karena tujuan program sudah ditetapkan sebelumnya. Begitu juga dengan anggaran biaya dan organisasi pelaksana, yang kesemuanya dituangkan dalam sebuah proposal evaluasi. Kegiatan-kegiatan evaluasi yang dilakukan dalam disain fixed ini antara lain menyusun pertanyaan-pertanyaan, menyusun dan menyiapkan instrumen, menganalisis hasil evaluasi, dan melaporkan hasil evaluasi secara formal kepada pihak pemakai. Dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan atau merumuskan masalah, seorang evaluator harus mengacu kepada tujuan program. Di samping itu, evaluator juga harus merangsang audience untuk memperbaiki pertanyaan-pertanyaan yang dianggap kurang relevan. Sesuai dengan kegiatan-kegiatan evaluasi ini, maka wajar bila disain fixed ini banyak memerlukan biaya. Belum lagi proses komunikasi yang harus dibangun secara teratur dan kontinu, baik secara langsung maupun tak langsung antara evaluator dengan audience atau klien. Untuk mengumpulkan data dalam disain ini dapat menggunakan berbagai teknik, seperti tes, observasi, wawancara, kuesioner, dan skala penilaian. Untuk itu, syarat-syarat penyusunan instrumen yang baik, seperti validitas dan reliabilitas tetap harus diperhatikan, karena data yang dikumpulkan biasanya bersifat kuantitatif. Dalam penyusunan disain biasanya didiskusikan terlebih dahulu dengan pihak pemakai, sehingga jika terdapat kekurangan dapat segera diperbaiki. Sementara itu, dalam disain evaluasi emergent, tujuan evaluasi adalah untuk beradaptasi dengan situasi yang sedang berlangsung dan berkembang, seperti menampung pendapat audiensi, masalah-masalah, dan kegiatan program. Proses adaptasi ini tentu memerlukan waktu yang cukup lama, mulai dari awal sampai dengan akhir kegiatan guna menetapkan dan merumuskan tujuan dan isu. Hal ini wajar karena hal tersebut tidak ditentukan sebelumnya. Disini, seorang evaluator tidak perlu mendorong audiensi untuk memikirkan tentang suatu program atau isu- isu evaluasi karena audiensi akan menentukan sendiri isu-isu dan informasi penting lainnya yang diperlukan dalam disain emergent. Selama proses evaluasi, seorang evaluator harus tetap menjalin komunikasi yang kontinu dengan audiensi, sehingga data dan informasi yang dikumpulkan tidak terputus dan tetap utuh. Teknik pengumpulan data dapat menggunakan observasi, studi kasus dan laporan tim pendukung. Pengukuran tidak selalu mengacu kepada tujuan program, seperti yang biasa dilakukan, bahkan seorang evaluator sering mengabaikan penggunaan teknik pengukuran karena informasi yang dibutuhkan lebih bersifat kualitatif-naturalistik. Hal ini dimaksudkan agar informasi yang dikumpulkan lebih banyak, mendalam dan bermanfaat. Dengan demikian, disain akan terus berkembang dan berubah sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan. b. Formative vs Summative Evaluation 8. Illuminative Model (Malcolm Parlett dan Hamilton) Jika model measurement dan congruence lebih berorientasi pada evaluasi kuantitatif-terstruktur, maka model ini lebih menekankan pada evaluasi kualitatif- terbuka (open-ended). Kegiatan evaluasi dihubungkan dengan learning milieu, dalam konteks sekolah sebagai lingkungan material dan psiko-sosial, dimana guru dan peserta didik dapat berinteraksi. Tujuan evaluasi adalah untuk mempelajari secara cermat dan hati-hati terhadap pelaksanaan sistem, faktor-faktor yang mempengaruhinya, kelebihan dan kekurangan sistem, dan pengaruh sistem terhadap pengalaman belajar peserta didik. Hasil evaluasi lebih bersifat deskriptif dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi. Model ini lebih banyak menggunakan judgment. Fungsi evaluasi adalah sebagai input untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian dan penyempurnaan sistem yang sedang dikembangkan. Objek evaluasi model ini mencakup latar belakang dan perkembangan sistem, proses pelaksanaan sistem, hasil belajar peserta didik, kesukaran-kesukaran yang dialami dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, termasuk efek samping dari sistem itu sendiri. Pendekatan yang digunakan lebih menyerupai pendekatan yang diterapkan dalam bidang antropologi sosial, psikiatri, dan sosiologi. Cara-cara yang digunakan tidak bersifat standard, melainkan bersifat fleksibel dan selektif. Berdasarkan tujuan dan pendekatan evaluasi dalam model ini, maka ada tiga fase evaluasi yang harus ditempuh, yaitu : observe, inquiry further, dan seek to explain. 9. Model Responsif Sebagaimana model illuminatif, model ini juga menekankan pada pendekatan kualitatif-naturalistik. Evaluasi tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari berbagai perspektif orang- orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan dengan program. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua komponen program melalui berbagai sudut pandangan yang berbeda. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, maka model ini kurang percaya terhadap hal-hal yang bersifat kuantitatif. Instrumen yang digunakan pada umumnya mengandalkan observasi langsung maupun tak langsung dengan interpretasi data yang impresionistik. Langkah-langkah kegiatan evaluasi meliputi observasi, merekam hasil wawancara, mengumpulkan data, mengecek pengetahuan awal (preliminary understanding) peserta didik dan mengembangkan disain atau model. Berdasarkan langkah-langkah ini, evaluator mencoba responsif terhadap orang-orang yang berkepentingan pada hasil evaluasi. Hal yang penting dalam model responsif adalah pengumpulan dan sintesis data. Kelebihan model ini adalah peka terhadap berbagai pandangan dan kemampuannya mengakomodasi pendapat yang ambigius serta tidak fokus. Sedangkan kekurangannya antara lain (1) pembuat keputusan sulit menentukan prioritas atau penyederhanaan informasi (2) tidak mungkin menampung semua sudut pandangan dari berbagai kelompok (3) membutuhkan waktu dan tenaga. Evaluator harus dapat beradaptasi dengan lingkungan yang diamati. Untuk mempelajari lebih jauh tentang model ini, silahkan Anda membaca buku Stake (1975) atau Lincoln dan Guba (1985). Setelah Anda mempelajari berbagai model evaluasi, model mana yang akan digunakan dalam menilai suatu program ? Jawabannya tentu sangat bergantung kepada tujuan evaluasi yang ditetapkan. Namun demikian, perlu juga Anda pahami bahwa keberhasilan suatu evaluasi program secara keseluruhan bukan hanya dipengaruhi penggunaan yang tepat pada sebuah model evaluasi melainkan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertama, tujuan program, baik tujuan umum maupun tujuan khusus. Seringkali kedua tujuan program ini saling bertentangan satu sama lain dilihat dari kebutuhan dan komponen-komponen program lainnya. Bahkan, kadang-kadang evaluator sendiri mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Semuanya harus dipertimbangkan agar terdapat keseimbangan dan keserasian. Kedua, sistem sekolah. Faktor ini perlu dipertimbangkan dengan matang dan hati-hati karena melibatkan berbagai komponen yang saling berinteraksi dan ketergantungan. Mengingat kompleksnya sistem sekolah, maka fungsi sekolah juga menjadi ganda. Di satu pihak sekolah ingin mewariskan kebudayaan masa lampau dengan sistem norma, nilai dan adat yang dianggap terbaik untuk generasi muda. Di pihak lain, sekolah berkewajiban mempersiapkan peserta didik menghadapi masa depan, memperoleh keterampilan dan kemampuan untuk berinovasi, bahkan menghasilkan perubahan. Jadi, sekolah sekaligus bersikap konservatif-radikal serta reaksioner-progresif. Oleh sebab itu, peranan evaluasi menjadi sangat penting. Tujuannya adalah untuk melihat dan mempertimbangkan hal-hal apa yang perlu diberikan di sekolah. Begitu juga bentuk kurikulum dan silabus mata pelajaran sangat bergantung pada evaluasi yang dilaksanakan oleh guru-guru di sekolah, sehingga timbul masalah lainnya yaitu teknik evaluasi apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan itu. Ketiga, program pembinaan. Banyak program pembinaan yang belum menyentuh secara langsung tentang evaluasi. Program pembinaan guru, misalnya, lebih banyak difokuskan kepada pengembangan kurikulum dan metodologi pembelajaran. Hal ini pula yang menyebabkan perbaikan sistem evaluasi pembelajaran menjadi kurang efektif. Di samping itu, guru juga sering dihadapkan dengan beragam kegiatan, seperti membuat persiapan mengajar, mengikuti kegiatan ekstra kurikuler, penyesuaian diri, dan kegiatan administratif lainnya. Artinya, bagaimana mungkin kualitas sistem evaluasi pembelajaran di sekolah dapat ditingkatkan, bila fokus pembinaan guru hanya menyentuh domain-domain tertentu saja, ditambah lagi dengan kesibukan-kesibukan guru di luar tugas pokoknya sebagai pengajar. Daftar Pustaka http://www.majalahpendidikan.com/ Eko Putro Widoyoko. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Farida Yusuf Tayibnapis. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: PT Rineka Cipta Hamid Hasan. 2009. Evaluasi Kurikulum. cetakan kedua. Bandung: Remaja Rosdakarya Kirkpatrick, D. L. 1998. Evaluating Training Programs: The Four Levels. San Francisco: Berrett-Koehler Publisher, Inc. Kirkpatrick, D. L. 2009. Kirkpatrick’s Training Evaluation Model. Partner, C. 2009. Implementing the Kirkpatrick Evaluation Model Plus. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin. 2009. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, cetakan ketiga. Jakarta: Bumi Aksara Zaenal Arifin. 2009. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, dan Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya