Mau memiliki badan sehat dan umur panjang sekaligus penghasilan tambahan “algae kristal ” salah satu jawabannya. Algae kristal sebagai penghasil water kefir ini hidup dan tumbuh di laut hitam daerah kaukasus, algae kristal juga sebagai penghasil O2, besar sekali manfaat yang bisa kita peroleh dari algae kristal ini. Penduduk di Kaukasus mengetahui keampuhan dari algae kristal ini dan sudah meminum air rendaman dari algae kristal dari masa kanak-kanak, maka dari itu di tempat algae kristal ini tumbuh penduduknya dapat berumur panjang, bisa mencapai umur 110 tahun. Di sini adalah satu-satunya tempat di dunia di mana penduduknya bisa mencapai usia lanjut dengan tubuh yang benar-benar sehat ( menurut nara sumber tak dikenal, di Toscana / Italia juga ada satu daerah yang penduduknya dikenal hidup sehat sampai uzur ).
Manfaat / Khasiat /Kegunaan dari algae kristal ini adalah :
Algae kristal ini sudah diteliti oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI ) klik disini! dan Prof. Merile. Menurut peneliti Prof. Merile , yang sepanjang hidupnya meriset tentang algae kristal penghasil water kefir ini, bahwa di daerah yang disebut di atas tidak dikenal penyakit seperti TBC, Kanker, sakit maag dll. Di Jerman Dr. Dressen sudah menangani Kristal Algae jenis ini sejak Perang Dunia I. Algae Kristal ini dapat menyembuhkan asma, masalah-masalah pernafasan, penyakit liver, gangguan empedu, penyakit kantung kemih, meningkatkan gairah sex dan sebagian besar penyakit-penyakit parah.
Khasiat lain dari algae kristal ini:
Penyakit syaraf, benjolan-benjolan di dalam tubuh, bronchitis, saemtlichen sideroblasten (keime, bahasa jerman), serangan jantung, empedu, liver, infeksi ginjal, sakit kuning, penyakit usus, buang air besar, susah BAB, kurang darah, penyakit luar & eksim. Yang terpenting algae kristal menghilangkan kebusukan-kebusukan dalam usus, bisa menyembuhkannya dan itu membuat orang bisa sehat dan panjang umur. Jika perawatan penyembuhan sudah selesai, algae kristal ini tetap dipelihara seperti ditulis di bawah. Jika sudah tidak mau diminum, airnya dibuang saja atau digunakan untuk mencuci muka.
Kandungan apa saja yang ada di dalam algae kristal?
Water kefir hasil dari rendaman algae kristal ini merupakan simbiosis kompleks antara bakteri dan ragi (yeast) dari Lactobacilli (Lb. Galactose, Lb. brevis, Lb. casei subsp. Casei, Lb. paracasei subsp. Paracasei, Lb. casei subsp. Ramos, Lb. casei subsp. tolerant, Lb. coraciiform subsp. torque ns, Lb. fructose, Lb. hilarities, Lb. homophobia, Lb. planta-rum, Lb. pseudo plantarum, Lb. admonishes) dan Streptococci/lactococci (Streptococcus cremeris, Str. Faecalis, Str. Lactis, Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus damnosus) serta Yeasts (Saccharomyces cerevisiae, S. florentinus, S. pretoriensis, Candida valida, Candida lambica, Kloeckera apiculata, Hansenula yalbensis).
Cara Penggunaan Algae Kristal ini
1. Syaraf : 1 liter/hari
2. Abcess dalam maag : 1 liter/hari ( abcess dalam maag hilang dalam 2 minggu )
3. Ashma dan bronchitis : 1 liter/hari ( untuk ashma butuh waktu agak lama )
4. Kurang darah/masalah sel-sel darah :1 liter/hari ( 2 liter untuk yang sudah parah )
5. Masalah kulit / eksim : 1 liter/hari ( oleskan langsung algae-nya lalu keringkan, muka dan tangan dicuci dengan air. Dalam waktu 1-2 minggu eksim sembuh. Juga untuk yang sudah parah.
6. Jika diminum tiap hari sebanyak 1 liter maka dapat menormalkan tekanan darah tinggi.
7. Kemungkinan dipergunakan juga untuk penyakit syaraf, benjolan-benjolan di dalam tubuh, bronchitis, samtlichen sideroblasten ( kelme ), serangan jantung, empedu, lever, infeksi ginjal, sakit kuning, penyakit usus, buang-buang air, susah BAB, kurang darah, penyakit luar dan eksim.
8. Air kefir yang sudah difermentasi selama 24 jam dapat menekan pertumbuhan sel kanker karena adanya bakteri Lactobacillus acidophilus, Lb kefiri, Lb kefirgranum, Lb parakefir, Lb delbrueckii supbsp. bulgaricus, Lb fructivorans, Lb kefiranofaciens, dan Lactococci.
Bakteri-bakteri tersebut bersama dengan khamir (ragi) bekerjasama secara simbiosis. Bakteri asam laktat tersebut menghasilkan asam laktat yang merangsang pertumbuhan khamir. Sementara khamir menghasilakan factor pendukung pertumbuhan bakteri asam laktat. Polisakarida larut air yang disebut kefiran dihasilkan bakteri asam laktat. Kefiran inilah yang berperan dalam meningkatkan pembentukan system imun dalam tubuh.
Cara memelihara Algae Kristal ini :
1. Taruhlah sekitar 3 sendok teh algae kristal dalam wadah ( semisal teko / moci ) plastik dan masukan ke dalam lemari es jangan letakan di bagian yang beku. Beri 1 Liter air minum, 2 sendok teh gula pasir dan 7 buah kismis kering yang telah dicuci dan tidak mengandung belerang/sulfur, diamkan semalam.
2. Keesokan harinya tuang air rendaman algae kristal itu kedalam botol plastik / gelas. Saring dengan saringan plastik agar algae kristal-nya terjaring, cuci dengan air minum dan masukkan lagi kedalam wadahnya yang sudah dicuci bersih.
3. Beri lagi 2 sendok teh gula pasir dengan 7 kismis yang kemarin. Tambahkan 1 Liter air minum yang baru, lalu simpan lagi . . . begitu seterusnya. Saran : ketika mengganti air, masukkan juga beberapa tetes air yang sudah siap untuk diminum.
4. Air yang sudah dituang dalam botol/gelas siap diminum sebagai obat.
5. Gantilah kismis kering seminggu sekali.
6. Tanpa pemberian gula pasir dan kismis serta pemakaian wadah dari metal dapat membuat algae kristal-nya mati.
Yang Perlu Diperhatikan :
1. Ketika mengganti air baru, masukkan juga beberapa tetes air yang sudah siap untuk diminum
2. Kismis keringnya diganti 1 minggu sekali
3. Tanpa gula pasir dan kismis serta pemakaian wadah metal dapat membuat algae kristal-nya mati
4. Bagi penderita Maag usahakan diminum setelah makan, karena rasanya agak asam
5. Algae Kristal bukan segala-galanya, Algae Kristal hanya salah satu bentuk usaha Kita dalam membantu menyembuhkan penyakit. Untuk itu Yakinlah dan Berdoalah sebelum minum Algae kristal ini, mintalah kepada Tuhan untuk menyembuhkan penyakit yang Kita derita melalui usaha kita ini. Semoga semua penyakit akan sembuh atas ijin Tuhan YME, Amin.
Bagaimana rasa water kefir (air rendaman Algae Kristal) ini?
algae Kristal (biji kefir) mempunyai dua wujud, yang pertama berwarna putih keruh dan yang kedua berwarna bening, Water Kefir (hasil fermentasi algae kristal di air/ berwarna bening) mempunyai rasa masam dan sedikit beralkohol (seperti tuak, atau air buah siwalan atau legen). Sedangakn Milk Kefir (hasil fermentasi kristal algae di susu) berasa seperti yogurt. Jika didiamkan semalam, rasanya seperti air kelapa muda (degan).
Jika didiamkan > 24 jam, rasanya seperti air buah siwalan atau legen ataupun toak ( Tidak Disarankan ).
water kefir / Air algae kristal jepang mengandung konsentrasi alkohol antara 0,5% sampai 3% tergantung lamanya proses fermentasi. Untuk menghindari kandungan alkohol yang tinggi disarankan untuk mengurangi masa fermentasinya, yaitu kurang dari 24 jam dan toples sebaiknya tutupnya dilonggarkan agar gas hasil fermentasinya bisa keluar sehingga bisa mengurangi kandungan alkoholnya. Juga disarankan untuk tidak menggoyang-goyang/mengocok toples karena bisa meningkatkan kandungan alkohol. Air algae kristal tidak disarankan bagi wanita hamil.
Pengalaman & Kesan – Kesan :
Algae Kristal bisa juga didiamkan diluar lemari es dengan terlebih dahulu toplesnya dibungkus dengan kresek hitam supaya tidak terlalu panas, usahakan agar di malam sampai pagi hari algae kristal diletakan di luar rumah agar algae kristal dapat tetap tumbuh dan berkembang.
jika anda berminat silahkan hubungi saya di kota brebes,,,no hp saya 081902904391
Senin, 26 Maret 2012
alga putih jepang
Mau memiliki badan sehat dan umur panjang sekaligus penghasilan tambahan “algae kristal ” salah satu jawabannya. Algae kristal sebagai penghasil water kefir ini hidup dan tumbuh di laut hitam daerah kaukasus, algae kristal juga sebagai penghasil O2, besar sekali manfaat yang bisa kita peroleh dari algae kristal ini. Penduduk di Kaukasus mengetahui keampuhan dari algae kristal ini dan sudah meminum air rendaman dari algae kristal dari masa kanak-kanak, maka dari itu di tempat algae kristal ini tumbuh penduduknya dapat berumur panjang, bisa mencapai umur 110 tahun. Di sini adalah satu-satunya tempat di dunia di mana penduduknya bisa mencapai usia lanjut dengan tubuh yang benar-benar sehat ( menurut nara sumber tak dikenal, di Toscana / Italia juga ada satu daerah yang penduduknya dikenal hidup sehat sampai uzur ).
Manfaat / Khasiat /Kegunaan dari algae kristal ini adalah :
Algae kristal ini sudah diteliti oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI ) klik disini! dan Prof. Merile. Menurut peneliti Prof. Merile , yang sepanjang hidupnya meriset tentang algae kristal penghasil water kefir ini, bahwa di daerah yang disebut di atas tidak dikenal penyakit seperti TBC, Kanker, sakit maag dll. Di Jerman Dr. Dressen sudah menangani Kristal Algae jenis ini sejak Perang Dunia I. Algae Kristal ini dapat menyembuhkan asma, masalah-masalah pernafasan, penyakit liver, gangguan empedu, penyakit kantung kemih, meningkatkan gairah sex dan sebagian besar penyakit-penyakit parah.
Khasiat lain dari algae kristal ini:
Penyakit syaraf, benjolan-benjolan di dalam tubuh, bronchitis, saemtlichen sideroblasten (keime, bahasa jerman), serangan jantung, empedu, liver, infeksi ginjal, sakit kuning, penyakit usus, buang air besar, susah BAB, kurang darah, penyakit luar & eksim. Yang terpenting algae kristal menghilangkan kebusukan-kebusukan dalam usus, bisa menyembuhkannya dan itu membuat orang bisa sehat dan panjang umur. Jika perawatan penyembuhan sudah selesai, algae kristal ini tetap dipelihara seperti ditulis di bawah. Jika sudah tidak mau diminum, airnya dibuang saja atau digunakan untuk mencuci muka.
Kandungan apa saja yang ada di dalam algae kristal?
Water kefir hasil dari rendaman algae kristal ini merupakan simbiosis kompleks antara bakteri dan ragi (yeast) dari Lactobacilli (Lb. Galactose, Lb. brevis, Lb. casei subsp. Casei, Lb. paracasei subsp. Paracasei, Lb. casei subsp. Ramos, Lb. casei subsp. tolerant, Lb. coraciiform subsp. torque ns, Lb. fructose, Lb. hilarities, Lb. homophobia, Lb. planta-rum, Lb. pseudo plantarum, Lb. admonishes) dan Streptococci/lactococci (Streptococcus cremeris, Str. Faecalis, Str. Lactis, Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus damnosus) serta Yeasts (Saccharomyces cerevisiae, S. florentinus, S. pretoriensis, Candida valida, Candida lambica, Kloeckera apiculata, Hansenula yalbensis).
Cara Penggunaan Algae Kristal ini
1. Syaraf : 1 liter/hari
2. Abcess dalam maag : 1 liter/hari ( abcess dalam maag hilang dalam 2 minggu )
3. Ashma dan bronchitis : 1 liter/hari ( untuk ashma butuh waktu agak lama )
4. Kurang darah/masalah sel-sel darah :1 liter/hari ( 2 liter untuk yang sudah parah )
5. Masalah kulit / eksim : 1 liter/hari ( oleskan langsung algae-nya lalu keringkan, muka dan tangan dicuci dengan air. Dalam waktu 1-2 minggu eksim sembuh. Juga untuk yang sudah parah.
6. Jika diminum tiap hari sebanyak 1 liter maka dapat menormalkan tekanan darah tinggi.
7. Kemungkinan dipergunakan juga untuk penyakit syaraf, benjolan-benjolan di dalam tubuh, bronchitis, samtlichen sideroblasten ( kelme ), serangan jantung, empedu, lever, infeksi ginjal, sakit kuning, penyakit usus, buang-buang air, susah BAB, kurang darah, penyakit luar dan eksim.
8. Air kefir yang sudah difermentasi selama 24 jam dapat menekan pertumbuhan sel kanker karena adanya bakteri Lactobacillus acidophilus, Lb kefiri, Lb kefirgranum, Lb parakefir, Lb delbrueckii supbsp. bulgaricus, Lb fructivorans, Lb kefiranofaciens, dan Lactococci.
Bakteri-bakteri tersebut bersama dengan khamir (ragi) bekerjasama secara simbiosis. Bakteri asam laktat tersebut menghasilkan asam laktat yang merangsang pertumbuhan khamir. Sementara khamir menghasilakan factor pendukung pertumbuhan bakteri asam laktat. Polisakarida larut air yang disebut kefiran dihasilkan bakteri asam laktat. Kefiran inilah yang berperan dalam meningkatkan pembentukan system imun dalam tubuh.
Cara memelihara Algae Kristal ini :
1. Taruhlah sekitar 3 sendok teh algae kristal dalam wadah ( semisal teko / moci ) plastik dan masukan ke dalam lemari es jangan letakan di bagian yang beku. Beri 1 Liter air minum, 2 sendok teh gula pasir dan 7 buah kismis kering yang telah dicuci dan tidak mengandung belerang/sulfur, diamkan semalam.
2. Keesokan harinya tuang air rendaman algae kristal itu kedalam botol plastik / gelas. Saring dengan saringan plastik agar algae kristal-nya terjaring, cuci dengan air minum dan masukkan lagi kedalam wadahnya yang sudah dicuci bersih.
3. Beri lagi 2 sendok teh gula pasir dengan 7 kismis yang kemarin. Tambahkan 1 Liter air minum yang baru, lalu simpan lagi . . . begitu seterusnya. Saran : ketika mengganti air, masukkan juga beberapa tetes air yang sudah siap untuk diminum.
4. Air yang sudah dituang dalam botol/gelas siap diminum sebagai obat.
5. Gantilah kismis kering seminggu sekali.
6. Tanpa pemberian gula pasir dan kismis serta pemakaian wadah dari metal dapat membuat algae kristal-nya mati.
Yang Perlu Diperhatikan :
1. Ketika mengganti air baru, masukkan juga beberapa tetes air yang sudah siap untuk diminum
2. Kismis keringnya diganti 1 minggu sekali
3. Tanpa gula pasir dan kismis serta pemakaian wadah metal dapat membuat algae kristal-nya mati
4. Bagi penderita Maag usahakan diminum setelah makan, karena rasanya agak asam
5. Algae Kristal bukan segala-galanya, Algae Kristal hanya salah satu bentuk usaha Kita dalam membantu menyembuhkan penyakit. Untuk itu Yakinlah dan Berdoalah sebelum minum Algae kristal ini, mintalah kepada Tuhan untuk menyembuhkan penyakit yang Kita derita melalui usaha kita ini. Semoga semua penyakit akan sembuh atas ijin Tuhan YME, Amin.
Bagaimana rasa water kefir (air rendaman Algae Kristal) ini?
algae Kristal (biji kefir) mempunyai dua wujud, yang pertama berwarna putih keruh dan yang kedua berwarna bening, Water Kefir (hasil fermentasi algae kristal di air/ berwarna bening) mempunyai rasa masam dan sedikit beralkohol (seperti tuak, atau air buah siwalan atau legen). Sedangakn Milk Kefir (hasil fermentasi kristal algae di susu) berasa seperti yogurt. Jika didiamkan semalam, rasanya seperti air kelapa muda (degan).
Jika didiamkan > 24 jam, rasanya seperti air buah siwalan atau legen ataupun toak ( Tidak Disarankan ).
water kefir / Air algae kristal jepang mengandung konsentrasi alkohol antara 0,5% sampai 3% tergantung lamanya proses fermentasi. Untuk menghindari kandungan alkohol yang tinggi disarankan untuk mengurangi masa fermentasinya, yaitu kurang dari 24 jam dan toples sebaiknya tutupnya dilonggarkan agar gas hasil fermentasinya bisa keluar sehingga bisa mengurangi kandungan alkoholnya. Juga disarankan untuk tidak menggoyang-goyang/mengocok toples karena bisa meningkatkan kandungan alkohol. Air algae kristal tidak disarankan bagi wanita hamil.
Pengalaman & Kesan – Kesan :
Algae Kristal bisa juga didiamkan diluar lemari es dengan terlebih dahulu toplesnya dibungkus dengan kresek hitam supaya tidak terlalu panas, usahakan agar di malam sampai pagi hari algae kristal diletakan di luar rumah agar algae kristal dapat tetap tumbuh dan berkembang.
jika anda berminat nanti saya kasih...silahkan hubungi 081902904391(semarang,unnes)
Manfaat / Khasiat /Kegunaan dari algae kristal ini adalah :
Algae kristal ini sudah diteliti oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI ) klik disini! dan Prof. Merile. Menurut peneliti Prof. Merile , yang sepanjang hidupnya meriset tentang algae kristal penghasil water kefir ini, bahwa di daerah yang disebut di atas tidak dikenal penyakit seperti TBC, Kanker, sakit maag dll. Di Jerman Dr. Dressen sudah menangani Kristal Algae jenis ini sejak Perang Dunia I. Algae Kristal ini dapat menyembuhkan asma, masalah-masalah pernafasan, penyakit liver, gangguan empedu, penyakit kantung kemih, meningkatkan gairah sex dan sebagian besar penyakit-penyakit parah.
Khasiat lain dari algae kristal ini:
Penyakit syaraf, benjolan-benjolan di dalam tubuh, bronchitis, saemtlichen sideroblasten (keime, bahasa jerman), serangan jantung, empedu, liver, infeksi ginjal, sakit kuning, penyakit usus, buang air besar, susah BAB, kurang darah, penyakit luar & eksim. Yang terpenting algae kristal menghilangkan kebusukan-kebusukan dalam usus, bisa menyembuhkannya dan itu membuat orang bisa sehat dan panjang umur. Jika perawatan penyembuhan sudah selesai, algae kristal ini tetap dipelihara seperti ditulis di bawah. Jika sudah tidak mau diminum, airnya dibuang saja atau digunakan untuk mencuci muka.
Kandungan apa saja yang ada di dalam algae kristal?
Water kefir hasil dari rendaman algae kristal ini merupakan simbiosis kompleks antara bakteri dan ragi (yeast) dari Lactobacilli (Lb. Galactose, Lb. brevis, Lb. casei subsp. Casei, Lb. paracasei subsp. Paracasei, Lb. casei subsp. Ramos, Lb. casei subsp. tolerant, Lb. coraciiform subsp. torque ns, Lb. fructose, Lb. hilarities, Lb. homophobia, Lb. planta-rum, Lb. pseudo plantarum, Lb. admonishes) dan Streptococci/lactococci (Streptococcus cremeris, Str. Faecalis, Str. Lactis, Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus damnosus) serta Yeasts (Saccharomyces cerevisiae, S. florentinus, S. pretoriensis, Candida valida, Candida lambica, Kloeckera apiculata, Hansenula yalbensis).
Cara Penggunaan Algae Kristal ini
1. Syaraf : 1 liter/hari
2. Abcess dalam maag : 1 liter/hari ( abcess dalam maag hilang dalam 2 minggu )
3. Ashma dan bronchitis : 1 liter/hari ( untuk ashma butuh waktu agak lama )
4. Kurang darah/masalah sel-sel darah :1 liter/hari ( 2 liter untuk yang sudah parah )
5. Masalah kulit / eksim : 1 liter/hari ( oleskan langsung algae-nya lalu keringkan, muka dan tangan dicuci dengan air. Dalam waktu 1-2 minggu eksim sembuh. Juga untuk yang sudah parah.
6. Jika diminum tiap hari sebanyak 1 liter maka dapat menormalkan tekanan darah tinggi.
7. Kemungkinan dipergunakan juga untuk penyakit syaraf, benjolan-benjolan di dalam tubuh, bronchitis, samtlichen sideroblasten ( kelme ), serangan jantung, empedu, lever, infeksi ginjal, sakit kuning, penyakit usus, buang-buang air, susah BAB, kurang darah, penyakit luar dan eksim.
8. Air kefir yang sudah difermentasi selama 24 jam dapat menekan pertumbuhan sel kanker karena adanya bakteri Lactobacillus acidophilus, Lb kefiri, Lb kefirgranum, Lb parakefir, Lb delbrueckii supbsp. bulgaricus, Lb fructivorans, Lb kefiranofaciens, dan Lactococci.
Bakteri-bakteri tersebut bersama dengan khamir (ragi) bekerjasama secara simbiosis. Bakteri asam laktat tersebut menghasilkan asam laktat yang merangsang pertumbuhan khamir. Sementara khamir menghasilakan factor pendukung pertumbuhan bakteri asam laktat. Polisakarida larut air yang disebut kefiran dihasilkan bakteri asam laktat. Kefiran inilah yang berperan dalam meningkatkan pembentukan system imun dalam tubuh.
Cara memelihara Algae Kristal ini :
1. Taruhlah sekitar 3 sendok teh algae kristal dalam wadah ( semisal teko / moci ) plastik dan masukan ke dalam lemari es jangan letakan di bagian yang beku. Beri 1 Liter air minum, 2 sendok teh gula pasir dan 7 buah kismis kering yang telah dicuci dan tidak mengandung belerang/sulfur, diamkan semalam.
2. Keesokan harinya tuang air rendaman algae kristal itu kedalam botol plastik / gelas. Saring dengan saringan plastik agar algae kristal-nya terjaring, cuci dengan air minum dan masukkan lagi kedalam wadahnya yang sudah dicuci bersih.
3. Beri lagi 2 sendok teh gula pasir dengan 7 kismis yang kemarin. Tambahkan 1 Liter air minum yang baru, lalu simpan lagi . . . begitu seterusnya. Saran : ketika mengganti air, masukkan juga beberapa tetes air yang sudah siap untuk diminum.
4. Air yang sudah dituang dalam botol/gelas siap diminum sebagai obat.
5. Gantilah kismis kering seminggu sekali.
6. Tanpa pemberian gula pasir dan kismis serta pemakaian wadah dari metal dapat membuat algae kristal-nya mati.
Yang Perlu Diperhatikan :
1. Ketika mengganti air baru, masukkan juga beberapa tetes air yang sudah siap untuk diminum
2. Kismis keringnya diganti 1 minggu sekali
3. Tanpa gula pasir dan kismis serta pemakaian wadah metal dapat membuat algae kristal-nya mati
4. Bagi penderita Maag usahakan diminum setelah makan, karena rasanya agak asam
5. Algae Kristal bukan segala-galanya, Algae Kristal hanya salah satu bentuk usaha Kita dalam membantu menyembuhkan penyakit. Untuk itu Yakinlah dan Berdoalah sebelum minum Algae kristal ini, mintalah kepada Tuhan untuk menyembuhkan penyakit yang Kita derita melalui usaha kita ini. Semoga semua penyakit akan sembuh atas ijin Tuhan YME, Amin.
Bagaimana rasa water kefir (air rendaman Algae Kristal) ini?
algae Kristal (biji kefir) mempunyai dua wujud, yang pertama berwarna putih keruh dan yang kedua berwarna bening, Water Kefir (hasil fermentasi algae kristal di air/ berwarna bening) mempunyai rasa masam dan sedikit beralkohol (seperti tuak, atau air buah siwalan atau legen). Sedangakn Milk Kefir (hasil fermentasi kristal algae di susu) berasa seperti yogurt. Jika didiamkan semalam, rasanya seperti air kelapa muda (degan).
Jika didiamkan > 24 jam, rasanya seperti air buah siwalan atau legen ataupun toak ( Tidak Disarankan ).
water kefir / Air algae kristal jepang mengandung konsentrasi alkohol antara 0,5% sampai 3% tergantung lamanya proses fermentasi. Untuk menghindari kandungan alkohol yang tinggi disarankan untuk mengurangi masa fermentasinya, yaitu kurang dari 24 jam dan toples sebaiknya tutupnya dilonggarkan agar gas hasil fermentasinya bisa keluar sehingga bisa mengurangi kandungan alkoholnya. Juga disarankan untuk tidak menggoyang-goyang/mengocok toples karena bisa meningkatkan kandungan alkohol. Air algae kristal tidak disarankan bagi wanita hamil.
Pengalaman & Kesan – Kesan :
Algae Kristal bisa juga didiamkan diluar lemari es dengan terlebih dahulu toplesnya dibungkus dengan kresek hitam supaya tidak terlalu panas, usahakan agar di malam sampai pagi hari algae kristal diletakan di luar rumah agar algae kristal dapat tetap tumbuh dan berkembang.
jika anda berminat nanti saya kasih...silahkan hubungi 081902904391(semarang,unnes)
pengertian komunikasi massa
Khalayak Komunikasi Massa
Dalam keseharian ketertiban kita terhadap media massa sangat tinggi. Penggunaan waktu kita untuk media massa Iebih besar dibandingkan dengan aktivitas lain. Jefres mengemukakan beberapa alasan mengapa orang menggunakan media massa, yaitu:
1. situasi konsumsi/penggunaan media
2. pola penggunaan media massa
Dari masing-masing individu, penggunaan terhadap media massa mempunyai seleranya sendiri-sendiri, ada yang suka membaca surat kabar, menonton TV atau mendengarkan radio. Jefres menggambarkan adanya dua pendekatan yang digunakan untuk melihat mengapa terjadi perbedaan yang sifatnya individual seperti tersebut di atas, yaitu:
1. pendekatan kategori sosial
2. pendekatan uses and gratification
Kemudian Katz, Gurevitch dan Hass mengidentifikasi lima kelompok kebutuhan dalam hal penggunaan media, yaitu:
1. kebutuhan kognitif
2. kebutuhan afektif
3. kebutuhan integratif
4. kebutuhan untuk memperkuat kontak dengan keluarga, teman dan dunia luar
5. kebutuhan untuk melepaskan ketegangan
Di samping kebutuhan akan penggunaan media, reaksi dari khalayak terhadap media massa juga ada. Menurut Melvin DeFleur dan Sandra Ball rakeach terdapat tiga perpektif tentang reaksi khalayak terhadap media, yaitu:
1. perspektif perbedaan invidual
2. perspektif kategori sosial
3. perspektif hubungan sosial
Pengaruh Media pada Individu
Media berpengaruh terhadap individu. Untuk mengetahui hal itu telah diadakan beberapa penelitian atau studi komunikasi. Studi-studi tersebut mendorong lahirnya “Teori Peluru Ajaib” atau yang disebut juga “Teori Jarum Hipordemik” dan “Teori Stimulus-Respons (S-R).
Kesimpulan dari studi-studi komunikasi lainnya dapat dikatakan bahwa ada kalangan yang dapat dipengaruhi secara kuat, namun ada juga yang kurang bisa dipengaruhi. Hal tersebut tergantung dari kapasitas seseorang untuk mengambil keputusan intelegensi atau yang disebut daya kritis.
Erie Country Study menemukan bahwa media massa tidak mengontrol cara berpikir pemilih. Media massa disini lebih berfungsi untuk memperteguh keyakinan yang ada. Tiga bentuk pengaruh media tersebut adalah aktivasi, penguatan dan konversi.
Studi Lazarsfeld dan kawan-kawan memperkenalkan sebuah konsep baru tentang Arus Komunikasi Dua Tahap. Dua tahap komunikasi tersebut adalah komunikasi dari media ke pemuka pendapat dan dari pemuka pendapat ke masyarakat. Studi ini mengatakan bahwa bukanlah pengaruh media, melainkan pengaruh personal pemuka pendapat tersebut.
Klapper menyimpulkan bahwa media massa tidak dengan sendirinya menyebabkan khalayak menjadi lebih apatis, pasif maupun agresif, namun (mungkin sekali) memperkuat kecenderungan-kecenderungan yang telah ada di kalangan penerima.
Pada periode selanjutnya berkembang dua model yaitu pendekatan “uses gratificaton” dan “agenda setting”. Pendekatan “uses gratification” menunjukkan bergesernya fokus penelitian dari sumber ke komunikan. Sedangkan pada pendekatan” agenda setting” memfokuskan perhatian pada efek media massa terhadap pengetahuan.
Efek Media Massa
Efek media massa adalah suatu efek yang berasal dari perlakuan media massa kepada kita. Ada 3 pendekatan dalam media massa yakni: efek media massa, perubahan pada diri khalayak komunikasi massa dan tinjauan suatu observasi yang dikenai efek komunikasi massa.
Efek kehadiran masa secara fisik memberikan 5 efek yakni: efek ekonomis, efek sosial, efek penjadwalan kembali kegiatan sehari-hari, efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu dan efek pada perasaan orang terhadap media.
Pesan media massa memberikan efek kognitif, efektif dan behavioral kepada khalayak penerima. Selain efek-efek negatif media massa juga memberikan efek positif dengan menimbulkan efek prososial. Tiga wilayah efek prososial, antara lain efek terapetik, pengembangan kendali diri, kerja sama membagi dan membantu.
PSIKOLOGI KOMUNIKATOR
A.Pengantar
Ilustrasi, pada saat anda mengendarai sepeda motor / mobil tiba tiba anda menerobos lampu merah,dan ada seseorang yg menghampiri anda mengenakan baju setelan berwarna coklat,memakai topi, dan dikalungkannya pluit.Sesaat kemudian dia hormat kepada anda dan menanyakan “ boleh saya lihat SIM / STNK anda “.Apa yang anda pikirkan tentang seseorang yang menghampiri anda itu? mungkin dengan cepat anda berkesimpulan bahwa dia adalah seorang POLISI.
Itulah psikologi komunikator. Artinya, untuk bisa dipercayai orang lain diperlukan bukah saja bisa/dapat berbicara tetapi juga memerlukan ”penampilan” yang meyakinkan. He doesn’t communicate what he says, he communicates what he is. Artinya ia tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia katakan. Pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan atau menyampaikan semua pesan-pesan tersebut. Bahkan kadang-kadang unsur “siapa” ini lebih penting dari unsur “apa”. Memang pakaian bukanlah segala-galanya, tetapi banyak teori psikologi yang mengatakan bahwa penampilan akan membuat image lain bagi seseorang.
Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik ( good sense, good moral, character, good will).Pendapat Aristoteles ini diuji secara ilmiah 2300 tahun kemudian oleh Carl Hovland dan Walter Weiss (1951). Mereka melakukan eksperimen pertama tentang psikologi komunikator. Kepada sejumlah besar subjek disampaikan pesan tentang kemungkinan membangun kapal selam yang digerakkan oleh tenaga atom (waktu itu, menggunakan energi atom masih merupakan impian).
Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari dua unsur : Expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya). Ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh terhadap khalayak bukan saja apa yang ia katakan (pesan), tetapi penampilannya, keadaan dirinya, cara berpakaiannya, model sisir rambutnya juga berpengaruh terhadap khalayak, dan sekaligus semuanya mendapat penilaian dari khalayak pada saat itu.
Pada modul ini kita akan membahas mengenai psikologi komunikator yang di dalamnya melibatkan tiga komponen penting, yaitu ethos, pathos dan logos. Khusus untuk bagian ethos kita akan bahas secara mendalam untuk mendapatkan pengertian yang lebih luas.
B. ETHOS
Ethos diartikan sebagai sumber kepercayaan (source credibility) yang ditunjukkan oleh seorang orator (komunikator) bahwa ia memang pakar dalam bidangnya, sehingga oleh karena seorang ahli, maka ia dapat dipercaya. Seorang komunikator yang handal, mau tidak mau harus melengkapi dirinya dengan dimensi ethos ini yang memungkinkan orang lain menjadi percaya. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral character, good will).
Ada beberapa pendapat mengenai penamaan ethos ini, di antaranya adalah:
1. McCroskey menyebutnya authoritativeness
2. Markham menyebutnya reliablelogical
3. Berlo, Lemert dan Mertz menyebutnya qualification
Secara teoretik, ethos bukanlah variabel tunggal, melainkan ethos memiliki atau terdiri dari beberapa dimensi, yaitu kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Satu sama lain bisa berdiri sendiri, tetapi pada suatu “saat” mungkin akan menyatu. Artinya, seseorang memiliki ethos yang terdeskripsikan pada kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan
Dimensi-dimensi Ethos
Dimensi ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator, yaitu ;
1). Kredibilitas
2). Atraksi
3). Kekuasaan
Sebelum ketiga faktor tersebut diuraikan, terlebih dahulu akan dijelaskan pengaruh komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Herbert C. Kelman.
Menurut Kelman, pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa 3 hal :
1. Internalisasi
2. Identifikasi
3. Ketundukan (compliance)
• Internalisasi
Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Kita menerima gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain karena gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain itu berguna untuk memecahkan masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai kita. Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. Misalnya kita berhenti merokok, karena kita ingin memelihara kesehatan kita karena kita tahu bahwa merokok tidak sesuai nilai-nilai yang kita anut.Dimensi ethos yang paling relevan dalam hal ini adalah kredibilitas, yaitu keahlian yang dimiliki oleh komunikator atau kepercayaan kita pada komunikator.
• Identifikasi
Identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri. Dalam identifikasi, individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peranan orang lain. Dengan perkataan lain, ia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain. Dengan mengatakan apa yang ia katakan, melakukan apa yang ia lakukan, mempercayai apa yang ia percayai, individu mendefinisikan dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya.Identifikasi terjadi ketika anak berperilaku mencontoh ayahnya, murid meniru tindak tanduk gurunya, atau penggemar bertingkah dan berpakaian seperti bintang yang dikaguminya.Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi ialah atraksi (daya tarik komunikator).
• Ketundukan
Ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok lain tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya.
Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan.
Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena takut dipecat, pegawai negeri yang masuk parpol tertentu karena kuatir diberhentikan, petani yang menanam sawahnya karena ancaman pamong desa adalah contoh-contoh ketundukan, Dimensi ethos yang berkaitan dengan ketundukan ialah kekuasaan.
• Dimensi-dimensi Ethos
1. KREDIBILITAS
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tantang sifat-sifat komunikator. Dari definisi ini terkandung dua hal, yaitu :
Pertama : kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi tidak inheren dalam diri komunikator Kedua : kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator (disebut juga komponen-komponen kredibilitas).
Sejatinya, inti dari kredibilitas adalah persepsi, yang secara sederhana dapat diartikan pandangan komunikate terhadap komunikator. Oleh karena itu persepsi tidaklah tetap melainkan berubah-ubah bergantung kepada pelaku persepsi (komunikate), topik yang dibahas, dan situasi.
Misalnya, seorang dosen begitu didengar oleh mahasiswanya, tetapi belum tentu di depan rektornya. Ini mengandung arti bahwa persepsi mahasiswa dan persepsi rektor sangat berbeda, tergantung siapa yang memberikan persepsi tersebut.
Contoh lain misalnya, anda seorang mahasiswa akan sangat dikagumi apabila anda KKN (kuliah kerja nyata) di daerah terpencil (pelosok pedesaan). Tetapi mungkin anda akan dianggap biasa saja di lingkungan masyarakat kota yang terdidik. Sekali lagi harus dikatakan bahwa kredibilitas akan sangat tergantung kepada “siapa” yang memberi persepsi. Karena persepsi merupakan pandangan orang lain (komunikate), maka persepsi itu dapat dimanipulasi dengan cara menggunakan beragam atribut/asesoris yang dapat mengubah persepsi orag lain terhadap komunikator. Misalnya, seorang profesor dari perguruan tinggi terkemuka didandani pakaian robek-robek, lusuh dan dekil. Maka kita dapat meramalkan kredibilitas sang profesor tersebut akan jatuh, akan lain halnya apabila sang profesor tersebut mengunakan jas dan dasi lengkap.
Dengan demikian kredibilitas dapat dibentuk, dimanupulasi berdasarkan keinginan tertentu. Persepsi komunikate terhadap komunikator tidaklah berdiri sendiri, salah satunya dipengaruhi prior ethos, yaitu persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasi. Adapun prior ethos dapat dibangun melalui:
1. Dibangun melalui pengalaman langsung (artinya komunikate dan komunikator pernah bertemu langsung).
2. Dibangun melalui pengalaman wakilan (vicarious experiences). Misalnya, komunikator sering ditampilkan oleh media massa sebagai seseorang yang “hebat”, maka komunikate akan memberikan persepsi baik meskipun belum pernah berjumpa tatap muka (langsung).
3. Dibangun melaui kelompok rujukan (dibangun melalui skema kognitif). Misalnya: anda akan mendengarkan petuah seseorang yang diperkenalkan sebagai kiyai haji. Gelar (kiyai/haji) dinisbatkan kepada orang yang memiliki ilmu “luhur”, oleh karena itu persepsi kita akan terpengaruh oleh gelar-gelar tersebut.
Selain prior ethos, pesepsi komunikate terhadap komunikator dipengaruhi pula oleh intrinsic ethos. Secara sederhana intrinsic ethos adalah kepercayaan yang datangnya dari dalam diri komunikator secara berproses (terjemahan penulis). Misalnya, pada suatu kesempatan anda diundang untuk mendengarkan ceramah seseorang. Seseorang (komunikator) tersebut terlihat menggunakan pakaian seadanya: celana jeans sedikit agak lusuh, mengenakan kaos tanpa kerah, serta hanya mengunakan sendal gunung. Ia akan berbicara tentang kemiskinan dan kaitannya dengan fenomena bunuh diri dikalangan masyarakat tidak mampu. Setelah beberapa saat komunikator tersebut berbicara, pembicaraannya begitu mendalam dengan menggunakan contoh-contoh yang mudah dimengerti serta tata susunan bahasaya yang menawan. Maka perlahan-lahan komuniktor tersebut menampakan kredibilitasnya yang tinggi. Kredibilitas akan sangat ditentkan oleh persepsi. Di samping itu, terdapat dua komponen yang menentukan kredibilitas, yaitu:
1. Keahlian adalah kesan yang dibentuk oleh komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubunganya dengan topik yang dibicarakan. Indikatornya adalah cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih.
2. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Indikatornya adalah jujur, tulus, bermoral, adil, sopan dan etis. Aristoteles menyebut indikator tersebut dengan: good moral character.
Tokoh lain, Koehler, Annatol, dan Applbaum menambahkan empat komponen kredibilitas, yaitu:
1. Dinamisme: bila komunikator dipandang bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Lawannya: pasif, ragu-ragu, lesu dan lemah.
2. Sosiabilitas: bila komunikator sebagai seorang yang periang dan sangat bergaul (gaul gitu lho...)
3. Koorientasi: bila komunikator mewakili kelompok yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita.
4. Karisma: bila komunikator menunjukkan sifat luar biasa yang dimilikiya sehingga dapat menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet.
Effendy, menyebut beberapa hal yang terkait dengan ethos, di antaranya:
1. Komponen-komponen ethos yang meliputi:
- competence (kemampuan/kewenangan)
- integrity (integritas/kejujuran)
- good will (tenggang rasa)
2. Faktor-faktor pendukung ehos
- persiapan (preparation)
- kesungguhan (seriousness)
- ketulusan (sincerity)
- kepercayaan (confidence)
- ketenangan (poise)
- keramahan (friendship)
- kesederhanaan (moderation)
2. ATRAKSI
Atraksi (attractiveness) adalah daya tarik komunikator yang besumber dari fisik. Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik (fisik), misalnya, komunikator disenangi atau dikagumi yang memungkinkan komunikate menerima kepuasan. Atau daya tarik ini disebabkan oleh adanya faktor kesamaan antara komunikator dan komunikate, sehingga memungkinkan komunikate tunduk terhadap pesan yang dikomunikasikan komunikator. Daya tarik fisik adalah salah satu yang dapat menyebabkan pihak lain (komunikate) merasa tertarik kepada komunikator. Misalnya, kita menyenangi orang-orang yang cantik atau tampan, atau mungkin kita akan menyenangi orang-orang yang memiliki banyak kesamaan dengan kita, atau mungkin juga kita akan menyenangi orang-orang yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari kita. Hal-hal itu terkait dengan daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Komunikator yang menarik secara fisik akan memiliki daya tarik tersendiri yang memungkinkan ia memiliki pesona persuasif.
Daya tarik pun dapat dikarenakan oleh homophily dan heterophily di antara komunikator dan komunikate. Homophily terjadi ketika antara komunikator dan komunikate merasa ada kesamaan dalam: status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan. Kesamaan ini menjadi daya tarik. Oleh karena itu, komunikator yang ingin memengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan komunikate. Upaya ini dalam konteks retorika disebut “strategy of identification” ujar Kenneth Burke, atau “establishing common grounds”.
Heterophily, terdapat perbedaan staus ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan antara komunikator dan komunikate. Namun demikian, komunikasi akan lebih efektif pada kondisi yang memiliki homophily. Pada kondisi homophily komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikate akan lebih efektif dalam berkomunikasi, sebab:
1. Kesamaan mempermudah proses penyandibalikan (decoding), yaitu proses menerjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan.
2. Kesamaan membantu membangun premis yang sama. Premis yang sama mempermudah proses deduksi.
3. Kesamaan menyebabkan komunikate tertarik pada komunikator. Kita cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan kita. Karena kita menyukai komunikator maka kita cenderung akan menerima gasgasan gagasannya.
4. Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya kepada komunikator (meskipun alasan ini belum dibuktikan secara sahih).
3.KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Ketundukan timbul dari interaksi antara komunikator dan komunikate. Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya penting (critical reseorces). Atas dasar kekuasaan French dan Raven menyebut beberapa jenis kekuasaan, yaitu:
1. Kekuasaan Koersif (coersive power): menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau mendatangkan hukuman bagi komunikate. Misalnya hukuman yang bersifat personal: benci atau kasih sayang.
2. Kekuasaan Keahlian (Expert Power): berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator. Seorang dosen memiliki kekuasaan keahlian, sehingga ia dapat menyuruh mahasiswanya menafsirkan suatu teori sesuai dengan pendapatnya.
3. Kekuasaan Informasional (Informational Power): berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator. Seorang ahli mesin dapat menyarankan manajernya untuk membeli mesin jenis/keluaran baru yang lebih baik cara kerjanya.
4. Kekuasaan rujukan (Referent Power): Komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Misalnya: menjadikan komunikator sebagai teladan, karena perilakunya yang baik.
5. Kekuasaan Legal (Legitimate Power): berasal dari seperangkat aturan atau norma yang menyebabkan komunikator berwewenang untuk melakukan suatu tindakan. Misalnya: seorang manajer bisa saja mengeluarkan pegawainya yang melanggar aturan.
Komunikator yang baik
Jika individu akan menyampaikan suatu pesan, informasi ataupun gagasan kepada individu yang lain secara baik, maka diperlukan niatan dan motivasi yang baik pula. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi antara lain
a. Adanya kesiapan, artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, waktu penyampaian dan salurannya harus dipersiapkan dahulu secara matang.
b. Kesungguhan, artinya apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius. Hal ini dapat dilihat dan dirasakan oleh komunikan dari bahasa Verbal maupun non-verbal
c. Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada individu yang lain pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang akan disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk individu tersebut
d. Kepercayaan Diri, artinya jika individu memiliki rasa percaya diri maka hal ini sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya dan bagi penerimanya.
e. Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang disampaikan, individu harus bersikap tenang, tidak emosi memancing emosi penerima, karena dengan adanya ketenangan maka informasi akan lebih jelas, baik dan lancer.
f. Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang, senag dan aman bagi penerima.
g. Kesederhanaan, artinya didalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan lengkap maka memberikan kejelasan dan pemahaman.
C.PHATOS
Pathos diartikan sebagai “imbauan emosional (emitional appeals)” yang ditunjukkan oleh seorang rhetor dengan menampilkan gaya dan bahasanya yang membangkitkan kegairahan dengan semangat yang berkobar-kobar pada khalayak. Sejatinya, pathos ini perlu dimiliki oleh seorang ahli pidato (rethor) yang tercemin dari gaya serta bahasanya yang mampu membangkitkan khalayak untuk tujuan-tujuan tertentu. Indonesia memiliki Ir. Soekarno yang memiliki pesona dalam berbicara di depan umum (publik). Semangat pergerakan untuk mengusir penjajah pada waktu itu, bukan semata-mata ditentukan oleh ujung senjata, melainkan pula terletak diujung lidah. Retorika yang baik akan sanggup “membius” khalayak untuk bersatu mengusir penjajah.
D.LOGOS
Logos diartikan sebagai “imbauan logis (logical appeals) yang ditunjukkan oleh seorang orator bahwa uraiannya masuk akal sehingga patut diikuti dan dilaksanakan oleh khalayak. Sama halnya dengan pathos, logos pun perlu dimiliki oleh seorang orator/rethor. Kahaayak akan mau dan “bersuka rela” mengikuti ajakan/anjuran komunikator apabila pesannya disampaikan dengan uraiannya yang masuk akal, dan dengan argumentasi yang kuat. Tidak semua orang memiliki logos dalam setiap perkataan yang disampaikanya. Mungkin ada orang yang cenderung memiliki pathos daripada logos atau sebaliknya. Ada satu mitos yang mungkin anda bisa percaya atau tidak: “selain kematian, hal lain yang menakutkan adalah berbicara di depan umum”. Namun bagi seorang komunikator “ulung” yang melengkapi dirinya dengan ethos, pathos dan logos, hal itu tidak berlaku.
PSIKOLOGI PESAN
2 Januari 2011 oleh GUDANG MAKALAH
Oleh : Bahtiar
Pendahuluan
Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu, setiap cara berkata memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini disebut dengan pesan paralinguistic (verbal). Tetapi manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lain selain dengan bahasa, misalnya dengan isyarat yang disebut pesan ekstralinguistik (nonverbal).
Jadi pesan yang disampaikan oleh seorang kominikator jelas memiliki maksud dan tujuan tertentu sesuai keinginan penyampai pesan. Dengan demikian, maka jelas setiap pesan yang disampaikan baik pesan verbal ataupun nonverbal memiliki karakter dan psikologi sendiri sesuai dengan tujuan pesan.
Disini kita akan membicarakan psikologi pesan dengan menguraikan ihwal bahasa, hubungan bahasa dengan persepsi dan berfikir, makna sebagaimana teori general sematic dari Alfred Korzybski yang menganalisa proses penyandian (encoding).
Menurut Alfred Korzybski, General Semantic adalah studi tentang kemampuan manusia untuk menyimpan pengalaman dan pengetahuan lewat fungsi bahasa sebagai pengubung waktu, bahasa mengingat waktu dan bahasa mengikat umur manusia bersama. Manusia dapat membuat generalisasi dan simbolisasi pengalaman dan mewariskannya dari generasi ke generasi[1].
Pesan merupakan salah satu unsur yang penting dalam berkomunikasi, sehingga makna dari pesan itu sendiri memperlancar interaksi social antar manusia. Sementara tujuan dari komunikasi akan tercapai bila makna pesan yang disampaikan komunikator sama dengan makna yang diterima komunikan. Maka untuk mencapai tujuan itu, pesan yang disampaikan biasanya diungkapkan melalui perpaduan antara pesan verbal dan nonverbal.
Pesan Verbal dan Nonverbal
Ø Pesan Verbal
Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkakan gagasan, (socially shared means for exspressing ideas). Kita tekankan “socially shared”, karena bahasa dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok social untuk menggunakannya.
Sedangkan definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa (all the conceivable sentences tahat could be generated according to the rules of its grammar). Setiap bahasa mempunyai bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkai supaya memberikan arti.
Dengan demikian pesan verbal atau pesan linguistik adalah pesan yang digunakan dalam komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai media. Pesan verbal ditransmisikan melalui kombinasi bunyi-bunyi bahasa dan digunakan untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud. Dengan kata lain, pesan verbal adalah pesan yang diungkapkan melalui bahasa yang menggunakan kata-kata sebagai representasi realitas atau makna.
Pesan dalam komunikasi verbal disampaikan melalui dua jenis sinyal, yaitu tanda-tanda dan simbol-simbol. Tanda-tanda adalah sinyal yang memiliki hubungan sebab (causal) dengan pesan yang diungkapkan. Contoh, kita mengatakan bahwa jika seseorang meringis hal itu berarti dia sedang merasa kesakitan, karena rasa sakit merupakan sebuah penyebab mengapa orang meringis.
Sedangkan simbol-simbol merupakan produk konvensi social, oleh karena itu maknanya didasarkan pada kesepakatan yang dibuat oleh para pengguna atau penutur. Contoh, bagi orang Indonesia, kumpulan bunyi yang menghasilkan kata “rumah” bermakna bangunan yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal karena memang disepakati demikian. Tidak ada alasan intrinsik mengapa konsep “bangunan yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal” tidak diungkapkan dengan kata yang lain dan mengapa konsep tersebut diungkapkan dengan sekumpulan bunyi bahasa yang berbeda.
Kini umumnya orang menyebutkan teori yang menjelaskan hubungan bahasa dengan berfikir teori Whorf (Whorfian Hyphotesis). Wdward Sapir, guru Benjamin L.Whorf, menulis, bahasa adalah pandu realitas social. Walaupun bahasa tidak dianggap sebagai hal yang sangat diminati oleh ilmuan social, bahasa secara kuat mengkondisikan pikiran tentang masalah dan proses social.
Manusia tidak hidup hanya dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan social seperti yang biasa dipahaminya, tetapi ia sangat ditentukan oleh bahasa tertentu yang menjadi medium pernyataan bagi masyarakatnya. Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk dianggap mewakili kenyataan social yang sama.
Secara singkat teori ini dapat disimpulkan bahwa pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa, dan karena bahasa berbeda, pandangan juga berbeda, pandangan kita tentang dunia pun berbeda pula. Secara selektif, kita menyaring data sensor yang masuk seperti yang telah diperogam oleh bahasa yang kita pakai. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda hidup dalam dunia sensor yang berbeda pula.
Kelebihan dan Keterbatasan Pesan Verbal
Kelebihan
Kelebihan dari pesan verbal adalah media paling efektif yang digunakan manusia sebagai sarana berkomunikasi. Efektivitas tersebut dimungkinkan oleh tiga aspek bahasa: semanticity, generativity dan displacement.
Aspek semanticity merujuk pada hakikat kata-kata (unsur utama bahasa) sebagai simbol yang merepresentasikan objek atau realitas tertentu. Dengan kata-kata, kita dapat menamai atau memberi label pada tindakan, pemikiran, perasaan, atau orang sehingga kita dapat mengindentifikasi atau merujuknya tanpa harus menghadirkannya secara langsung.
Aspek generativity (kadang-kadang disebut productivity) merujuk pada kemampuan bahasa untuk menghasilkan pesan-pesan bermakna dalam jumlah tak terbatas melalui kombinasi sejumlah simbol linguistik yang sangat terbatas. Contoh, hanya dengan menggunakan tiga fonem a, i dan r, kita bisa membentuk kata ‘air’, ‘Ira’, ‘ria’ dan ‘ari’ yang semua kata-kata ini memiliki makna.
Aspek displacement merujuk pada kemampuan bahasa untuk digunakan sebagai sarana untuk membicarakan sesuatu yang ‘jauh’ dalam konteks ruang dan waktu, atau sesuatu yang ada hanya dalam imajinasi.
Kombinasi antara kemampuan bahasa untuk menghasilkan pesan-pesan baru yang bermakna dalam jumlah tak terhingga tanpa dibatasi ruang dan waktu dengan kemampuan kognitif manusia untuk memanfaatkan ketiga aspek tersebut memungkinkan berlangsungnya komunkasi yang sangat efektif dan adaptif.
Keterbatasan
Disamping berbagai kelebihan yang dimilikinya sebagai sarana penyampaian makna bahasa, pesan verbal juga memiliki berbagai kelemahan dalam penyampaian maksud, yaitu :
1. Jumlah kata yang tersedia dalam setiap bahasa sangat terbatas, sehingga tidak semua objek dalam realita dapat diwakili oleh kata-kata.
2. Kata-kata memiliki makna yang ambigu (makna ganda) dan kontekstual, dimana kata-kata bersifat ambigu karena hubungan antara kata dan objek yang diwakilinya bersifat arbitrer (semena-mena). Kata yang diucapkan tidak merujuk pada objek, tetapi pada persepsi dan interpretasi orang sebagai wakil dari objek tersebut.
3. Makna kata-kata bersifat bias karena dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan. Esensi bahasa dalam aktivitas berpikir terungkap dengan jelas melalui kenyataan bahwa ketidakmampuan suku-suku primitif memikirkan hal-hal yang ‘canggih’ bukan karena mereka tidak dapat berpikir, tapi karena bahasa mereka tidak dapat memfasilitasi mereka untuk melakukannya.
4. Orang cenderung mencampuradukkan fakta, penafsiran, dan penilaian karena kekeliruan persepsi sewaktu menggunakan bahasa.
Ø Pesan Nonverbal
Secara sederhana, pesan nonverbal didefinisikan sebagai semua tanda atau isyarat yang tidak berbentuk kata-kata. Samovar dan Proter secara lebih spesifik mendefinisikan sebagai “semua ransangan (kecuali ransangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh indivdu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima”.
Jadi, pesan nonverbal mencakup seluruh perilaku yang tidak berbentuk verbal yang disengaja atau tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Berdiam diri juga merupakan pesan nonverbal jika hal itu memberi makna bagi pengirim atau penerima.
Dalam komunikasi interpersonal, secara umum penyampaian maksud (makna) akan berlangsung efektif bila komunikator memadukan kedua bentuk pesan tersebut. Bahkan dalam rangka mengkomunikasikan perasaan, pesan nonverbal berperan lebih dominan.
Untuk menjelaskan esensi interaksi pesan verbal dan nonverbal dalam penyampaian makna, Devito (1995 : 175-176) menguraikan enam fungsi pesan nonverbal dalam komunikasi interpersonal. Pertama, fungsi aksentuasi, yang digunakan untuk membuat penekanan pada bagian tertentu pesan nonverbal, komunikator sering menggunakan pesan nonverbal, seperti meninggikan nada suara atau menggebrak meja. Kedua, fungsi komplemen, yang digunakan untuk menyampaikan nuansa tertentu yang tidak dapat diutarakan melaui pesan verbal, pembicara akan menggunakan pesan nonverbal. Ketiga, fungsi kontradiksi, yang digunakan untuk mempertentangkan pesan verbal dengan pesan nonverbal dalam rangkan mencapai maksud tertentu. Misalnya, untuk menunjukkan bahwa dia hanya ‘berpura-pura’, pembicara dapat mengedipkan mata sewaktu mengucapkan pernyataan tertentu.
Keempat, fungsi regulasi, yang digunakan untuk menunjukkan bahwa komunikator ingin mengatakan sesuatu, dengan cara membuat isyarat tangan atau mencondongkan tubuh ke depan. Kelima, fungsi repetisi, yang digunakan untuk mengulangi maksud yang disampaikan melalui pesan verbal, seperti “Kamu menerima lamarannya?” dengan menaikkan alis mata dan menunjukkan ekspresi wajah tidak percaya. Keenam, fungsi substitusi, yang digunakan untuk mengganti pesan verbal tertentu seperti “Saya tidak setuju” dengan pesan nonverbal berupa gelengan kepala.
Tinjauan Psikologis Terhadap Peran Pesan Nonverbal
Mengingat perannya yang begitu penting dalam penyampaian makna, diperlukan pemahaman yang baik tentang dimensi psikologis, khususnya permasalahan tentang bagaimana pesan nonverbal dapat mendukung atau menghambat efektivitas komunikasi.
Pertama, faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Dalam setiap komunikasi tatap muka, secara sadar atau tidak, komunikator banyak menyampaikan pesan-pesan nonverbal. Sebaliknya, komunikan lebih banyak “membaca” pikiran komunikator melalui petunjuk-petunjuk nonverbal. Sebagai contoh, ketika seorang pria mengetahui lamarannya untuk memperistri gadis pujaannya ditolak, dia mungkin mengatakan, “Ya, sudah. Tidak jadi masalah”, namun ekspresi wajah dan tatapan matanya mungkin menunjukkan kekecewaan yang sangat mendalam.
Kedua, perasaan dan emosi terungkap lebih cermat melalui pesan nonverbal daripada pesan verbal. Bila pesan verbal lebih sesuai digunakan untuk menyampaikan fakta, ilmu, atau keadaan, pesan nonverbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan. Ketiga, pesan nonverbal menyampaikan makna (maksud) yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dimodifikasi secara sadar, kecuali oleh actor-aktor yang terlatih. Oleh karena itu, komunikator biasanya lebih jujur ketika berkomunikasi melalui pesan nonverbal dan sebaliknya, komunikan lebih percaya pada pesan nonverbal daripada pesan nonverbal. Sebagai contoh, ketika seorang dosen mengatakan dia memiliki waktu untuk berdiskusi dengan mahasiswa, tapi kemudian berkali-kali melihat arlojinya, sang mahasiswa biasanya akan segera mendeteksi bahwa sang dosen tidak memiliki waktu.
Keempat, pesan nonverbal memiliki fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Pesan metakomunikatif berfungsi memberikan informasi tambahan untuk memperjelas maksud. Hal itu dilakukan dengan memberdayakan fungsi aksentuasi, repetisi, subsitusi, kontradiksi, dan komplemen pesan nonverbal bagi pesan verbal.
Kelima, pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Pesan verbal sering mengandung redundansi (penggunaan lebih banyak lambang daripada yang dibutuhkan), repetisi, ambiguitas dan abstraksi. Keenam, pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Dalam situasi tertentu, kita perlu mensugesti (mengungkapkan saran, gagasan atau emosi secara tersirat). Hal ini biasanya paling efektif disampaikan melalui pesan nonverbal. Sebagai contoh, mensugesti anak kecil untuk membuang sampah pada tempatnya paling efektif dilakukan melalui keteladanan.
Karakteristik Makna Pesan
1. Makna ditentukan oleh komunikator
Makna tidak hanya ditentukan oleh pesan (baik verbal, nonverbal, atau keduanya) tetapi juga ditentukan oleh interaksi pesan-pesan itu dan pikiran serta perasaan komunikan. Ketika berkomunikasi, komunikan tidak hanya ‘menerima’ makna tapi juga ‘menciptakan’ makna. Oleh karena itu, pemahaman atas suatu makna tidak dapat dilakukan hanya dengan menganalisis pesan, tetapi juga dengan memahami pengirimnya. Sebagai contoh, makna berupa pujian yang menyatakan seseorang berotak cerdas cenderung dimaknai sebagai penghinaan bila hal itu disampaikan ketika orang tersebut baru mengetahui dia gagal dalam sebuah ujian.
2. Makna yang disampaikan lewat pesan verbal dan nonverbal tidak lengkap
Penyampaian pikiran atau perasaan dilakukan komunikator dengan menggunakan seperangkat simbol. Pada dasarnya simbol-simbol itu mewakili hanya sebagian dari totalitas pikiran atau perasaan yang ingin disampaikan. Karena makna yang diterima dari orang lain bukan makna yang utuh, setiap komunikan hanya dapat mengestimasi makna tersebut berdasarkan pesan yang diterima dengan menggunakan pikiran dan perasaannya sendiri.
3. Makna bersifat unik
Karena makna ditentukan oleh pesan yang diterima dan pikiran serta perasaan komunikan, maka orang yang berbeda tidak pernah menginterpretasi sebuah pesan dengan makna yang sama. Bahkan, karena setiap individu berubah, pesan yang diterima oleh seseorang pada saat yang berbeda akan diinterpretasikan dengan makna yang berbeda pula. Misalnya, pesan “I love you” yang diterima pemuda berusia 20 tahun dari pacarnya, akan diberi makna yang berbeda oleh orang ketika dia berusia 50 tahun.
4. Makna mencakup makna denotatif dan konotatif
Makna denotatif adalah definisi objektif dari kata atau pesan nonverbal dan bersifat universal. Makna konotatif merupakan makna subjektif dan bersifat emosional. Anggukan kepala yang normal, yang digunakan untuk merespon pertanyaan “Kamu setuju?” mengungkapkan makna denotatif. Namun bila anggukan kepala itu disertai dengan kedipan mata atau senyuman sehingga terkesan tidak biasa, makna yang terungkap lebih cenderung bersifat konotatif.
5. Makna harus didasarkan pada konteks
Kata atau tingkah nonverbal yang sama, bisa mengungkapkan makna yang sangat berbeda bila digunakan dalam konteks yang berbeda. Ugkapan “Apa kabar?” yang disampaikan ketika berpapasan dengan seorang teman bermakna “Halo”. Tapi bila ungkapan itu disampaikan ketika mengunjungi teman yang sakit, makna yang terungkap adalah “kondisi kesehatan”.
Karakteristik Pesan
Disamping karakteristik makna pesan, pemahaman tentang karakteristik pesan juga sangat dibutuhkan sebagai landasan untuk mengetahui bagaimana makna disalurkan melalui pesan oleh komunikator kepada komunikan.
1. Pesan berbentuk paket
Pada saat berkomnikasi, seluruh bagian sistem komunikasi biasanya bekerjasama untuk menyampaikan suatu kesatuan makna (unified meaning). Ketika seseorang mengungkapkan kemarahan dengan kata-kata, getaran dan volume suara, ekspresi wajah, sorot mata dan sikap tubuhnya juga memancarkan pesan kemarahan itu.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa pesan selalu diungkapkan dalam satu paket gabungan antara unsur-unsur verbal dan nonverbal. Paket pesan ini biasanya dianggap sebagai hal yang wajar sehingga tidak begitu diperhatikan oleh komunikan, kecuali dia mendeteksi adanya double-bind messages, atau kontradiksi antara pesan verbal dan pesan nonverbal yang digunakan.
2. Pesan dibentuk dengan menggunakan kaidah tertentu
Setiap pesan dibentuk dan diungkapkan dengan menggunakan kaidah-kaidah tertentu. Pesan verbal dibentuk dan digunakan dengan mengikuti aturan-aturan gramatika dan pragmatik yang berlaku dalam bahasa. Pesan nonverbal juga dibentuk dan diungkapkan berdasarkan seperangkat norma atau peraturan yang menggariskan tingkah-laku nonverbal apa yang sesuai, diizinkan, atau diharapkan dalam situasi sosial tertentu.
3. Pesan disampaikan dalam tingkat kelangsungan yang variatif
Sebagian pesan disampaikan secara langsung dan sebagian lagi secara tidak langsung. Pesan langsung ditandai oleh adanya pernyataan langsung mengenai preferensi atau keinginan komunikator, sedangkan dalam pesan tidak langsung si pembicara berupaya menyuruh pendengarnya mengatakan atau melakukan sesuatu tanpa menyatakannya secara eksplisit.
4. Pesan bervariasi dalam tingkat kepercayaan
Terdapat dua alasan mengapa komunikan cenderung lebih mempercayai makna yang terungkap melalui pesan nonverbal ketika dia mendeteksi konflik antara pesan verbal dan nonverbal yang dikirim komunikator. Pertama, pesan verbal lebih mudah dipalsukan. Kedua, pesan nonverbal terbentuk diluar kendali kesadaran individu.
Sinyal nonverbal biasanya dapat digunakan untuk menebak apakah pembicara berbohong atau tidak. Sinyal-sinyal itu juga sangat membantu untuk mengungkapkan kebenaran yang coba ditutup-tutupi oleh kebohongan yang dideteksi.
5. Pesan dapat digunakan dalam metakomunikasi
Seperti telah dijelaskan pada bagian Tinjauan Psikologis Terhadap Peran Pesan Nonverbal di atas, pesan nonverbal memiliki fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Pesan metakomunikatif berfungsi memberikan informasi tambahan untuk memperjelas maksud. Hal itu dilakukan dengan memberdayakan fungsi aksentuasi, repetisi, subsitusi, kontradiksi, dan komplemen pesan nonverbal bagi pesan verbal.
Kesimpulan
Untuk memahami, mengetahui makna dan maksud dari pesan yang disampaikan oleh seorang komunikator, maka komunikan harus paham dengan psikologi pesan. Sehingga, bagaimanapun dan apapun pesan yang disampaikan oleh komunikator dalam kondisi tertentu, komunikan dapat menangkap isi pesan tersebut sesuai dengan makna dan maksud yang diinginkan oleh komunikator. Tentunya untuk pemahaman itu komunikan dan komunikator juga harus memahami bagaimana pesan dalam bentuk verbal dan nonverbal.
Dalam komunikasi interpersonal yang dilakukan secara tatap muka, makna dikirim oleh komunikator melalui pesan verbal dan noverbal. Seacara terpisah, pesan verbal lebih sesuai digunakan untuk menyampaikan fakta, ilmu, atau keadaan, sedangkan pesan nonverbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan.
Dalam tataran praktik, komunikator cenderung menggunakan kedua jenis pesan itu secara berdampingan. Akibatnya, Untuk menangkap makna yang disampaikan, komunikate harus mengolah kedua jenis pesan dengan melibatkan pikiran dan perasaanya. Oleh karena itu, makna yang diterima komunikan pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara pesan verbal dengan pesan noverbal dan antara kedua pesan itu dengan pikiran dan emosi komunikan.
Pesan nonverbal juga dianggap lebih terpercaya daripada pesan verbal, jika terdapat ketidakcocokan makna diantara keduanya, makna yang dikirim melalui pesan nonverbal dianggap lebih akurat. Selain itu, pesan nonverbal dapat digunakan untuk memeriksa validitas dan kebenaran pesan verbal. Sehubungan dengan itu, untuk meningkatkan kemampuan berkomunkasi, setiap individu perlu meningkatkan keterampilannya dalam menginterpretasi dan mengontrol penggunaan pesan verbal maupun nonverbal.
Hal ini memang tidak mudah dilakukan mengingat bahwa mayoritas pesan nonverbal sangat ditentukan oleh kebudayaan. Setiap pesan yang diterima harus diinterpretasi dalam konteks situasi dan budaya yang sesuai.
Dalam keseharian ketertiban kita terhadap media massa sangat tinggi. Penggunaan waktu kita untuk media massa Iebih besar dibandingkan dengan aktivitas lain. Jefres mengemukakan beberapa alasan mengapa orang menggunakan media massa, yaitu:
1. situasi konsumsi/penggunaan media
2. pola penggunaan media massa
Dari masing-masing individu, penggunaan terhadap media massa mempunyai seleranya sendiri-sendiri, ada yang suka membaca surat kabar, menonton TV atau mendengarkan radio. Jefres menggambarkan adanya dua pendekatan yang digunakan untuk melihat mengapa terjadi perbedaan yang sifatnya individual seperti tersebut di atas, yaitu:
1. pendekatan kategori sosial
2. pendekatan uses and gratification
Kemudian Katz, Gurevitch dan Hass mengidentifikasi lima kelompok kebutuhan dalam hal penggunaan media, yaitu:
1. kebutuhan kognitif
2. kebutuhan afektif
3. kebutuhan integratif
4. kebutuhan untuk memperkuat kontak dengan keluarga, teman dan dunia luar
5. kebutuhan untuk melepaskan ketegangan
Di samping kebutuhan akan penggunaan media, reaksi dari khalayak terhadap media massa juga ada. Menurut Melvin DeFleur dan Sandra Ball rakeach terdapat tiga perpektif tentang reaksi khalayak terhadap media, yaitu:
1. perspektif perbedaan invidual
2. perspektif kategori sosial
3. perspektif hubungan sosial
Pengaruh Media pada Individu
Media berpengaruh terhadap individu. Untuk mengetahui hal itu telah diadakan beberapa penelitian atau studi komunikasi. Studi-studi tersebut mendorong lahirnya “Teori Peluru Ajaib” atau yang disebut juga “Teori Jarum Hipordemik” dan “Teori Stimulus-Respons (S-R).
Kesimpulan dari studi-studi komunikasi lainnya dapat dikatakan bahwa ada kalangan yang dapat dipengaruhi secara kuat, namun ada juga yang kurang bisa dipengaruhi. Hal tersebut tergantung dari kapasitas seseorang untuk mengambil keputusan intelegensi atau yang disebut daya kritis.
Erie Country Study menemukan bahwa media massa tidak mengontrol cara berpikir pemilih. Media massa disini lebih berfungsi untuk memperteguh keyakinan yang ada. Tiga bentuk pengaruh media tersebut adalah aktivasi, penguatan dan konversi.
Studi Lazarsfeld dan kawan-kawan memperkenalkan sebuah konsep baru tentang Arus Komunikasi Dua Tahap. Dua tahap komunikasi tersebut adalah komunikasi dari media ke pemuka pendapat dan dari pemuka pendapat ke masyarakat. Studi ini mengatakan bahwa bukanlah pengaruh media, melainkan pengaruh personal pemuka pendapat tersebut.
Klapper menyimpulkan bahwa media massa tidak dengan sendirinya menyebabkan khalayak menjadi lebih apatis, pasif maupun agresif, namun (mungkin sekali) memperkuat kecenderungan-kecenderungan yang telah ada di kalangan penerima.
Pada periode selanjutnya berkembang dua model yaitu pendekatan “uses gratificaton” dan “agenda setting”. Pendekatan “uses gratification” menunjukkan bergesernya fokus penelitian dari sumber ke komunikan. Sedangkan pada pendekatan” agenda setting” memfokuskan perhatian pada efek media massa terhadap pengetahuan.
Efek Media Massa
Efek media massa adalah suatu efek yang berasal dari perlakuan media massa kepada kita. Ada 3 pendekatan dalam media massa yakni: efek media massa, perubahan pada diri khalayak komunikasi massa dan tinjauan suatu observasi yang dikenai efek komunikasi massa.
Efek kehadiran masa secara fisik memberikan 5 efek yakni: efek ekonomis, efek sosial, efek penjadwalan kembali kegiatan sehari-hari, efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu dan efek pada perasaan orang terhadap media.
Pesan media massa memberikan efek kognitif, efektif dan behavioral kepada khalayak penerima. Selain efek-efek negatif media massa juga memberikan efek positif dengan menimbulkan efek prososial. Tiga wilayah efek prososial, antara lain efek terapetik, pengembangan kendali diri, kerja sama membagi dan membantu.
PSIKOLOGI KOMUNIKATOR
A.Pengantar
Ilustrasi, pada saat anda mengendarai sepeda motor / mobil tiba tiba anda menerobos lampu merah,dan ada seseorang yg menghampiri anda mengenakan baju setelan berwarna coklat,memakai topi, dan dikalungkannya pluit.Sesaat kemudian dia hormat kepada anda dan menanyakan “ boleh saya lihat SIM / STNK anda “.Apa yang anda pikirkan tentang seseorang yang menghampiri anda itu? mungkin dengan cepat anda berkesimpulan bahwa dia adalah seorang POLISI.
Itulah psikologi komunikator. Artinya, untuk bisa dipercayai orang lain diperlukan bukah saja bisa/dapat berbicara tetapi juga memerlukan ”penampilan” yang meyakinkan. He doesn’t communicate what he says, he communicates what he is. Artinya ia tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia katakan. Pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan atau menyampaikan semua pesan-pesan tersebut. Bahkan kadang-kadang unsur “siapa” ini lebih penting dari unsur “apa”. Memang pakaian bukanlah segala-galanya, tetapi banyak teori psikologi yang mengatakan bahwa penampilan akan membuat image lain bagi seseorang.
Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik ( good sense, good moral, character, good will).Pendapat Aristoteles ini diuji secara ilmiah 2300 tahun kemudian oleh Carl Hovland dan Walter Weiss (1951). Mereka melakukan eksperimen pertama tentang psikologi komunikator. Kepada sejumlah besar subjek disampaikan pesan tentang kemungkinan membangun kapal selam yang digerakkan oleh tenaga atom (waktu itu, menggunakan energi atom masih merupakan impian).
Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari dua unsur : Expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya). Ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh terhadap khalayak bukan saja apa yang ia katakan (pesan), tetapi penampilannya, keadaan dirinya, cara berpakaiannya, model sisir rambutnya juga berpengaruh terhadap khalayak, dan sekaligus semuanya mendapat penilaian dari khalayak pada saat itu.
Pada modul ini kita akan membahas mengenai psikologi komunikator yang di dalamnya melibatkan tiga komponen penting, yaitu ethos, pathos dan logos. Khusus untuk bagian ethos kita akan bahas secara mendalam untuk mendapatkan pengertian yang lebih luas.
B. ETHOS
Ethos diartikan sebagai sumber kepercayaan (source credibility) yang ditunjukkan oleh seorang orator (komunikator) bahwa ia memang pakar dalam bidangnya, sehingga oleh karena seorang ahli, maka ia dapat dipercaya. Seorang komunikator yang handal, mau tidak mau harus melengkapi dirinya dengan dimensi ethos ini yang memungkinkan orang lain menjadi percaya. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral character, good will).
Ada beberapa pendapat mengenai penamaan ethos ini, di antaranya adalah:
1. McCroskey menyebutnya authoritativeness
2. Markham menyebutnya reliablelogical
3. Berlo, Lemert dan Mertz menyebutnya qualification
Secara teoretik, ethos bukanlah variabel tunggal, melainkan ethos memiliki atau terdiri dari beberapa dimensi, yaitu kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Satu sama lain bisa berdiri sendiri, tetapi pada suatu “saat” mungkin akan menyatu. Artinya, seseorang memiliki ethos yang terdeskripsikan pada kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan
Dimensi-dimensi Ethos
Dimensi ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator, yaitu ;
1). Kredibilitas
2). Atraksi
3). Kekuasaan
Sebelum ketiga faktor tersebut diuraikan, terlebih dahulu akan dijelaskan pengaruh komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Herbert C. Kelman.
Menurut Kelman, pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa 3 hal :
1. Internalisasi
2. Identifikasi
3. Ketundukan (compliance)
• Internalisasi
Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Kita menerima gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain karena gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain itu berguna untuk memecahkan masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai kita. Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. Misalnya kita berhenti merokok, karena kita ingin memelihara kesehatan kita karena kita tahu bahwa merokok tidak sesuai nilai-nilai yang kita anut.Dimensi ethos yang paling relevan dalam hal ini adalah kredibilitas, yaitu keahlian yang dimiliki oleh komunikator atau kepercayaan kita pada komunikator.
• Identifikasi
Identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri. Dalam identifikasi, individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peranan orang lain. Dengan perkataan lain, ia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain. Dengan mengatakan apa yang ia katakan, melakukan apa yang ia lakukan, mempercayai apa yang ia percayai, individu mendefinisikan dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya.Identifikasi terjadi ketika anak berperilaku mencontoh ayahnya, murid meniru tindak tanduk gurunya, atau penggemar bertingkah dan berpakaian seperti bintang yang dikaguminya.Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi ialah atraksi (daya tarik komunikator).
• Ketundukan
Ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok lain tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya.
Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan.
Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena takut dipecat, pegawai negeri yang masuk parpol tertentu karena kuatir diberhentikan, petani yang menanam sawahnya karena ancaman pamong desa adalah contoh-contoh ketundukan, Dimensi ethos yang berkaitan dengan ketundukan ialah kekuasaan.
• Dimensi-dimensi Ethos
1. KREDIBILITAS
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tantang sifat-sifat komunikator. Dari definisi ini terkandung dua hal, yaitu :
Pertama : kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi tidak inheren dalam diri komunikator Kedua : kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator (disebut juga komponen-komponen kredibilitas).
Sejatinya, inti dari kredibilitas adalah persepsi, yang secara sederhana dapat diartikan pandangan komunikate terhadap komunikator. Oleh karena itu persepsi tidaklah tetap melainkan berubah-ubah bergantung kepada pelaku persepsi (komunikate), topik yang dibahas, dan situasi.
Misalnya, seorang dosen begitu didengar oleh mahasiswanya, tetapi belum tentu di depan rektornya. Ini mengandung arti bahwa persepsi mahasiswa dan persepsi rektor sangat berbeda, tergantung siapa yang memberikan persepsi tersebut.
Contoh lain misalnya, anda seorang mahasiswa akan sangat dikagumi apabila anda KKN (kuliah kerja nyata) di daerah terpencil (pelosok pedesaan). Tetapi mungkin anda akan dianggap biasa saja di lingkungan masyarakat kota yang terdidik. Sekali lagi harus dikatakan bahwa kredibilitas akan sangat tergantung kepada “siapa” yang memberi persepsi. Karena persepsi merupakan pandangan orang lain (komunikate), maka persepsi itu dapat dimanipulasi dengan cara menggunakan beragam atribut/asesoris yang dapat mengubah persepsi orag lain terhadap komunikator. Misalnya, seorang profesor dari perguruan tinggi terkemuka didandani pakaian robek-robek, lusuh dan dekil. Maka kita dapat meramalkan kredibilitas sang profesor tersebut akan jatuh, akan lain halnya apabila sang profesor tersebut mengunakan jas dan dasi lengkap.
Dengan demikian kredibilitas dapat dibentuk, dimanupulasi berdasarkan keinginan tertentu. Persepsi komunikate terhadap komunikator tidaklah berdiri sendiri, salah satunya dipengaruhi prior ethos, yaitu persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasi. Adapun prior ethos dapat dibangun melalui:
1. Dibangun melalui pengalaman langsung (artinya komunikate dan komunikator pernah bertemu langsung).
2. Dibangun melalui pengalaman wakilan (vicarious experiences). Misalnya, komunikator sering ditampilkan oleh media massa sebagai seseorang yang “hebat”, maka komunikate akan memberikan persepsi baik meskipun belum pernah berjumpa tatap muka (langsung).
3. Dibangun melaui kelompok rujukan (dibangun melalui skema kognitif). Misalnya: anda akan mendengarkan petuah seseorang yang diperkenalkan sebagai kiyai haji. Gelar (kiyai/haji) dinisbatkan kepada orang yang memiliki ilmu “luhur”, oleh karena itu persepsi kita akan terpengaruh oleh gelar-gelar tersebut.
Selain prior ethos, pesepsi komunikate terhadap komunikator dipengaruhi pula oleh intrinsic ethos. Secara sederhana intrinsic ethos adalah kepercayaan yang datangnya dari dalam diri komunikator secara berproses (terjemahan penulis). Misalnya, pada suatu kesempatan anda diundang untuk mendengarkan ceramah seseorang. Seseorang (komunikator) tersebut terlihat menggunakan pakaian seadanya: celana jeans sedikit agak lusuh, mengenakan kaos tanpa kerah, serta hanya mengunakan sendal gunung. Ia akan berbicara tentang kemiskinan dan kaitannya dengan fenomena bunuh diri dikalangan masyarakat tidak mampu. Setelah beberapa saat komunikator tersebut berbicara, pembicaraannya begitu mendalam dengan menggunakan contoh-contoh yang mudah dimengerti serta tata susunan bahasaya yang menawan. Maka perlahan-lahan komuniktor tersebut menampakan kredibilitasnya yang tinggi. Kredibilitas akan sangat ditentkan oleh persepsi. Di samping itu, terdapat dua komponen yang menentukan kredibilitas, yaitu:
1. Keahlian adalah kesan yang dibentuk oleh komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubunganya dengan topik yang dibicarakan. Indikatornya adalah cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih.
2. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Indikatornya adalah jujur, tulus, bermoral, adil, sopan dan etis. Aristoteles menyebut indikator tersebut dengan: good moral character.
Tokoh lain, Koehler, Annatol, dan Applbaum menambahkan empat komponen kredibilitas, yaitu:
1. Dinamisme: bila komunikator dipandang bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Lawannya: pasif, ragu-ragu, lesu dan lemah.
2. Sosiabilitas: bila komunikator sebagai seorang yang periang dan sangat bergaul (gaul gitu lho...)
3. Koorientasi: bila komunikator mewakili kelompok yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita.
4. Karisma: bila komunikator menunjukkan sifat luar biasa yang dimilikiya sehingga dapat menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet.
Effendy, menyebut beberapa hal yang terkait dengan ethos, di antaranya:
1. Komponen-komponen ethos yang meliputi:
- competence (kemampuan/kewenangan)
- integrity (integritas/kejujuran)
- good will (tenggang rasa)
2. Faktor-faktor pendukung ehos
- persiapan (preparation)
- kesungguhan (seriousness)
- ketulusan (sincerity)
- kepercayaan (confidence)
- ketenangan (poise)
- keramahan (friendship)
- kesederhanaan (moderation)
2. ATRAKSI
Atraksi (attractiveness) adalah daya tarik komunikator yang besumber dari fisik. Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik (fisik), misalnya, komunikator disenangi atau dikagumi yang memungkinkan komunikate menerima kepuasan. Atau daya tarik ini disebabkan oleh adanya faktor kesamaan antara komunikator dan komunikate, sehingga memungkinkan komunikate tunduk terhadap pesan yang dikomunikasikan komunikator. Daya tarik fisik adalah salah satu yang dapat menyebabkan pihak lain (komunikate) merasa tertarik kepada komunikator. Misalnya, kita menyenangi orang-orang yang cantik atau tampan, atau mungkin kita akan menyenangi orang-orang yang memiliki banyak kesamaan dengan kita, atau mungkin juga kita akan menyenangi orang-orang yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari kita. Hal-hal itu terkait dengan daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Komunikator yang menarik secara fisik akan memiliki daya tarik tersendiri yang memungkinkan ia memiliki pesona persuasif.
Daya tarik pun dapat dikarenakan oleh homophily dan heterophily di antara komunikator dan komunikate. Homophily terjadi ketika antara komunikator dan komunikate merasa ada kesamaan dalam: status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan. Kesamaan ini menjadi daya tarik. Oleh karena itu, komunikator yang ingin memengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan komunikate. Upaya ini dalam konteks retorika disebut “strategy of identification” ujar Kenneth Burke, atau “establishing common grounds”.
Heterophily, terdapat perbedaan staus ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan antara komunikator dan komunikate. Namun demikian, komunikasi akan lebih efektif pada kondisi yang memiliki homophily. Pada kondisi homophily komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikate akan lebih efektif dalam berkomunikasi, sebab:
1. Kesamaan mempermudah proses penyandibalikan (decoding), yaitu proses menerjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan.
2. Kesamaan membantu membangun premis yang sama. Premis yang sama mempermudah proses deduksi.
3. Kesamaan menyebabkan komunikate tertarik pada komunikator. Kita cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan kita. Karena kita menyukai komunikator maka kita cenderung akan menerima gasgasan gagasannya.
4. Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya kepada komunikator (meskipun alasan ini belum dibuktikan secara sahih).
3.KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Ketundukan timbul dari interaksi antara komunikator dan komunikate. Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya penting (critical reseorces). Atas dasar kekuasaan French dan Raven menyebut beberapa jenis kekuasaan, yaitu:
1. Kekuasaan Koersif (coersive power): menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau mendatangkan hukuman bagi komunikate. Misalnya hukuman yang bersifat personal: benci atau kasih sayang.
2. Kekuasaan Keahlian (Expert Power): berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator. Seorang dosen memiliki kekuasaan keahlian, sehingga ia dapat menyuruh mahasiswanya menafsirkan suatu teori sesuai dengan pendapatnya.
3. Kekuasaan Informasional (Informational Power): berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator. Seorang ahli mesin dapat menyarankan manajernya untuk membeli mesin jenis/keluaran baru yang lebih baik cara kerjanya.
4. Kekuasaan rujukan (Referent Power): Komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Misalnya: menjadikan komunikator sebagai teladan, karena perilakunya yang baik.
5. Kekuasaan Legal (Legitimate Power): berasal dari seperangkat aturan atau norma yang menyebabkan komunikator berwewenang untuk melakukan suatu tindakan. Misalnya: seorang manajer bisa saja mengeluarkan pegawainya yang melanggar aturan.
Komunikator yang baik
Jika individu akan menyampaikan suatu pesan, informasi ataupun gagasan kepada individu yang lain secara baik, maka diperlukan niatan dan motivasi yang baik pula. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi antara lain
a. Adanya kesiapan, artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, waktu penyampaian dan salurannya harus dipersiapkan dahulu secara matang.
b. Kesungguhan, artinya apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius. Hal ini dapat dilihat dan dirasakan oleh komunikan dari bahasa Verbal maupun non-verbal
c. Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada individu yang lain pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang akan disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk individu tersebut
d. Kepercayaan Diri, artinya jika individu memiliki rasa percaya diri maka hal ini sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya dan bagi penerimanya.
e. Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang disampaikan, individu harus bersikap tenang, tidak emosi memancing emosi penerima, karena dengan adanya ketenangan maka informasi akan lebih jelas, baik dan lancer.
f. Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang, senag dan aman bagi penerima.
g. Kesederhanaan, artinya didalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan lengkap maka memberikan kejelasan dan pemahaman.
C.PHATOS
Pathos diartikan sebagai “imbauan emosional (emitional appeals)” yang ditunjukkan oleh seorang rhetor dengan menampilkan gaya dan bahasanya yang membangkitkan kegairahan dengan semangat yang berkobar-kobar pada khalayak. Sejatinya, pathos ini perlu dimiliki oleh seorang ahli pidato (rethor) yang tercemin dari gaya serta bahasanya yang mampu membangkitkan khalayak untuk tujuan-tujuan tertentu. Indonesia memiliki Ir. Soekarno yang memiliki pesona dalam berbicara di depan umum (publik). Semangat pergerakan untuk mengusir penjajah pada waktu itu, bukan semata-mata ditentukan oleh ujung senjata, melainkan pula terletak diujung lidah. Retorika yang baik akan sanggup “membius” khalayak untuk bersatu mengusir penjajah.
D.LOGOS
Logos diartikan sebagai “imbauan logis (logical appeals) yang ditunjukkan oleh seorang orator bahwa uraiannya masuk akal sehingga patut diikuti dan dilaksanakan oleh khalayak. Sama halnya dengan pathos, logos pun perlu dimiliki oleh seorang orator/rethor. Kahaayak akan mau dan “bersuka rela” mengikuti ajakan/anjuran komunikator apabila pesannya disampaikan dengan uraiannya yang masuk akal, dan dengan argumentasi yang kuat. Tidak semua orang memiliki logos dalam setiap perkataan yang disampaikanya. Mungkin ada orang yang cenderung memiliki pathos daripada logos atau sebaliknya. Ada satu mitos yang mungkin anda bisa percaya atau tidak: “selain kematian, hal lain yang menakutkan adalah berbicara di depan umum”. Namun bagi seorang komunikator “ulung” yang melengkapi dirinya dengan ethos, pathos dan logos, hal itu tidak berlaku.
PSIKOLOGI PESAN
2 Januari 2011 oleh GUDANG MAKALAH
Oleh : Bahtiar
Pendahuluan
Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu, setiap cara berkata memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini disebut dengan pesan paralinguistic (verbal). Tetapi manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lain selain dengan bahasa, misalnya dengan isyarat yang disebut pesan ekstralinguistik (nonverbal).
Jadi pesan yang disampaikan oleh seorang kominikator jelas memiliki maksud dan tujuan tertentu sesuai keinginan penyampai pesan. Dengan demikian, maka jelas setiap pesan yang disampaikan baik pesan verbal ataupun nonverbal memiliki karakter dan psikologi sendiri sesuai dengan tujuan pesan.
Disini kita akan membicarakan psikologi pesan dengan menguraikan ihwal bahasa, hubungan bahasa dengan persepsi dan berfikir, makna sebagaimana teori general sematic dari Alfred Korzybski yang menganalisa proses penyandian (encoding).
Menurut Alfred Korzybski, General Semantic adalah studi tentang kemampuan manusia untuk menyimpan pengalaman dan pengetahuan lewat fungsi bahasa sebagai pengubung waktu, bahasa mengingat waktu dan bahasa mengikat umur manusia bersama. Manusia dapat membuat generalisasi dan simbolisasi pengalaman dan mewariskannya dari generasi ke generasi[1].
Pesan merupakan salah satu unsur yang penting dalam berkomunikasi, sehingga makna dari pesan itu sendiri memperlancar interaksi social antar manusia. Sementara tujuan dari komunikasi akan tercapai bila makna pesan yang disampaikan komunikator sama dengan makna yang diterima komunikan. Maka untuk mencapai tujuan itu, pesan yang disampaikan biasanya diungkapkan melalui perpaduan antara pesan verbal dan nonverbal.
Pesan Verbal dan Nonverbal
Ø Pesan Verbal
Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkakan gagasan, (socially shared means for exspressing ideas). Kita tekankan “socially shared”, karena bahasa dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok social untuk menggunakannya.
Sedangkan definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa (all the conceivable sentences tahat could be generated according to the rules of its grammar). Setiap bahasa mempunyai bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkai supaya memberikan arti.
Dengan demikian pesan verbal atau pesan linguistik adalah pesan yang digunakan dalam komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai media. Pesan verbal ditransmisikan melalui kombinasi bunyi-bunyi bahasa dan digunakan untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud. Dengan kata lain, pesan verbal adalah pesan yang diungkapkan melalui bahasa yang menggunakan kata-kata sebagai representasi realitas atau makna.
Pesan dalam komunikasi verbal disampaikan melalui dua jenis sinyal, yaitu tanda-tanda dan simbol-simbol. Tanda-tanda adalah sinyal yang memiliki hubungan sebab (causal) dengan pesan yang diungkapkan. Contoh, kita mengatakan bahwa jika seseorang meringis hal itu berarti dia sedang merasa kesakitan, karena rasa sakit merupakan sebuah penyebab mengapa orang meringis.
Sedangkan simbol-simbol merupakan produk konvensi social, oleh karena itu maknanya didasarkan pada kesepakatan yang dibuat oleh para pengguna atau penutur. Contoh, bagi orang Indonesia, kumpulan bunyi yang menghasilkan kata “rumah” bermakna bangunan yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal karena memang disepakati demikian. Tidak ada alasan intrinsik mengapa konsep “bangunan yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal” tidak diungkapkan dengan kata yang lain dan mengapa konsep tersebut diungkapkan dengan sekumpulan bunyi bahasa yang berbeda.
Kini umumnya orang menyebutkan teori yang menjelaskan hubungan bahasa dengan berfikir teori Whorf (Whorfian Hyphotesis). Wdward Sapir, guru Benjamin L.Whorf, menulis, bahasa adalah pandu realitas social. Walaupun bahasa tidak dianggap sebagai hal yang sangat diminati oleh ilmuan social, bahasa secara kuat mengkondisikan pikiran tentang masalah dan proses social.
Manusia tidak hidup hanya dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan social seperti yang biasa dipahaminya, tetapi ia sangat ditentukan oleh bahasa tertentu yang menjadi medium pernyataan bagi masyarakatnya. Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk dianggap mewakili kenyataan social yang sama.
Secara singkat teori ini dapat disimpulkan bahwa pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa, dan karena bahasa berbeda, pandangan juga berbeda, pandangan kita tentang dunia pun berbeda pula. Secara selektif, kita menyaring data sensor yang masuk seperti yang telah diperogam oleh bahasa yang kita pakai. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda hidup dalam dunia sensor yang berbeda pula.
Kelebihan dan Keterbatasan Pesan Verbal
Kelebihan
Kelebihan dari pesan verbal adalah media paling efektif yang digunakan manusia sebagai sarana berkomunikasi. Efektivitas tersebut dimungkinkan oleh tiga aspek bahasa: semanticity, generativity dan displacement.
Aspek semanticity merujuk pada hakikat kata-kata (unsur utama bahasa) sebagai simbol yang merepresentasikan objek atau realitas tertentu. Dengan kata-kata, kita dapat menamai atau memberi label pada tindakan, pemikiran, perasaan, atau orang sehingga kita dapat mengindentifikasi atau merujuknya tanpa harus menghadirkannya secara langsung.
Aspek generativity (kadang-kadang disebut productivity) merujuk pada kemampuan bahasa untuk menghasilkan pesan-pesan bermakna dalam jumlah tak terbatas melalui kombinasi sejumlah simbol linguistik yang sangat terbatas. Contoh, hanya dengan menggunakan tiga fonem a, i dan r, kita bisa membentuk kata ‘air’, ‘Ira’, ‘ria’ dan ‘ari’ yang semua kata-kata ini memiliki makna.
Aspek displacement merujuk pada kemampuan bahasa untuk digunakan sebagai sarana untuk membicarakan sesuatu yang ‘jauh’ dalam konteks ruang dan waktu, atau sesuatu yang ada hanya dalam imajinasi.
Kombinasi antara kemampuan bahasa untuk menghasilkan pesan-pesan baru yang bermakna dalam jumlah tak terhingga tanpa dibatasi ruang dan waktu dengan kemampuan kognitif manusia untuk memanfaatkan ketiga aspek tersebut memungkinkan berlangsungnya komunkasi yang sangat efektif dan adaptif.
Keterbatasan
Disamping berbagai kelebihan yang dimilikinya sebagai sarana penyampaian makna bahasa, pesan verbal juga memiliki berbagai kelemahan dalam penyampaian maksud, yaitu :
1. Jumlah kata yang tersedia dalam setiap bahasa sangat terbatas, sehingga tidak semua objek dalam realita dapat diwakili oleh kata-kata.
2. Kata-kata memiliki makna yang ambigu (makna ganda) dan kontekstual, dimana kata-kata bersifat ambigu karena hubungan antara kata dan objek yang diwakilinya bersifat arbitrer (semena-mena). Kata yang diucapkan tidak merujuk pada objek, tetapi pada persepsi dan interpretasi orang sebagai wakil dari objek tersebut.
3. Makna kata-kata bersifat bias karena dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan. Esensi bahasa dalam aktivitas berpikir terungkap dengan jelas melalui kenyataan bahwa ketidakmampuan suku-suku primitif memikirkan hal-hal yang ‘canggih’ bukan karena mereka tidak dapat berpikir, tapi karena bahasa mereka tidak dapat memfasilitasi mereka untuk melakukannya.
4. Orang cenderung mencampuradukkan fakta, penafsiran, dan penilaian karena kekeliruan persepsi sewaktu menggunakan bahasa.
Ø Pesan Nonverbal
Secara sederhana, pesan nonverbal didefinisikan sebagai semua tanda atau isyarat yang tidak berbentuk kata-kata. Samovar dan Proter secara lebih spesifik mendefinisikan sebagai “semua ransangan (kecuali ransangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh indivdu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima”.
Jadi, pesan nonverbal mencakup seluruh perilaku yang tidak berbentuk verbal yang disengaja atau tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Berdiam diri juga merupakan pesan nonverbal jika hal itu memberi makna bagi pengirim atau penerima.
Dalam komunikasi interpersonal, secara umum penyampaian maksud (makna) akan berlangsung efektif bila komunikator memadukan kedua bentuk pesan tersebut. Bahkan dalam rangka mengkomunikasikan perasaan, pesan nonverbal berperan lebih dominan.
Untuk menjelaskan esensi interaksi pesan verbal dan nonverbal dalam penyampaian makna, Devito (1995 : 175-176) menguraikan enam fungsi pesan nonverbal dalam komunikasi interpersonal. Pertama, fungsi aksentuasi, yang digunakan untuk membuat penekanan pada bagian tertentu pesan nonverbal, komunikator sering menggunakan pesan nonverbal, seperti meninggikan nada suara atau menggebrak meja. Kedua, fungsi komplemen, yang digunakan untuk menyampaikan nuansa tertentu yang tidak dapat diutarakan melaui pesan verbal, pembicara akan menggunakan pesan nonverbal. Ketiga, fungsi kontradiksi, yang digunakan untuk mempertentangkan pesan verbal dengan pesan nonverbal dalam rangkan mencapai maksud tertentu. Misalnya, untuk menunjukkan bahwa dia hanya ‘berpura-pura’, pembicara dapat mengedipkan mata sewaktu mengucapkan pernyataan tertentu.
Keempat, fungsi regulasi, yang digunakan untuk menunjukkan bahwa komunikator ingin mengatakan sesuatu, dengan cara membuat isyarat tangan atau mencondongkan tubuh ke depan. Kelima, fungsi repetisi, yang digunakan untuk mengulangi maksud yang disampaikan melalui pesan verbal, seperti “Kamu menerima lamarannya?” dengan menaikkan alis mata dan menunjukkan ekspresi wajah tidak percaya. Keenam, fungsi substitusi, yang digunakan untuk mengganti pesan verbal tertentu seperti “Saya tidak setuju” dengan pesan nonverbal berupa gelengan kepala.
Tinjauan Psikologis Terhadap Peran Pesan Nonverbal
Mengingat perannya yang begitu penting dalam penyampaian makna, diperlukan pemahaman yang baik tentang dimensi psikologis, khususnya permasalahan tentang bagaimana pesan nonverbal dapat mendukung atau menghambat efektivitas komunikasi.
Pertama, faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Dalam setiap komunikasi tatap muka, secara sadar atau tidak, komunikator banyak menyampaikan pesan-pesan nonverbal. Sebaliknya, komunikan lebih banyak “membaca” pikiran komunikator melalui petunjuk-petunjuk nonverbal. Sebagai contoh, ketika seorang pria mengetahui lamarannya untuk memperistri gadis pujaannya ditolak, dia mungkin mengatakan, “Ya, sudah. Tidak jadi masalah”, namun ekspresi wajah dan tatapan matanya mungkin menunjukkan kekecewaan yang sangat mendalam.
Kedua, perasaan dan emosi terungkap lebih cermat melalui pesan nonverbal daripada pesan verbal. Bila pesan verbal lebih sesuai digunakan untuk menyampaikan fakta, ilmu, atau keadaan, pesan nonverbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan. Ketiga, pesan nonverbal menyampaikan makna (maksud) yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dimodifikasi secara sadar, kecuali oleh actor-aktor yang terlatih. Oleh karena itu, komunikator biasanya lebih jujur ketika berkomunikasi melalui pesan nonverbal dan sebaliknya, komunikan lebih percaya pada pesan nonverbal daripada pesan nonverbal. Sebagai contoh, ketika seorang dosen mengatakan dia memiliki waktu untuk berdiskusi dengan mahasiswa, tapi kemudian berkali-kali melihat arlojinya, sang mahasiswa biasanya akan segera mendeteksi bahwa sang dosen tidak memiliki waktu.
Keempat, pesan nonverbal memiliki fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Pesan metakomunikatif berfungsi memberikan informasi tambahan untuk memperjelas maksud. Hal itu dilakukan dengan memberdayakan fungsi aksentuasi, repetisi, subsitusi, kontradiksi, dan komplemen pesan nonverbal bagi pesan verbal.
Kelima, pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Pesan verbal sering mengandung redundansi (penggunaan lebih banyak lambang daripada yang dibutuhkan), repetisi, ambiguitas dan abstraksi. Keenam, pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Dalam situasi tertentu, kita perlu mensugesti (mengungkapkan saran, gagasan atau emosi secara tersirat). Hal ini biasanya paling efektif disampaikan melalui pesan nonverbal. Sebagai contoh, mensugesti anak kecil untuk membuang sampah pada tempatnya paling efektif dilakukan melalui keteladanan.
Karakteristik Makna Pesan
1. Makna ditentukan oleh komunikator
Makna tidak hanya ditentukan oleh pesan (baik verbal, nonverbal, atau keduanya) tetapi juga ditentukan oleh interaksi pesan-pesan itu dan pikiran serta perasaan komunikan. Ketika berkomunikasi, komunikan tidak hanya ‘menerima’ makna tapi juga ‘menciptakan’ makna. Oleh karena itu, pemahaman atas suatu makna tidak dapat dilakukan hanya dengan menganalisis pesan, tetapi juga dengan memahami pengirimnya. Sebagai contoh, makna berupa pujian yang menyatakan seseorang berotak cerdas cenderung dimaknai sebagai penghinaan bila hal itu disampaikan ketika orang tersebut baru mengetahui dia gagal dalam sebuah ujian.
2. Makna yang disampaikan lewat pesan verbal dan nonverbal tidak lengkap
Penyampaian pikiran atau perasaan dilakukan komunikator dengan menggunakan seperangkat simbol. Pada dasarnya simbol-simbol itu mewakili hanya sebagian dari totalitas pikiran atau perasaan yang ingin disampaikan. Karena makna yang diterima dari orang lain bukan makna yang utuh, setiap komunikan hanya dapat mengestimasi makna tersebut berdasarkan pesan yang diterima dengan menggunakan pikiran dan perasaannya sendiri.
3. Makna bersifat unik
Karena makna ditentukan oleh pesan yang diterima dan pikiran serta perasaan komunikan, maka orang yang berbeda tidak pernah menginterpretasi sebuah pesan dengan makna yang sama. Bahkan, karena setiap individu berubah, pesan yang diterima oleh seseorang pada saat yang berbeda akan diinterpretasikan dengan makna yang berbeda pula. Misalnya, pesan “I love you” yang diterima pemuda berusia 20 tahun dari pacarnya, akan diberi makna yang berbeda oleh orang ketika dia berusia 50 tahun.
4. Makna mencakup makna denotatif dan konotatif
Makna denotatif adalah definisi objektif dari kata atau pesan nonverbal dan bersifat universal. Makna konotatif merupakan makna subjektif dan bersifat emosional. Anggukan kepala yang normal, yang digunakan untuk merespon pertanyaan “Kamu setuju?” mengungkapkan makna denotatif. Namun bila anggukan kepala itu disertai dengan kedipan mata atau senyuman sehingga terkesan tidak biasa, makna yang terungkap lebih cenderung bersifat konotatif.
5. Makna harus didasarkan pada konteks
Kata atau tingkah nonverbal yang sama, bisa mengungkapkan makna yang sangat berbeda bila digunakan dalam konteks yang berbeda. Ugkapan “Apa kabar?” yang disampaikan ketika berpapasan dengan seorang teman bermakna “Halo”. Tapi bila ungkapan itu disampaikan ketika mengunjungi teman yang sakit, makna yang terungkap adalah “kondisi kesehatan”.
Karakteristik Pesan
Disamping karakteristik makna pesan, pemahaman tentang karakteristik pesan juga sangat dibutuhkan sebagai landasan untuk mengetahui bagaimana makna disalurkan melalui pesan oleh komunikator kepada komunikan.
1. Pesan berbentuk paket
Pada saat berkomnikasi, seluruh bagian sistem komunikasi biasanya bekerjasama untuk menyampaikan suatu kesatuan makna (unified meaning). Ketika seseorang mengungkapkan kemarahan dengan kata-kata, getaran dan volume suara, ekspresi wajah, sorot mata dan sikap tubuhnya juga memancarkan pesan kemarahan itu.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa pesan selalu diungkapkan dalam satu paket gabungan antara unsur-unsur verbal dan nonverbal. Paket pesan ini biasanya dianggap sebagai hal yang wajar sehingga tidak begitu diperhatikan oleh komunikan, kecuali dia mendeteksi adanya double-bind messages, atau kontradiksi antara pesan verbal dan pesan nonverbal yang digunakan.
2. Pesan dibentuk dengan menggunakan kaidah tertentu
Setiap pesan dibentuk dan diungkapkan dengan menggunakan kaidah-kaidah tertentu. Pesan verbal dibentuk dan digunakan dengan mengikuti aturan-aturan gramatika dan pragmatik yang berlaku dalam bahasa. Pesan nonverbal juga dibentuk dan diungkapkan berdasarkan seperangkat norma atau peraturan yang menggariskan tingkah-laku nonverbal apa yang sesuai, diizinkan, atau diharapkan dalam situasi sosial tertentu.
3. Pesan disampaikan dalam tingkat kelangsungan yang variatif
Sebagian pesan disampaikan secara langsung dan sebagian lagi secara tidak langsung. Pesan langsung ditandai oleh adanya pernyataan langsung mengenai preferensi atau keinginan komunikator, sedangkan dalam pesan tidak langsung si pembicara berupaya menyuruh pendengarnya mengatakan atau melakukan sesuatu tanpa menyatakannya secara eksplisit.
4. Pesan bervariasi dalam tingkat kepercayaan
Terdapat dua alasan mengapa komunikan cenderung lebih mempercayai makna yang terungkap melalui pesan nonverbal ketika dia mendeteksi konflik antara pesan verbal dan nonverbal yang dikirim komunikator. Pertama, pesan verbal lebih mudah dipalsukan. Kedua, pesan nonverbal terbentuk diluar kendali kesadaran individu.
Sinyal nonverbal biasanya dapat digunakan untuk menebak apakah pembicara berbohong atau tidak. Sinyal-sinyal itu juga sangat membantu untuk mengungkapkan kebenaran yang coba ditutup-tutupi oleh kebohongan yang dideteksi.
5. Pesan dapat digunakan dalam metakomunikasi
Seperti telah dijelaskan pada bagian Tinjauan Psikologis Terhadap Peran Pesan Nonverbal di atas, pesan nonverbal memiliki fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Pesan metakomunikatif berfungsi memberikan informasi tambahan untuk memperjelas maksud. Hal itu dilakukan dengan memberdayakan fungsi aksentuasi, repetisi, subsitusi, kontradiksi, dan komplemen pesan nonverbal bagi pesan verbal.
Kesimpulan
Untuk memahami, mengetahui makna dan maksud dari pesan yang disampaikan oleh seorang komunikator, maka komunikan harus paham dengan psikologi pesan. Sehingga, bagaimanapun dan apapun pesan yang disampaikan oleh komunikator dalam kondisi tertentu, komunikan dapat menangkap isi pesan tersebut sesuai dengan makna dan maksud yang diinginkan oleh komunikator. Tentunya untuk pemahaman itu komunikan dan komunikator juga harus memahami bagaimana pesan dalam bentuk verbal dan nonverbal.
Dalam komunikasi interpersonal yang dilakukan secara tatap muka, makna dikirim oleh komunikator melalui pesan verbal dan noverbal. Seacara terpisah, pesan verbal lebih sesuai digunakan untuk menyampaikan fakta, ilmu, atau keadaan, sedangkan pesan nonverbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan.
Dalam tataran praktik, komunikator cenderung menggunakan kedua jenis pesan itu secara berdampingan. Akibatnya, Untuk menangkap makna yang disampaikan, komunikate harus mengolah kedua jenis pesan dengan melibatkan pikiran dan perasaanya. Oleh karena itu, makna yang diterima komunikan pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara pesan verbal dengan pesan noverbal dan antara kedua pesan itu dengan pikiran dan emosi komunikan.
Pesan nonverbal juga dianggap lebih terpercaya daripada pesan verbal, jika terdapat ketidakcocokan makna diantara keduanya, makna yang dikirim melalui pesan nonverbal dianggap lebih akurat. Selain itu, pesan nonverbal dapat digunakan untuk memeriksa validitas dan kebenaran pesan verbal. Sehubungan dengan itu, untuk meningkatkan kemampuan berkomunkasi, setiap individu perlu meningkatkan keterampilannya dalam menginterpretasi dan mengontrol penggunaan pesan verbal maupun nonverbal.
Hal ini memang tidak mudah dilakukan mengingat bahwa mayoritas pesan nonverbal sangat ditentukan oleh kebudayaan. Setiap pesan yang diterima harus diinterpretasi dalam konteks situasi dan budaya yang sesuai.
pengembangan kurikulum KTSP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Dalam bidang pendidikan, peranan kurikulum sangat diperlukan. Hal ini terjadi mengingat kurikulum sangat berkaitan erat dengan pendidikan yang mana kurikulum dapat dijadikan sebagai pedoman, instrumen, maupun petunjuk dalam mencapai tujuan pendidikan.
Dalam iplementasinya, kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman sehingga kurikulum tersebut bersifat dinamis. Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, pemerintah mengamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah menyelesaikan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang kemudian dikukuhkan menjadi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Nomor 24 Tahun 2006 tentang ketentuan pelaksanaannya. Dalam peraturan tersebut terdapat Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang kemudian dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan kurikulum.
Seperti kita ketahui, pada dasarnya kurikulum yang diterapkan di sekolah-sekolah selalu ditetapkan oleh pusat dan terkadang yang menjadi masalah yaitu banyak sekolah yang belum dapat mencapai tujuan seperti yang tertera dalam kurikulum tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya inovasi baru dalam penyusunan kurikulum yang acuannya dibuat oleh pusat namun pengembangan lebih lanjutnya dikembangkan oleh sekolah masing-masing. Dengan kondisi tersebut, muncul adanya kurikulum KTSP yang memberi kebebasan pada sekolah untuk mengembangkan kurikulum tersebut. Untuk itu, perlu dikaji lebih mendetail mengenai kurikulum KTSP seperti yang akan dijelaskan dalam pembahasan berikutnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan KTSP?
2. Bagaimanakah penyusunan KTSP?
3. Bagaimanakah prinsip-prinsip pengembangan KTSP?
4. Bagaimanakah model pengembangan KTSP?
C. Tujuan Penulisan
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi penulis maupun pembaca. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa maupun mahasiswi mengenai pengembangan KTSP yang didalamnya dikaji tentang prinsip-prinsip pengembangan KTSP dan model pengembangan kurikulumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi KTSP
KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dimana dari tim pusat hanya memberikan rancangan dari kurikulum, sedangkan untuk pengembangannya diberikan kebebasan pada sekolah masing-masing sesuai dengan potensi, karakteristik sekolah,sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didiksekolah atau komite sekolah, Madrasah atau komite madrasah. Adapun dalam mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan,di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan di tingkat SD,SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI,MTs, MA, MAK.
KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum yang telah ada agar lebih familier dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan untuk memiliki tanggung jawab yang memadai. Dimana penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan ini dimaksudkan agar Sistem Pendidikan Nasional selalu relevan dan kompetitif sehingga sejalan dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 35 dan 36 yang menekankan perlunya peningkatan Standar Nasional Pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Adapun landasan yang mendasari adanya KTSP ini yaitu UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, PP No. 19/2005 tentang SPN, Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi, Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi. Sedangkan implementasinya berdasarkan pada Peraturan Mendiknas RI No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tentang SI dan No. 23 tentang SKL.
B. Penyusunan Kurikulum KTSP
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakanoleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah), dengan mengacu padastandar kompetensi lulusan dan standar isi, serta berpedoman padapanduan yang disusun oleh BSNP. Kurikulum tersebut disusun sebagai pedomanpenyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikandi tingkat satuan pendidikan. Dalam mekanismenya,penyusunan KTSP yang dilakukan sekolah, yaitu sekolah harusmenentukan tim penyusun KTSP yang terdiri dari kepala sekolah sebagaiketua merangkap anggota, guru, konselor, komite sekolah, dan narasumber, serta dinas pendidikan setempat.
Pada dasarnya, penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah.Adapun kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja atau lokakaryasekolah/madrasah atau kelompok sekolah/madrasah yangdiselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru. Tahapkegiatan penyusunan KTSP secara garis besar, meliputi:
1. penyiapan danpenyusunan draf,
2. review dan revisi,
3. finalisasi, pemantapan danpenilaian.
Adapun langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diaturdan diselenggarakan oleh tim penyusun.Dalam pelaksanaannya, tim penyusun KTSP secarabersama-sama melakukan analisis konteks terlebih dahulu yang meliputi beberapa kegiatan, yaitu:
1. mengidentifikasi standar kompetensi lulusan dan standar isisebagai acuan dalam penyusunan KTSP,
2. menganalisis kondisi yangada di satuan pendidikan yang meliputi: peserta didik, pendidik dan tenagakependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-program,
3. menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat danlingkungan sekitar yang meliputi komite sekolah, dewan pendidikan, dinaspendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber dayaalam dan sosial budaya.
Berdasarkan hasil analisis yang didapat dari konteks tersebut, maka langkahselanjutnya sekolah dapat menentukan visi, dan misi sekolah, yangkemudian dijabarkan ke dalam berbagai program pendidikan, yangmeliputi komponen-komponen berikut ini:
a. Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan
b.Struktur dan muatan kurikulum (berisi mata pelajaran, muatan lokal,pengembangan diri, pengaturan beban belajaran, kriteria ketuntasanbelajar, ketentuan mengenai kenaikan kelas dan kelulusan, pendidikankecakapan hidup, pendidikan berbasis lokal dan global)
c. Kalender pendidikan
d. Lampiran-lampiran (yaitu program tahunan, program semester,silabus, RPP, SK dan KD mulok, program pengembangan diri, danperangkat lainnya, misalnya pemetaan KD atau indikator).
Setelah komponen-komponen tersebut lengkap disusun oleh tim,maka dokumen kurikulum tersebut untuk pemberlakuannya yaitu olehkepala sekolah setelah mendapat pertimbangan dari komite sekolah dandiketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang bertanggung jawab dibidang pendidikan.
C. Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Dalam pengembangannya mengacu pada SI dan SKL yang berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah.
Adapun pengembangan KTSP ini berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu,
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan (masyaraka, dunia usaha dan kerja),
5. Menyeluruh dan berkesinambungan (antar semua jenjang),
6. Belajar sepanjang hayat,
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
D. Model Pengembangan KTSP
Dalam implementasinya, terdapat beberapa model pengembangan KTSP, antara lain:
1. Student-Centered Activities
Artinya bahwa kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik sehingga menciptakan iklim belajar yang kondusif yang dapat membangkitkan nafsu, semangat belajar. Dengan adanya iklim belajar yang kondusif akan memberikan daya tarik tersendiri bagi proses belajar. Sebaliknya, iklim belajar yang kurang menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan. Adapun iklim belajar yang kondusif dapat ditunjang dengan beberapa fasilitas, seperti: sarana Laboratorium, pengaturan lingkungan, penampilan dan sikap guru, hubungan yang harmonis antara peserta didik dengan guru dan di antara peserta didik itu sendiri,penataan organisasi dan bahan pembelajaran secara tepat, sesuai dengan kemampuan dan perkembangan peserta didik.
2. Student Activity and Thinking Skill
Artinyamodel pendekatan berdasarkan pada aktivitas kete rampilan berpikir peserta didik.Pengembangan KTSP memerlukan ruangan yang fleksibel, serta mudah disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Sebagai contoh, luas ruangan dengan jumlah peserta didik perlu diperhatikan. Jika pembelajaran dilakukan di ruangan tertutup atau di tempat terbuka perlu diperhatikan gangguan-gangguan yang datang dari lingkungan sekitar.Sarana media pembelajaran juga perlu diatur dan ditata sedemikian rupa. Demikian halnya dengan penerangan jangan sampai mengganggu aktivitas belajar.
3. Spiritual Question and Intelektual Queton (Zikir/Agama dan Pikir/Akal)
Artinya kemampuan keagamaan dan keyakinan anak didik dikuatkan melalui dalil dari kitab yang tertulis dan ayat-ayat yang tercipta supaya bisa diterima melalui akal yang sehat dan bisa dibuktikan melalui pikiran yang sehat sesuai dengan intelektualitasnya berdasarkan rujukan dan rumusnya.Karena agama diterima oleh akal dan wajib hukumnya dibuktikan melalui akal yang sehat, maka manusia yakin betul akan adanya Tuhan yang selalu melihat,takut betul akan dosa,dan ridha apa yang terjadi terhadap dirinya. Pada akhirnya, jadilah manusia yang betul-betul beriman lahir dan batin sehingga bisa berpikir yang cerdas dan positif dan akan selalu sabar dan qona’ah serta berakhlaqul karimah. Namun, selama ini poin yang ketiga ini belum banyak yang melaksanakan, walaupun pada dasarnya semua sudah tahu dan mengerti.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yangdisusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dimana dari tim pusat hanya memberikan rancangan dari kurikulum, sedangkan untuk pengembangannya diberikan kebebasan pada sekolah masing-masing sesuai dengan potensi, karakteristik sekolah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didiksekolah atau komite sekolah namun berpedoman pada SKL dan SI dan sesuai dengan panduan penyusunan kurikulum yang di buat oleh BNSP yang berdasarkan Permendikanas No. 22 Tahun 2006.
Adapun dalam pengembangan KTSP ini hendaknya disesuaikan pada prinsip-prinsipnya sehingga nantinya dapat sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dalam pengembangannya, KTSP memiliki tiga ranah model, yaitu student-centered activities,Student Activity and Thinking Skill, dan Spiritual Question and Intelektual Queton (Zikir/Agama dan Pikir/Akal).
B. Saran
Perkembangan zaman yang semakin pesat mengakibatkan adanya pembaharuan kurikulum yang selalu berganti-ganti sesuai tuntutan tersebut. Oleh karena itu, hendaknya para pelaku pengembang kurikulum betul-betul mempunyai wawasan dan wacana yang luas dan sensitive terhadap perubahan dan perkembangan zaman sehingga apa yang dirumuskan dalam kurikulum dapat sesuai dan tepat sasaran baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Masnur, Muslich.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta, PT. Bumi Aksara, cet. I, 2007
Muhtadi, Ali. 2011. Prinsip dan Model Pengembangan KTSP. Yogyakarta: KTP FIP Universitas Negeri Yogyakarta.
Mulyasa.E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, cet.4, 2007
Ibid .Hal 151
Sanjaya, Wina. Kurikulum Dan Pembelajaran Teori dan Praktik KTSP. Jakarta: PT. Kencana, cet 2, 2009
Opcit. Hal, 155
Sanjaya, Budi. 2007. KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (what`s Up..?!?). Diunduh tanggal 24 November 2011, dari http://guruw.wordpress.com/2007/04/30/ktsp-kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan-whats-up/
Usmanto.2011. Makalah Arah Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Diunduh tanggal 23 November 2011 dari http://usmantospdimpd.blogspot.com/2011/04/makalah-arah-pengembangan-kurikulum.html
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Dalam bidang pendidikan, peranan kurikulum sangat diperlukan. Hal ini terjadi mengingat kurikulum sangat berkaitan erat dengan pendidikan yang mana kurikulum dapat dijadikan sebagai pedoman, instrumen, maupun petunjuk dalam mencapai tujuan pendidikan.
Dalam iplementasinya, kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman sehingga kurikulum tersebut bersifat dinamis. Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, pemerintah mengamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah menyelesaikan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang kemudian dikukuhkan menjadi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Nomor 24 Tahun 2006 tentang ketentuan pelaksanaannya. Dalam peraturan tersebut terdapat Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang kemudian dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan kurikulum.
Seperti kita ketahui, pada dasarnya kurikulum yang diterapkan di sekolah-sekolah selalu ditetapkan oleh pusat dan terkadang yang menjadi masalah yaitu banyak sekolah yang belum dapat mencapai tujuan seperti yang tertera dalam kurikulum tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya inovasi baru dalam penyusunan kurikulum yang acuannya dibuat oleh pusat namun pengembangan lebih lanjutnya dikembangkan oleh sekolah masing-masing. Dengan kondisi tersebut, muncul adanya kurikulum KTSP yang memberi kebebasan pada sekolah untuk mengembangkan kurikulum tersebut. Untuk itu, perlu dikaji lebih mendetail mengenai kurikulum KTSP seperti yang akan dijelaskan dalam pembahasan berikutnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan KTSP?
2. Bagaimanakah penyusunan KTSP?
3. Bagaimanakah prinsip-prinsip pengembangan KTSP?
4. Bagaimanakah model pengembangan KTSP?
C. Tujuan Penulisan
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi penulis maupun pembaca. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa maupun mahasiswi mengenai pengembangan KTSP yang didalamnya dikaji tentang prinsip-prinsip pengembangan KTSP dan model pengembangan kurikulumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi KTSP
KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dimana dari tim pusat hanya memberikan rancangan dari kurikulum, sedangkan untuk pengembangannya diberikan kebebasan pada sekolah masing-masing sesuai dengan potensi, karakteristik sekolah,sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didiksekolah atau komite sekolah, Madrasah atau komite madrasah. Adapun dalam mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan,di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan di tingkat SD,SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI,MTs, MA, MAK.
KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum yang telah ada agar lebih familier dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan untuk memiliki tanggung jawab yang memadai. Dimana penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan ini dimaksudkan agar Sistem Pendidikan Nasional selalu relevan dan kompetitif sehingga sejalan dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 35 dan 36 yang menekankan perlunya peningkatan Standar Nasional Pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Adapun landasan yang mendasari adanya KTSP ini yaitu UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, PP No. 19/2005 tentang SPN, Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi, Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi. Sedangkan implementasinya berdasarkan pada Peraturan Mendiknas RI No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tentang SI dan No. 23 tentang SKL.
B. Penyusunan Kurikulum KTSP
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakanoleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah), dengan mengacu padastandar kompetensi lulusan dan standar isi, serta berpedoman padapanduan yang disusun oleh BSNP. Kurikulum tersebut disusun sebagai pedomanpenyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikandi tingkat satuan pendidikan. Dalam mekanismenya,penyusunan KTSP yang dilakukan sekolah, yaitu sekolah harusmenentukan tim penyusun KTSP yang terdiri dari kepala sekolah sebagaiketua merangkap anggota, guru, konselor, komite sekolah, dan narasumber, serta dinas pendidikan setempat.
Pada dasarnya, penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah.Adapun kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja atau lokakaryasekolah/madrasah atau kelompok sekolah/madrasah yangdiselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru. Tahapkegiatan penyusunan KTSP secara garis besar, meliputi:
1. penyiapan danpenyusunan draf,
2. review dan revisi,
3. finalisasi, pemantapan danpenilaian.
Adapun langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diaturdan diselenggarakan oleh tim penyusun.Dalam pelaksanaannya, tim penyusun KTSP secarabersama-sama melakukan analisis konteks terlebih dahulu yang meliputi beberapa kegiatan, yaitu:
1. mengidentifikasi standar kompetensi lulusan dan standar isisebagai acuan dalam penyusunan KTSP,
2. menganalisis kondisi yangada di satuan pendidikan yang meliputi: peserta didik, pendidik dan tenagakependidikan, sarana prasarana, biaya, dan program-program,
3. menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat danlingkungan sekitar yang meliputi komite sekolah, dewan pendidikan, dinaspendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber dayaalam dan sosial budaya.
Berdasarkan hasil analisis yang didapat dari konteks tersebut, maka langkahselanjutnya sekolah dapat menentukan visi, dan misi sekolah, yangkemudian dijabarkan ke dalam berbagai program pendidikan, yangmeliputi komponen-komponen berikut ini:
a. Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan
b.Struktur dan muatan kurikulum (berisi mata pelajaran, muatan lokal,pengembangan diri, pengaturan beban belajaran, kriteria ketuntasanbelajar, ketentuan mengenai kenaikan kelas dan kelulusan, pendidikankecakapan hidup, pendidikan berbasis lokal dan global)
c. Kalender pendidikan
d. Lampiran-lampiran (yaitu program tahunan, program semester,silabus, RPP, SK dan KD mulok, program pengembangan diri, danperangkat lainnya, misalnya pemetaan KD atau indikator).
Setelah komponen-komponen tersebut lengkap disusun oleh tim,maka dokumen kurikulum tersebut untuk pemberlakuannya yaitu olehkepala sekolah setelah mendapat pertimbangan dari komite sekolah dandiketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang bertanggung jawab dibidang pendidikan.
C. Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Dalam pengembangannya mengacu pada SI dan SKL yang berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah.
Adapun pengembangan KTSP ini berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu,
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan (masyaraka, dunia usaha dan kerja),
5. Menyeluruh dan berkesinambungan (antar semua jenjang),
6. Belajar sepanjang hayat,
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
D. Model Pengembangan KTSP
Dalam implementasinya, terdapat beberapa model pengembangan KTSP, antara lain:
1. Student-Centered Activities
Artinya bahwa kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik sehingga menciptakan iklim belajar yang kondusif yang dapat membangkitkan nafsu, semangat belajar. Dengan adanya iklim belajar yang kondusif akan memberikan daya tarik tersendiri bagi proses belajar. Sebaliknya, iklim belajar yang kurang menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan. Adapun iklim belajar yang kondusif dapat ditunjang dengan beberapa fasilitas, seperti: sarana Laboratorium, pengaturan lingkungan, penampilan dan sikap guru, hubungan yang harmonis antara peserta didik dengan guru dan di antara peserta didik itu sendiri,penataan organisasi dan bahan pembelajaran secara tepat, sesuai dengan kemampuan dan perkembangan peserta didik.
2. Student Activity and Thinking Skill
Artinyamodel pendekatan berdasarkan pada aktivitas kete rampilan berpikir peserta didik.Pengembangan KTSP memerlukan ruangan yang fleksibel, serta mudah disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Sebagai contoh, luas ruangan dengan jumlah peserta didik perlu diperhatikan. Jika pembelajaran dilakukan di ruangan tertutup atau di tempat terbuka perlu diperhatikan gangguan-gangguan yang datang dari lingkungan sekitar.Sarana media pembelajaran juga perlu diatur dan ditata sedemikian rupa. Demikian halnya dengan penerangan jangan sampai mengganggu aktivitas belajar.
3. Spiritual Question and Intelektual Queton (Zikir/Agama dan Pikir/Akal)
Artinya kemampuan keagamaan dan keyakinan anak didik dikuatkan melalui dalil dari kitab yang tertulis dan ayat-ayat yang tercipta supaya bisa diterima melalui akal yang sehat dan bisa dibuktikan melalui pikiran yang sehat sesuai dengan intelektualitasnya berdasarkan rujukan dan rumusnya.Karena agama diterima oleh akal dan wajib hukumnya dibuktikan melalui akal yang sehat, maka manusia yakin betul akan adanya Tuhan yang selalu melihat,takut betul akan dosa,dan ridha apa yang terjadi terhadap dirinya. Pada akhirnya, jadilah manusia yang betul-betul beriman lahir dan batin sehingga bisa berpikir yang cerdas dan positif dan akan selalu sabar dan qona’ah serta berakhlaqul karimah. Namun, selama ini poin yang ketiga ini belum banyak yang melaksanakan, walaupun pada dasarnya semua sudah tahu dan mengerti.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yangdisusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dimana dari tim pusat hanya memberikan rancangan dari kurikulum, sedangkan untuk pengembangannya diberikan kebebasan pada sekolah masing-masing sesuai dengan potensi, karakteristik sekolah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didiksekolah atau komite sekolah namun berpedoman pada SKL dan SI dan sesuai dengan panduan penyusunan kurikulum yang di buat oleh BNSP yang berdasarkan Permendikanas No. 22 Tahun 2006.
Adapun dalam pengembangan KTSP ini hendaknya disesuaikan pada prinsip-prinsipnya sehingga nantinya dapat sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dalam pengembangannya, KTSP memiliki tiga ranah model, yaitu student-centered activities,Student Activity and Thinking Skill, dan Spiritual Question and Intelektual Queton (Zikir/Agama dan Pikir/Akal).
B. Saran
Perkembangan zaman yang semakin pesat mengakibatkan adanya pembaharuan kurikulum yang selalu berganti-ganti sesuai tuntutan tersebut. Oleh karena itu, hendaknya para pelaku pengembang kurikulum betul-betul mempunyai wawasan dan wacana yang luas dan sensitive terhadap perubahan dan perkembangan zaman sehingga apa yang dirumuskan dalam kurikulum dapat sesuai dan tepat sasaran baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Masnur, Muslich.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta, PT. Bumi Aksara, cet. I, 2007
Muhtadi, Ali. 2011. Prinsip dan Model Pengembangan KTSP. Yogyakarta: KTP FIP Universitas Negeri Yogyakarta.
Mulyasa.E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, cet.4, 2007
Ibid .Hal 151
Sanjaya, Wina. Kurikulum Dan Pembelajaran Teori dan Praktik KTSP. Jakarta: PT. Kencana, cet 2, 2009
Opcit. Hal, 155
Sanjaya, Budi. 2007. KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (what`s Up..?!?). Diunduh tanggal 24 November 2011, dari http://guruw.wordpress.com/2007/04/30/ktsp-kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan-whats-up/
Usmanto.2011. Makalah Arah Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Diunduh tanggal 23 November 2011 dari http://usmantospdimpd.blogspot.com/2011/04/makalah-arah-pengembangan-kurikulum.html
pengembangan kurikulum teknologi
BAB I
PENDAHULUAN
`
A. Latar Belakang
Kurikulum di Negara kita telah berkembang dari masa ke masa sesuai dengan kebutuhan, tuntutan dan perkembangan masyarakat. Sebagian besar daripadanya merupakan kelanjutan dari kurikulum sebelumnya. Perubahan dan perkembangan kurikulum hendaknya mempunyai tujuan tertentu berdasarkan penelitian, perencanaan dan pemikiran yang cermat dan hati-hati.
Telah banyak ahli-ahli mengemukakan pendapatnya dan memberikan definisi tentang kurikulum. Penafsiran istilah kurikulum beragam pula seperti yang dikatakan oleh Thomas E. Curtis dan Wilma W. Bidwell (Curtis & Bidwell, 1976 hal. 143) bahwa “Interpretasi istilah kurikulum beragam mulai dari pendapat yang mengatakan bahwa kurikulum terdiri atas semua pengalaman yang dipunyai peserta didik yang diperoleh di bawah bimbingan sekolah sampai pada perdebatan bahwa kurikulum adalah hasil belajar yang sudah terlebih dahulu direncanakan pendidik. Sedangkan Fenwick W. English mengemukakan kurikulum akan timbul bila orang-orang sisekilah mengadopsi seperangkat respon terhadap seperangkat keadaan disekolah. Untuk kepentingan politik, pengajaran, social, kepentingan politik pengajaran social, pengelolaan respon tersebut diatas dituangkan hitam diatas putih, sehingga kurikulum ini menjadi suatu dokumen.
Dalam arti yang sempit kurikulum berarti “suatu garis besar pelajaran” sedangkan pada ujung ekstrim lainnya menurut Tyler adalah “segala sesuatu yang Nampak pada perencanaan, pengajaran dan belajar dalam lembaga pendidikan, sehingga pengembangan kurikulum akan merujuk kepada mengembangkan rencana-rencana program pendidikan.
Nana Syaodih (1997) menjelaskan bahwa “ pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikannya serta pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut, serta model konsep pendidikan mana yang digunakan.”
Perspektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektivitas program metode dan material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan. Teknologi mempengaruhi kurikulum dalam dua cara, yaitu aplikasi dan teori dan aplikasi. Aplikasi teknologi merupakan suatu rencana penggunaan beragam alat dan media, atau tahapan basis instruksi. Sebagai teori, teknologi digunakan dalam pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan instruksional. Pandangan pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih diarahkan pada bagimana mengajarkannya, bukan apa yang diajarkan. Adapun pandangan kedua menyatakan bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan instruksional.
B. Rumusan Masalah
Dilihat dari llatar belakang diatas, dapat kita simpulkan masalah yang dapat dikaji, meliputi:
1. Apakah devinisi dari kuriikulum?
2. Apasaja landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum?
3. Perinip apasajakah yang dipakai dalam pengembangan kurikulum?
4. Apa sajakah studi kurikulum teknologi?
5. Metode pengembangan kurikulum berbasis teknologi?
C. Tujuan
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca. Selain itu makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan informasi kepada mahasiswa atau mahasiswi mengenai pengembangan kurikulum dengan menggunakan metode pengembangan kurikulum berbasis teknologi.
D. Metode
Metode yang kami gunakan untuk menyelesaikan makalah ini adalah dengan menggunakan berbagai media sebagai referensi, baik buku maupun internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin yakni “curriculae” yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Saat itu arti, pengertian yakti jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijasah. Ada bebrapa penafsiran lain mengenai kurikulum.
1. Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Yakni sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Dimana semakin banyak pengalaman dan penemuan-penemuan berupa (mata ajaran), maka semakin banyak pula mata ajran yang harus disususn dalam kurikulum dan harus dipelajari oleh siswa.
2. Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Merupakan suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dalam program-program ini para siswa akan melakukan kegiatan beljar mengajar. Sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran.
3. Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Yakni lebih menekkankan bahwa kurikulum sebagai pengalaman belajar. Dimana dalam kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencangkup kegiatan di luar sekolah.
Jadi dapt disimpulkan bahwa, kurikum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi an bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedomanpenyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
B. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Perlunya landasan dalam pengembangan kurikulum yaktu dilihat dari landasan filosofis dan psikologis. Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu.
2. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses.
5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
C. Prinsip Kurikulum Teknologi
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Adpun prinsip-prinsip yang digunakan meliputi prinsip umum dan khusus. Prinsip umum meliputi;
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsippengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok :
1. Prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas;
2. Prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi: secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas: dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
D. Studi Kurikulum Teknologi
Karakteristik kurikulum biasanya diartikan oleh para peneliti dengan menggunakan berbagai istilah yang berbeda untuk merepresentasi konseptualisasi kurikulum yang berbeda. Untuk itu perlunya metode yang digunakan untuk memngetahui karakteristik dari kurikulum tersebut, dengan cara mengelompokan atau menentukan kategori berbagai konsepsi kurikulum yang pokok, yang disertai dengan contoh, pengertian dan kecaman terhadap masing-masing kategori tersebut.
Dalam domain studi kurikulum, dapat dinyatakan bahwa fokus sental kurikulum adalah otobiografis , sehingga kurikulum pada dasarnya merupakan interpretasi berbagai pengalaman hidup. Perlu dipahami bahwa karakteristik kurikulum bersifat kategoris, sehingga tidak tertutup kemungkinan adanya karakteristik kurikulum lainnya.
Gambaran problematik dari pengembangan kurikulum telah menghasilkan suatu diversitas opini tentang berbagai aspek dari lapangan kurikulum tersebut, yang bahkan meliputi definisi kurikulum itu sendiri. Prinsip-prinsip yang diperlukan dalam memperbaiki kurikulum:
1. Bidang kurikulum
Suatu area umum studi yang berkenaan dengan pengembangan dan implementasi tujuan (umum dan khusus) pendidikan.
2. Studi dan praktek
Menuntut pemahaman yang luas tentang fondasi (filosofis, sosiologis, dan psikologis) kurikulum, yang mendasari tindakan kurikulum.
3. Pada praktikannya, bidang kurikulum meliputi perencanaan, pengembangan, desain instruksional, riset, perteriori.
4. Hasil pengamatan belajar dari kurikulum.
5. Segala keputusan yang berkaitan dengan bidang kurikulum yang memiliki serangkaina proses uyang komplek dan memiliki banyak alternatif.
6. Bidang kurikulum bersifat interdisiplin dan mengandung berbagai ide bersama dari bidang pendidikan
7. Semua kegiatan dalam bidang kurikulum harus mengacu pada hal tertentu, yang spesifik berkenaan dengan situasi belajar.
E. Model Kurikulum Teknologi
Model berdasarkan teknik yang sedang berkembang ini dicetuskan oleh Kirst dan Walker. Model ini muncul seiring dengn perkembangan zaman serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta nilai-nilai bisnis dalam budaya insdustri. Kirst dan Walker (1971:486) mengemukakan bahwa kecenderungan-kecenderungan baru tumbuh berdasarkan tiga orientasi berikut:
a) Model analisis tingkah laku
Model analisis tingkah laku mendesain sistem instruksional yang menekankan pada penguasaan tingkah laku atau kemampuan yang dimiliki siswa. Suatu tingkah laku yang kompleks dijabarkan menjadi tingkah laku sederhana yang tersusun secara hierarki. Model ini menekankan pada prosedur skenarian dari insepsi ke eksekusi oleh spesialis. Penerapan model ini menuntut kemampuan atau kekuatan administrative organisasi.
b) Model analisis sistem
Model ini dikenal sebagai model perencanaan program analisis keefektifan biaya, disingkat PPBS (Planning Program budgeting system). Pengembangan model analisis sistem dilaksanakan melalui langkah-langkah, yaitu menentukan spesialisasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa, menyusun instrument untuk mengukur atau menilai hasil-hasil belajar, mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan, dan membandingkan biaya relative dan keuntungan dair program-program pendidikan.
c) Model berdasarkan computer
Adalah suatu model pengembangan kurikulum dangan cara memperdayakan computer. Pengembangan model ini dimulai dari identifikasi semua unit kurikulum, dan masing-masing unit kurikulum memiliki rumusan tentang hasil belajar yang diharapkan. Para peserta didik dan guru diminta melengkapi pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan unit-unit kurikulum tersebut, kemudian jawaban serta hasil belajar siswa diolah melalui proses computer dan disimpan di dalam computer. (Kirst dan Walker 1971:486)
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. PT Bumi Aksara: Jakarta.
Hamalik Oemar. 2011. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. PT RemajaRosdakarya: Bandung.
SumantriMulyani. 1988. KurikulumdanPengajaran. DEPDIKBUD: Jakarta.
Rusman.2009. ManajemenKurikulum. PT GrafindoPersada: Jakarta.
Sukadinata, Nana. 2010. PENGEMBANGAN KURIKULUM: TeoridanPraktik. PT RemajaRosdakarya: Bandung.
PENDAHULUAN
`
A. Latar Belakang
Kurikulum di Negara kita telah berkembang dari masa ke masa sesuai dengan kebutuhan, tuntutan dan perkembangan masyarakat. Sebagian besar daripadanya merupakan kelanjutan dari kurikulum sebelumnya. Perubahan dan perkembangan kurikulum hendaknya mempunyai tujuan tertentu berdasarkan penelitian, perencanaan dan pemikiran yang cermat dan hati-hati.
Telah banyak ahli-ahli mengemukakan pendapatnya dan memberikan definisi tentang kurikulum. Penafsiran istilah kurikulum beragam pula seperti yang dikatakan oleh Thomas E. Curtis dan Wilma W. Bidwell (Curtis & Bidwell, 1976 hal. 143) bahwa “Interpretasi istilah kurikulum beragam mulai dari pendapat yang mengatakan bahwa kurikulum terdiri atas semua pengalaman yang dipunyai peserta didik yang diperoleh di bawah bimbingan sekolah sampai pada perdebatan bahwa kurikulum adalah hasil belajar yang sudah terlebih dahulu direncanakan pendidik. Sedangkan Fenwick W. English mengemukakan kurikulum akan timbul bila orang-orang sisekilah mengadopsi seperangkat respon terhadap seperangkat keadaan disekolah. Untuk kepentingan politik, pengajaran, social, kepentingan politik pengajaran social, pengelolaan respon tersebut diatas dituangkan hitam diatas putih, sehingga kurikulum ini menjadi suatu dokumen.
Dalam arti yang sempit kurikulum berarti “suatu garis besar pelajaran” sedangkan pada ujung ekstrim lainnya menurut Tyler adalah “segala sesuatu yang Nampak pada perencanaan, pengajaran dan belajar dalam lembaga pendidikan, sehingga pengembangan kurikulum akan merujuk kepada mengembangkan rencana-rencana program pendidikan.
Nana Syaodih (1997) menjelaskan bahwa “ pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikannya serta pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut, serta model konsep pendidikan mana yang digunakan.”
Perspektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektivitas program metode dan material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan. Teknologi mempengaruhi kurikulum dalam dua cara, yaitu aplikasi dan teori dan aplikasi. Aplikasi teknologi merupakan suatu rencana penggunaan beragam alat dan media, atau tahapan basis instruksi. Sebagai teori, teknologi digunakan dalam pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan instruksional. Pandangan pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih diarahkan pada bagimana mengajarkannya, bukan apa yang diajarkan. Adapun pandangan kedua menyatakan bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan instruksional.
B. Rumusan Masalah
Dilihat dari llatar belakang diatas, dapat kita simpulkan masalah yang dapat dikaji, meliputi:
1. Apakah devinisi dari kuriikulum?
2. Apasaja landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum?
3. Perinip apasajakah yang dipakai dalam pengembangan kurikulum?
4. Apa sajakah studi kurikulum teknologi?
5. Metode pengembangan kurikulum berbasis teknologi?
C. Tujuan
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca. Selain itu makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan informasi kepada mahasiswa atau mahasiswi mengenai pengembangan kurikulum dengan menggunakan metode pengembangan kurikulum berbasis teknologi.
D. Metode
Metode yang kami gunakan untuk menyelesaikan makalah ini adalah dengan menggunakan berbagai media sebagai referensi, baik buku maupun internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin yakni “curriculae” yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Saat itu arti, pengertian yakti jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijasah. Ada bebrapa penafsiran lain mengenai kurikulum.
1. Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Yakni sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Dimana semakin banyak pengalaman dan penemuan-penemuan berupa (mata ajaran), maka semakin banyak pula mata ajran yang harus disususn dalam kurikulum dan harus dipelajari oleh siswa.
2. Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Merupakan suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dalam program-program ini para siswa akan melakukan kegiatan beljar mengajar. Sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran.
3. Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Yakni lebih menekkankan bahwa kurikulum sebagai pengalaman belajar. Dimana dalam kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencangkup kegiatan di luar sekolah.
Jadi dapt disimpulkan bahwa, kurikum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi an bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedomanpenyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
B. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Perlunya landasan dalam pengembangan kurikulum yaktu dilihat dari landasan filosofis dan psikologis. Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu.
2. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses.
5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
C. Prinsip Kurikulum Teknologi
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Adpun prinsip-prinsip yang digunakan meliputi prinsip umum dan khusus. Prinsip umum meliputi;
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsippengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok :
1. Prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas;
2. Prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi: secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas: dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
D. Studi Kurikulum Teknologi
Karakteristik kurikulum biasanya diartikan oleh para peneliti dengan menggunakan berbagai istilah yang berbeda untuk merepresentasi konseptualisasi kurikulum yang berbeda. Untuk itu perlunya metode yang digunakan untuk memngetahui karakteristik dari kurikulum tersebut, dengan cara mengelompokan atau menentukan kategori berbagai konsepsi kurikulum yang pokok, yang disertai dengan contoh, pengertian dan kecaman terhadap masing-masing kategori tersebut.
Dalam domain studi kurikulum, dapat dinyatakan bahwa fokus sental kurikulum adalah otobiografis , sehingga kurikulum pada dasarnya merupakan interpretasi berbagai pengalaman hidup. Perlu dipahami bahwa karakteristik kurikulum bersifat kategoris, sehingga tidak tertutup kemungkinan adanya karakteristik kurikulum lainnya.
Gambaran problematik dari pengembangan kurikulum telah menghasilkan suatu diversitas opini tentang berbagai aspek dari lapangan kurikulum tersebut, yang bahkan meliputi definisi kurikulum itu sendiri. Prinsip-prinsip yang diperlukan dalam memperbaiki kurikulum:
1. Bidang kurikulum
Suatu area umum studi yang berkenaan dengan pengembangan dan implementasi tujuan (umum dan khusus) pendidikan.
2. Studi dan praktek
Menuntut pemahaman yang luas tentang fondasi (filosofis, sosiologis, dan psikologis) kurikulum, yang mendasari tindakan kurikulum.
3. Pada praktikannya, bidang kurikulum meliputi perencanaan, pengembangan, desain instruksional, riset, perteriori.
4. Hasil pengamatan belajar dari kurikulum.
5. Segala keputusan yang berkaitan dengan bidang kurikulum yang memiliki serangkaina proses uyang komplek dan memiliki banyak alternatif.
6. Bidang kurikulum bersifat interdisiplin dan mengandung berbagai ide bersama dari bidang pendidikan
7. Semua kegiatan dalam bidang kurikulum harus mengacu pada hal tertentu, yang spesifik berkenaan dengan situasi belajar.
E. Model Kurikulum Teknologi
Model berdasarkan teknik yang sedang berkembang ini dicetuskan oleh Kirst dan Walker. Model ini muncul seiring dengn perkembangan zaman serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta nilai-nilai bisnis dalam budaya insdustri. Kirst dan Walker (1971:486) mengemukakan bahwa kecenderungan-kecenderungan baru tumbuh berdasarkan tiga orientasi berikut:
a) Model analisis tingkah laku
Model analisis tingkah laku mendesain sistem instruksional yang menekankan pada penguasaan tingkah laku atau kemampuan yang dimiliki siswa. Suatu tingkah laku yang kompleks dijabarkan menjadi tingkah laku sederhana yang tersusun secara hierarki. Model ini menekankan pada prosedur skenarian dari insepsi ke eksekusi oleh spesialis. Penerapan model ini menuntut kemampuan atau kekuatan administrative organisasi.
b) Model analisis sistem
Model ini dikenal sebagai model perencanaan program analisis keefektifan biaya, disingkat PPBS (Planning Program budgeting system). Pengembangan model analisis sistem dilaksanakan melalui langkah-langkah, yaitu menentukan spesialisasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa, menyusun instrument untuk mengukur atau menilai hasil-hasil belajar, mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan, dan membandingkan biaya relative dan keuntungan dair program-program pendidikan.
c) Model berdasarkan computer
Adalah suatu model pengembangan kurikulum dangan cara memperdayakan computer. Pengembangan model ini dimulai dari identifikasi semua unit kurikulum, dan masing-masing unit kurikulum memiliki rumusan tentang hasil belajar yang diharapkan. Para peserta didik dan guru diminta melengkapi pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan unit-unit kurikulum tersebut, kemudian jawaban serta hasil belajar siswa diolah melalui proses computer dan disimpan di dalam computer. (Kirst dan Walker 1971:486)
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. PT Bumi Aksara: Jakarta.
Hamalik Oemar. 2011. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. PT RemajaRosdakarya: Bandung.
SumantriMulyani. 1988. KurikulumdanPengajaran. DEPDIKBUD: Jakarta.
Rusman.2009. ManajemenKurikulum. PT GrafindoPersada: Jakarta.
Sukadinata, Nana. 2010. PENGEMBANGAN KURIKULUM: TeoridanPraktik. PT RemajaRosdakarya: Bandung.
profesionali guru
Profesionalisasi Guru
Profesionalisme seorang guru secara garis besar ditentukan oleh tiga faktor, yakni: (1) faktor internal dari guru itu sendiri, (2) kondisi lingkungan tempat kerja, dan (3) kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu profesionalisasi (upaya meningkatkan profesionalisme) guru agar menjadi guru profesional harus dilakukan secara sinergis melalui tiga jalur dimaksud. Berikut adalah penjelasan masing-masing faktor.
(1) Faktor internal guru. Faktor internal guru, yakni kemauan guru untuk menjadi seorang guru yang profesional memegang peranan sangat penting. Faktor internal ini justru yang mempercepat proses terwujudnya guru-guru yang profesional. Dengan kata lain, profesionalisasi guru profesional tidak akan terwujud apabila tidak dimulai dari faktor internal ini. Jadi, upaya yang dilakukan dalam profesionalisasi guru perlu diarahkan pada terbentuknya kesadaran pada diri setiap guru agar mereka secara sukarela meningkatkan profesionalismenya sehingga menjadi guru profesional.
(2) Kondisi lingkungan tempat kerja. Kondisi lingkungan tempat kerja juga sangat menentukan keberhasilan profesionalisasi guru profesional. Sebab, meskipun sudah dilakukan profesionalisasi agar guru menjadi profesional, namun apabila lingkungan tempat kerja tidak kondusif–apalagi tidak memberikan penghargaan kepada guru profesional–maka upaya profesionalisasi tadi juga akan menemui jalan buntu. Akibatnya, guru yang semula memiliki semangat juang yang tinggi dalam mengemban profesinya menjadi tak berdaya dan acuh tak acuh dengan profesinya itu. Hasilnya, guru tidak lagi menjadi profesional, apalagi berusaha untuk menjadi profesional.
(3) Kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah dalam profesionalisasi guru profesional ini terutama terkait dengan award and punishment. Award diberikan kepada para guru profesional (yang telah menunjukkan kinerja dengan profesionalisme tinggi), sekaligus diberikan kepada mereka yang selalu berusaha untuk meningkatkan keprofesionalannya. Punishment diberikan kepada guru yang tidak bekerja secara profesional. Apabila kebijakan pemerintah ini dijalankan, maka profesionalisasi guru profesional akan semakin mudah mencapai sasaran. Ya, profesionalisasi guru agar profesional memang harus dilakukan secara profesional juga.
A . SYARAT UNTUK MENJADI GURU YANG BAIK
Untuk menjadi guru yang baik dan dapat melaksanakan pembelajaran dengan sebaik-baiknya,seorang guru dituntut untuk memiliki kualitas yang dituntut dari profil seorang guru,seperti :
1. Memiliki kepribadian
2. Memiliki pengetahuan dan pemahaman profesi kependidikan
3 .Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang bidang spesialisasi
4. Memiliki kemampuan dan ketrampilan profesi
Di samping itu guru juga dituntut untuk memiliki beberapa kemampuan seperti :
1. Menguasai materi pembelajaran dan kemampuan untuk memilih,menata,dan mengemas materi pelajaran ke dalam cakupan dan kedalaman yang sesuai dengan sasaran kurikuler yang mudah dicerna oleh siswa.
2. Memiliki penguasaan tentang teori dan ketrampilan mengajar.
3. Memiliki pengetahuan tentang masa pertumbuhan dan perkembangan siswa serta memiliki pemahaman tentang bagaimana siswa belajar.
1. Penguasaan materi pelajaran sebagai dasar kemampuan guru untuk melakukan proses pembelajaran.
Guru yang profesional sebelum mulai mengajar mereka telah benar-benar mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, baik dari segi adminstrasi seperti membuat persiapan mengajar, membuat program pembelajaran, media pembelajaran, maupun dari segi edukatif, seperti menguasai materi pelajaran, metode dan teknik pembelajaran.
Guru juga harus memiliki kemampuan untuk memilih, menata, dan mengemas materi pelajaran ke dalam cakupan dan kedalaman yang sesuai dengan sasaran kurikuler dan kemampuan daya tangkap sehingga mudah dicerna oleh siswa, dengan demikian proses pembelajaran menjadi menarik karena bersifat terarah, apalagi dilengkapi dengan media pembelajaran yang menarik, disampaikan secara lugas, tidak berbelit-belit, dan banyak melibatkan siswa.
1. Memiliki penguasaan tentang teori dan ketrampilan mengajar
Ada beberapa ketrampilan yang harus dikuasai guru antara lain :
1. Ketrampilan menjelaskan
Penjelasan materi pelajaran yang mudah dipahami siswa merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran, oleh sebab itu guru diharapkan mampu mengorganisasikan materi pelajaran dengan perencanaan yang sistematis,sehingga mudah dipahami oleh siswa.
Ketrampilan ini bertujuan untuk :
# membantu siswa dalam menghadapi konsep,hokum,prinsip,atau prosedur.
# membantu siswa menjawab pertanyaan
# melibatkan siswa untuk berpikir
# mendapatkan balikan dari siswa
# membantu siswa menghayati proses nalar
1. Ketrampilan memberi penguatan
Ketrampilan memberi penguatan baru akan tampak pada saat guru memberikan respon terhadap munculnya tingkah laku siswa yang bernilai positif,sehingga dapat meningkatkan perhatian dan motivasi belajar siswa kearah yang lebih positif. Penguatan dapat diberikan dalam bentuk verbal ( kata-kata / pujian ), dan non verbal , seperti : gerakan mendekati,mimic dan gerakan badan, sentuhan, dan kegiatan yang menyenangkan siswa ( audience ).
1. Ketrampilan bertanya
Hampir semua kegiatan proses pembelajaran berlangsung dengan tanya jawab. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran yang dilaksanakan guru dapat membantu siswanya. Kualitas pertanyaan guru menggambarkan kualitas jawaban siswa, oleh sebab itu guru yang terampil dalam bertanya , akan mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
1. Ketrampilan mengadakan variasi pembelajaran
Ketrampilan jenis ini harus dimiliki guru dengan tujuan untuk mengadakan variasi guna melakukan perubahan dalam proses kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa,serta mengurangi rasa jenuh dan bosan selama mengikuti proses pembelajaran.Ketrampilan mengadakan variasi meliputi : variasi dalam gaya mengajar, penggunaan media dan bahan pelajaran,serta variasi dalam pola interaksi dan kegiatan.
1. Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran
Kegiatan membuka pelajaran dilakukan guru untuk menciptakan suasana yang dapat menimbulkan kesiapan mental siswa agar termotivasi terhadap pelajaran yang akan diberikan guru.Kegiatan ini berbentuk appersepsi,pretes,atau tanya jawab terhadap materi yang lalu atau materi yang akan diberikan.Sedangkan kegiatan menutup pelajaran terdiri dari : membuat rangkuman / ringkasan, melaksanakan evaluasi akhir pelajaran, dan memberikan tindak lanjut.
1. Ketrampilan mengelola kelas
Ketrampilan ini harus dimiliki guru dalam rangka menciptakan dan mempertahankan situasi kelas yang kondusif dan menyenangkan , sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Di samping itu ketrampilan ini bermanfaat bagi guru terutama untuk :
# Mendorong siswa agar dapat bertanggung jawab baik secara individu / klasikal terhadap perilakunya.
# Menyadari kebutuhan siswa.
# Memberikan respon yang efektif terhadap perilaku siswa.
1. 3. Memiliki pengetahuan tentang masa pertumbuhan dan perkembangan siswa serta memiliki pemahaman tentang bagaimana siswa belajar.
Untuk dapat memahami anak didik dengan baik, seorang guru harus dapat memahami hakikat pertumbuhan dan perkembangan mereka serta memahami karakteristik anak didiknya. Hal ini disebabkan karena siswa sebagai manusia mengalami perubahan-perubahan fisik, interaksi sosial, kemampuan mengingat, kemampuan emosional, kemampuan intelektual, kemampuan kognitif, afektif, dan kemampuan psikomotor. Dengan dikuasainya pemahaman anak didik oleh guru, akan memudahkan guru tersebut dalam melaksanakan proses pembelajaran sebab guru akan dapat memberikan materi yang sesuai dengan masa pertumbuhan dan perkembangan siswa.
B . HAK DAN KEWAJIBAN GURU
Guru sebagai tenaga professional, ahli dalam bidang (akademis) yang ditandai dengan memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang berwenang dan terakreditasi oleh pemerintah. Seseorang yang telah memiliki sertifikat mengajar, dinyatakan sebagai ahli dalam bidang akademis tertentu, memiliki hak untu mengajar dalam lembaga atau satua pendidikan. Secara akademis, seorang guru professional ia memiliki keahlian atau kecakapan akademis atau dalam bidang ilmu tertentu; cakap mempersiapkan penyajian materi (pembuatan silabus; program tahunan, program semster) yang akan menjadi acuan penyajian; melaksanakan penyajian materi ,melaksanakan evaluasi ,serta mampu memperlakukan siswa secara adil dan secara manusiawi.
Undang-undang Guru No.14 Tahun 2005 menyebutkan tentang hak dan kewajiban guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan adalah :
v Hak Seorang Guru diantaranya :
1) Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
2) Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
3) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.
4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi
5) Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan.
6) Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,memberikan penghargaan ataupun sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan ,kode etik guru,dan peraturan perundang-undangan.
7) Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas.
8) Memiliki kebebasan untuk berserikat dan organisasi profesi
9) Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan.
10) Memiliki kesempatan untuk barperan mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi.
11) Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya ( Bab IV Pasal 14, halaman 6 ).
v Kewajiban Seorang Guru diantaranya :
1) Merencanakan pembelajaran , melaksanakan
2) proses pembelajaran yang bermutu , serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
3) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan , teknologi dan seni.
4) Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,agama,suku,ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
5) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan,hukum,kode etik guru,serta nilai-nilai agama dan etika.
6) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Profesionalisme seorang guru secara garis besar ditentukan oleh tiga faktor, yakni: (1) faktor internal dari guru itu sendiri, (2) kondisi lingkungan tempat kerja, dan (3) kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu profesionalisasi (upaya meningkatkan profesionalisme) guru agar menjadi guru profesional harus dilakukan secara sinergis melalui tiga jalur dimaksud. Berikut adalah penjelasan masing-masing faktor.
(1) Faktor internal guru. Faktor internal guru, yakni kemauan guru untuk menjadi seorang guru yang profesional memegang peranan sangat penting. Faktor internal ini justru yang mempercepat proses terwujudnya guru-guru yang profesional. Dengan kata lain, profesionalisasi guru profesional tidak akan terwujud apabila tidak dimulai dari faktor internal ini. Jadi, upaya yang dilakukan dalam profesionalisasi guru perlu diarahkan pada terbentuknya kesadaran pada diri setiap guru agar mereka secara sukarela meningkatkan profesionalismenya sehingga menjadi guru profesional.
(2) Kondisi lingkungan tempat kerja. Kondisi lingkungan tempat kerja juga sangat menentukan keberhasilan profesionalisasi guru profesional. Sebab, meskipun sudah dilakukan profesionalisasi agar guru menjadi profesional, namun apabila lingkungan tempat kerja tidak kondusif–apalagi tidak memberikan penghargaan kepada guru profesional–maka upaya profesionalisasi tadi juga akan menemui jalan buntu. Akibatnya, guru yang semula memiliki semangat juang yang tinggi dalam mengemban profesinya menjadi tak berdaya dan acuh tak acuh dengan profesinya itu. Hasilnya, guru tidak lagi menjadi profesional, apalagi berusaha untuk menjadi profesional.
(3) Kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah dalam profesionalisasi guru profesional ini terutama terkait dengan award and punishment. Award diberikan kepada para guru profesional (yang telah menunjukkan kinerja dengan profesionalisme tinggi), sekaligus diberikan kepada mereka yang selalu berusaha untuk meningkatkan keprofesionalannya. Punishment diberikan kepada guru yang tidak bekerja secara profesional. Apabila kebijakan pemerintah ini dijalankan, maka profesionalisasi guru profesional akan semakin mudah mencapai sasaran. Ya, profesionalisasi guru agar profesional memang harus dilakukan secara profesional juga.
A . SYARAT UNTUK MENJADI GURU YANG BAIK
Untuk menjadi guru yang baik dan dapat melaksanakan pembelajaran dengan sebaik-baiknya,seorang guru dituntut untuk memiliki kualitas yang dituntut dari profil seorang guru,seperti :
1. Memiliki kepribadian
2. Memiliki pengetahuan dan pemahaman profesi kependidikan
3 .Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang bidang spesialisasi
4. Memiliki kemampuan dan ketrampilan profesi
Di samping itu guru juga dituntut untuk memiliki beberapa kemampuan seperti :
1. Menguasai materi pembelajaran dan kemampuan untuk memilih,menata,dan mengemas materi pelajaran ke dalam cakupan dan kedalaman yang sesuai dengan sasaran kurikuler yang mudah dicerna oleh siswa.
2. Memiliki penguasaan tentang teori dan ketrampilan mengajar.
3. Memiliki pengetahuan tentang masa pertumbuhan dan perkembangan siswa serta memiliki pemahaman tentang bagaimana siswa belajar.
1. Penguasaan materi pelajaran sebagai dasar kemampuan guru untuk melakukan proses pembelajaran.
Guru yang profesional sebelum mulai mengajar mereka telah benar-benar mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, baik dari segi adminstrasi seperti membuat persiapan mengajar, membuat program pembelajaran, media pembelajaran, maupun dari segi edukatif, seperti menguasai materi pelajaran, metode dan teknik pembelajaran.
Guru juga harus memiliki kemampuan untuk memilih, menata, dan mengemas materi pelajaran ke dalam cakupan dan kedalaman yang sesuai dengan sasaran kurikuler dan kemampuan daya tangkap sehingga mudah dicerna oleh siswa, dengan demikian proses pembelajaran menjadi menarik karena bersifat terarah, apalagi dilengkapi dengan media pembelajaran yang menarik, disampaikan secara lugas, tidak berbelit-belit, dan banyak melibatkan siswa.
1. Memiliki penguasaan tentang teori dan ketrampilan mengajar
Ada beberapa ketrampilan yang harus dikuasai guru antara lain :
1. Ketrampilan menjelaskan
Penjelasan materi pelajaran yang mudah dipahami siswa merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran, oleh sebab itu guru diharapkan mampu mengorganisasikan materi pelajaran dengan perencanaan yang sistematis,sehingga mudah dipahami oleh siswa.
Ketrampilan ini bertujuan untuk :
# membantu siswa dalam menghadapi konsep,hokum,prinsip,atau prosedur.
# membantu siswa menjawab pertanyaan
# melibatkan siswa untuk berpikir
# mendapatkan balikan dari siswa
# membantu siswa menghayati proses nalar
1. Ketrampilan memberi penguatan
Ketrampilan memberi penguatan baru akan tampak pada saat guru memberikan respon terhadap munculnya tingkah laku siswa yang bernilai positif,sehingga dapat meningkatkan perhatian dan motivasi belajar siswa kearah yang lebih positif. Penguatan dapat diberikan dalam bentuk verbal ( kata-kata / pujian ), dan non verbal , seperti : gerakan mendekati,mimic dan gerakan badan, sentuhan, dan kegiatan yang menyenangkan siswa ( audience ).
1. Ketrampilan bertanya
Hampir semua kegiatan proses pembelajaran berlangsung dengan tanya jawab. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran yang dilaksanakan guru dapat membantu siswanya. Kualitas pertanyaan guru menggambarkan kualitas jawaban siswa, oleh sebab itu guru yang terampil dalam bertanya , akan mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
1. Ketrampilan mengadakan variasi pembelajaran
Ketrampilan jenis ini harus dimiliki guru dengan tujuan untuk mengadakan variasi guna melakukan perubahan dalam proses kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa,serta mengurangi rasa jenuh dan bosan selama mengikuti proses pembelajaran.Ketrampilan mengadakan variasi meliputi : variasi dalam gaya mengajar, penggunaan media dan bahan pelajaran,serta variasi dalam pola interaksi dan kegiatan.
1. Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran
Kegiatan membuka pelajaran dilakukan guru untuk menciptakan suasana yang dapat menimbulkan kesiapan mental siswa agar termotivasi terhadap pelajaran yang akan diberikan guru.Kegiatan ini berbentuk appersepsi,pretes,atau tanya jawab terhadap materi yang lalu atau materi yang akan diberikan.Sedangkan kegiatan menutup pelajaran terdiri dari : membuat rangkuman / ringkasan, melaksanakan evaluasi akhir pelajaran, dan memberikan tindak lanjut.
1. Ketrampilan mengelola kelas
Ketrampilan ini harus dimiliki guru dalam rangka menciptakan dan mempertahankan situasi kelas yang kondusif dan menyenangkan , sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Di samping itu ketrampilan ini bermanfaat bagi guru terutama untuk :
# Mendorong siswa agar dapat bertanggung jawab baik secara individu / klasikal terhadap perilakunya.
# Menyadari kebutuhan siswa.
# Memberikan respon yang efektif terhadap perilaku siswa.
1. 3. Memiliki pengetahuan tentang masa pertumbuhan dan perkembangan siswa serta memiliki pemahaman tentang bagaimana siswa belajar.
Untuk dapat memahami anak didik dengan baik, seorang guru harus dapat memahami hakikat pertumbuhan dan perkembangan mereka serta memahami karakteristik anak didiknya. Hal ini disebabkan karena siswa sebagai manusia mengalami perubahan-perubahan fisik, interaksi sosial, kemampuan mengingat, kemampuan emosional, kemampuan intelektual, kemampuan kognitif, afektif, dan kemampuan psikomotor. Dengan dikuasainya pemahaman anak didik oleh guru, akan memudahkan guru tersebut dalam melaksanakan proses pembelajaran sebab guru akan dapat memberikan materi yang sesuai dengan masa pertumbuhan dan perkembangan siswa.
B . HAK DAN KEWAJIBAN GURU
Guru sebagai tenaga professional, ahli dalam bidang (akademis) yang ditandai dengan memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang berwenang dan terakreditasi oleh pemerintah. Seseorang yang telah memiliki sertifikat mengajar, dinyatakan sebagai ahli dalam bidang akademis tertentu, memiliki hak untu mengajar dalam lembaga atau satua pendidikan. Secara akademis, seorang guru professional ia memiliki keahlian atau kecakapan akademis atau dalam bidang ilmu tertentu; cakap mempersiapkan penyajian materi (pembuatan silabus; program tahunan, program semster) yang akan menjadi acuan penyajian; melaksanakan penyajian materi ,melaksanakan evaluasi ,serta mampu memperlakukan siswa secara adil dan secara manusiawi.
Undang-undang Guru No.14 Tahun 2005 menyebutkan tentang hak dan kewajiban guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan adalah :
v Hak Seorang Guru diantaranya :
1) Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
2) Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
3) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.
4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi
5) Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan.
6) Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,memberikan penghargaan ataupun sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan ,kode etik guru,dan peraturan perundang-undangan.
7) Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas.
8) Memiliki kebebasan untuk berserikat dan organisasi profesi
9) Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan.
10) Memiliki kesempatan untuk barperan mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi.
11) Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya ( Bab IV Pasal 14, halaman 6 ).
v Kewajiban Seorang Guru diantaranya :
1) Merencanakan pembelajaran , melaksanakan
2) proses pembelajaran yang bermutu , serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
3) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan , teknologi dan seni.
4) Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,agama,suku,ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
5) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan,hukum,kode etik guru,serta nilai-nilai agama dan etika.
6) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
pengembangan kurikulum grassroot
Makalah
Model Pengembangan Kurikulum Grass Roots
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Kurikulum
Di susun oleh:
Desy yulinda tri hapsari (1102410025)
Anjar Nurdiansyah (1102410022)
Risky abdillah (1102410069)
Muhammad Royhan(1102410066)
KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
DAFTAR ISI
HalamanJudul………………………………………………………………. …….1
Daftar Isi…………………………………………………………………………....2
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang ……………………………………………….…………..3
1.2.Rumusan Masalah………………………………….………......…………4
1.3.Tujuan.........................................................................................................4
1.4.Manfaat......................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 definisi…….………………………………………………………………5
2.2 syarat sebagai kondisi yang memungkinkan pendekatan grass roots..5
2.3 langkah penyempurnaan kurikulum………………………………….6
2.4 beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa…..6
2.5 cirri-ciri dari model grassroots………………………………………7
2.6 Pihak yang terlibat dalam perkembangan kurikulum……………….10
BAB III PENUTUP
3.1. Simpulan ………………………………………………………….…….11
3.2. Saran……………………………………………………………….…....12
.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Model atau rancangan bahkan model dalam kurikulum adalah komponen yang sangat menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan. Mendesain kurikulum bukanlah pekerjaan yang ringan. Ia membutuhkan kajian yang komprehensif dalam rangka mendapatkan hasil yang dapat mengakomodir tuntutan dan perubahan zaman. Mendesain kurikulum berarti menyusun model kurikulum sesuai dengan misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang desainer kurikulum, sama seperti arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkonstruksi bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang akan dibangun.
Para ahli kurikulum berupaya merumuskan macam-macam desain kurikulum. Eisner dan Vallance (1974) menyebutnya menjadi lima jenis, yaitu model pengembangan proses kognitif, kurikulum sebagai teknologi, kurikulum sebagai aktualisasi diri, kurikulum sebagai rekonstruksi sosial, dan kurikulum rasionalisasi akademis. Mc Neil (1977) membagi desain kurikulum menjadi empat model, yaitu model kurikulum humanistis, kurikulum rekonstruksi sosial, kurikulum teknologi, dan kurikulum sub jekak ademik. Saylor, Alexander, dan Lewis (1981) membagi desain kurikulum menjadi kurikulum subject matter disiplin, kompetensi yang barsifat spesifik atau kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai fungsi sosial, dan kurikulum yang berdasarkan minat individu. Sedangkan Shane (1993) membagi desain kurikulum menjadi empat desain, yaitu desain kurikulum yang berorientasi pada masyarakat, desain kurikulum yang berorientasi pada anak, desain kurikulum yang berorientasi pada pengetahuan, dan desain kurikulum yang bersifat eklektik. Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.
Ada beberapa model pengembangan kurikulum: 1. Admistrative Model Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedu radministrasi. 2.GrassRoot Model Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama Grass root karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru sekelompok guru atau keseluruhangurudisuatusekolah.Mencermati hal diatas maka penulis tidak dalam upaya untuk menyajikan kurikulum dari asfek model-modelnya secara keseluruhan. Namun akan lebih mencermati sekaligus mengkaji kurikulum sesuai dengan judul yang ditugaskan kepada penulis, yaitu model pengembangan kurikulum dengan menggunakan pendekatan Grass Roots.
1.2.Rumusan Masalah
• Apa definisi perkembangan kurikulum grass root?
• Apa ciri – cirri perkembangan kurikulum grass root?
• Apa kondisi yang tepat untuk penerapan perkembangan kurikulum grass root?
1.3.Tujuan
• Menjelaskan definisi perkembangan kurikulum grass root
• Menjelaskan ciri – cirri perkembangan kurikulum grass root
• Menjelaskan kondisi yang tepat untuk penerapan perkembangan kurikulum grass root
1.4.Manfaat
• Mengetahui definisi perkembangan kurikulum grass root
• Mengetahui ciri – cirri perkembangan kurikulum grass root
• Mengetahui kondisi yang tepat untuk penerapan perkembangan kurikulum grass root
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Dilihat dari cakupan pengembangannya ada dua pendekatan yang dapat diterapkan. Pertama, pendekatan top down atau pendekatan administrative, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah; dan kedua adalah pendekatan grass root, atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
Kalau pada pendekatan administratif inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari para pemegang kebijakan kemudian turun ke stafnya atau dari atas ke bawah, maka dalam model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya pendekatan ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction). Dalam kondisi yang bagaimana kiri-kira guru dapat berinisiatif memperbarui dan / atau menyempurnakan kurikulum dengan pendekatan semacam ini ? Ya,
2.2 syarat sebagai kondisi yang memungkinkan pendekatan grass roots dapat berlangsung.
1. manakala kurikulum itu benar-benar bersifat lentur sehingga memberikan kesempatan kepada setiap guru secara lebih terbuka untuk memperbarui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang diberlakukan. Kurikulum yang bersifat kaku, yang hanya mengandung petunjuk dan persyaratan teknis sangat sulit dilakukan pengembangannya denganpendekatanini.
2. pendekatan grass roots hanya mungkin terjadi manakala guru memiliki sikap professional yang tinggi disertai kemampuan yang memadai. Sikap professional itu biasanya ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru dalam upaya untuk meningkatkan kinerjanya. Seorang professional itu akan selalu berusaha menambah pengetahuan dan wawasannya dengan menggali sumber-sumber pengetahuan. Ia juga akan selalu mencoba dan mencoba untuk mencapai kesempurnaan. Ia tidak akan puas dengan hasil yang minimal. Ia akan bisa tenang manakala hasil kinerjanya sesuai dengan target maksimalnya. Dalam kondisi yang demikianlah grassroots akan terjadi. Kemudian bagaimana dengan kenyataan di Indonesia ? banyakkah guru-guru yang mempunyai kemauan dan kemampuan seperti ini ? Baiklah sekarang jangan terlalu hiraukan keadaan itu secara berlebihan, yang terpenting adalah kita harus mulai memahami bagaimana pelaksanaan pendekatan grass roots ini dilakukan.
2.3 beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan grassroots ini.
1. menyadari adanya masalah. Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidak cocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita merasa terganggu, dan lain sebaginya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mungkin grass roots dapat berlangsung.
2. mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan latar belakangnya. Dengan pemahaman tersebut, akan memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan siswa memperoleh pengalaman belajar.
2.4 Ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa.
1. pengalaman siswa harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Setiap tujuan akan menentukan pengalaman pembelajaran.
2. setiap penglaman belajar harus memuaskan siswa.
3. Setiap rancangan pengalaman siswa belajar sebaiknya melibatkan siswa.
4. mungkin dalam satu penglaman belajar dapat mencapai tujuan yang berbeda. Terdapat beberapa bentuk pengalaman belajar yang dapat dikembangkan, misalkan pengalaman belajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, pengalaman belajar untuk membantu siswa dalam mengumpulkan sejumlah informasi, pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan sikap sosial, dan pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan minat. Untuk lebih merinci, penulis akan mengulas kembali secara rinci, bahwa inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama Grass roots karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah : Perencana, pelaksana, penyempurna dari pengajaran di kelasnya.
2.5 Dari beberapa kajian diatas ,maka dapat ditemukan cirri-ciri dari model grassroots yaitu :
1. guru memiliki kemampuan yang professional.
2.Keterlibatan langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan dan penentuan evaluasi.
3.Muncul consensus tujuan, prinsip prinsip maupun rencana-rencana diantara para guru.
4. Bersifat desentralisasi dan demokratis.
Pengembang Kurikulum Perlu disadari bahwa kurikulum itu senantiasa berkembang secara dinamis, atau bahkan bisa juga dilakukan perubahan dalam rangka penyempurnaan kurikulum itu sendiri, tujuannya agar kurikulum yang ada tersebut dapat menjawab persoalan dan perkembangan zaman yang ada diwaktu itu dan masa datang. Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi yaitu administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah administrator, guru dan orangtua.
2.6 Pihak yang terlibat dalam perkembangan kurikulum
1. Peranan para administrator pendidikan : Para administrator pendidikan terdiri atas:
a. Direktur bidang pendidikan
b. Kepala pusat pengembangan kurikulum
c.Kepala kantor wilayah
d.Kepala kantor kabupaten
e. Kepala Sekolah
Peran para administrator ditingkat pusat (direktur dan kepala pusat) yaitu: Menyusun dasar dasar hukum, menyusun kerangka dasar serta program inti kurikulum. Atas dasar dari peranan para administrator pusat, maka para administrator daerah (kepala kantor wilayah, kabupaten, kecamatan, kepala sekolah) mengembangkan kurikulum sekolah bagi daerahnya yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Para kepala sekolah ini sesungguhnya yang secara terus-menerus terlibat dalam dalam mengembangkan dan mengimplementasi kurikulum, memberikan dorongan dan bimbingan kepada guru-guru. Walaupun dapat mengembangkan kurikulum sendiri, tetapi dalam pelaksanaannya sering harus didorongdandibantuolehparaadministrator.Administrator lokal harus bekerja sama dengan kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mengkomunikasikan sistem pendidikankepada masyarakat, serta mendorong pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di kelas. Peranan kepala sekolah lebih banyak berkenaan dengan implementasi kurikulum di sekolahnya. Pimpinan tertinggi di lingkungan sekolah tidak lain adalah kepala sekolah. Kepala sekolah juga mempunyai peranan kunci dalam menciptakan kondisi untuk pengembangan kurikulum di sekolahnya. Ia merupakan figure kunci disekolah, kepemimpinan kepala sekolah sangat mempengaruhi suasana sekolah dan pengembangan kurikulum.
2. Peranan para ahli Mengacu pada kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah, maka peranan para ahli yakni:
a. Memberikan alternatif konsep pendidikan dan model kurikulum yang dipandang paling sesuai dengan keadaan dan tuntuatan di atas.
b.Berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum baik dalam tingkat pusat maupun pada tingkat daerah,
c. Memilih materi bidang ilmu yang mutakhir dan sesuai dengan pengembangan tuntutan masyarakat.
d. Menyusun materi ajaran dalam sekuens yang sesuai dengan struktur keilmuan, tetapi sangat memudahkan para siswa untuk mempelajarinya.
3. Peranan Guru.
Guru merupakan pihak yang telibat secara langsung dalam implementasi kurikulum di sekolahnya. Oleh karena itu guru memegang peranan yang sangat penting baik di dalam perencanaan maupu pelaksanaan kurikulum. Beberapa peran guru dalam upaya menyukseskan implementasi kurikulum adalah sebagai berikut:
a.Sebagai perencana, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Sebagai penerjemah kurikulum yang dating dari atas.
b. Mengolah, meramu kembali kurikulum dari pusat untuk disajikan dikelasnya. Melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kurikulum.
c. Menilai perilaku dan prestasi belajar siswa dikelas.
d.Menilai implementasi kurikulum dalam lingkup yang lebih luas.
e. Sebagai seorang komunikator, pendorong kegiatan belajar, pengembang alat-alat belajar, pencoba, penyusunan organisasi, manager sistem pengajaran.
f. Pembimbing baik di sekolah maupun di masyarakat dalam hubungannya dengan pelaksanan pendidikan seumur hidup.
g. Sebagai pelajar dalam masyarakatnya.
h. Menciptakankegiatan belajar mengajar, situasi belajar yang aktif yang menggairahkan yang penuh kesungguhan dan mampu mendorong kreativitas anak.
4. Peranan orang tua murid dalam pengembangan kurikulum yaitu : Melalui pengamatan dalam kegiatan belajat di rumah, laporan sekolah, partisipasi dalam kegiatan sekolah dalam bentuk pelaksanaan kegiatan belajar yang sewajarnya, minat yang penuh, usaha yang sungguh-sungguh. Kegiatan kegiatan tersebut akan memberikan umpan balik bagi penyempurnaan kurikulum yang sedang dilaksanakan.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grassroots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan system pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif. Terkait dengan pengembangan KurikulumTingkatSatuan Pendidikan,tampaknya lebih cenderung dilakukan dengan menggunakan pendekatan the grass-root model. Kendati demikian, agar pengembangan kurikulum dapat berjalan efektif tentunya harus ditopang oleh kesiapan sumber daya, terutama sumberdaya manusia yang tersedia disekolah.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan sebagaimana telah dibahas pada bagian pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan Grass roots ini merupakan inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama Grass roots karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah. Pendekatan grass roots hanya mungkin terjadi manakala guru memiliki sikap professional yang tinggi disertai kemampuan yang memadai. Sikap professional itu biasanya ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru dalam upaya untuk meningkatkan kinerjanya. Seorang professional itu akan selalu berusaha menambah pengetahuan dan wawasannya dengan menggali sumber-sumber pengetahuan. Ia juga akan selalu mencoba dan mencoba untuk mencapai kesempurnaan. Ia tidak akan puas dengan hasil yang minimal. Ia akan bisa tenang manakala hasil kinerjanya sesuai dengan target maksimalnya. Dalam kondisi yang demikianlah grass roots akan terjadi.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dankreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Acholfany, M Ihsan,Model-Model Pengembangan Kurikulum(Artikel jurnal),Dosen Univ.Imam Alghozali Yayasan Tunas Islam, Jakarta
.http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/model-pengembangan- kurikulum, Akses 20 Januari 2011.
Model Pengembangan Kurikulum Grass Roots
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Kurikulum
Di susun oleh:
Desy yulinda tri hapsari (1102410025)
Anjar Nurdiansyah (1102410022)
Risky abdillah (1102410069)
Muhammad Royhan(1102410066)
KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
DAFTAR ISI
HalamanJudul………………………………………………………………. …….1
Daftar Isi…………………………………………………………………………....2
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang ……………………………………………….…………..3
1.2.Rumusan Masalah………………………………….………......…………4
1.3.Tujuan.........................................................................................................4
1.4.Manfaat......................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 definisi…….………………………………………………………………5
2.2 syarat sebagai kondisi yang memungkinkan pendekatan grass roots..5
2.3 langkah penyempurnaan kurikulum………………………………….6
2.4 beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa…..6
2.5 cirri-ciri dari model grassroots………………………………………7
2.6 Pihak yang terlibat dalam perkembangan kurikulum……………….10
BAB III PENUTUP
3.1. Simpulan ………………………………………………………….…….11
3.2. Saran……………………………………………………………….…....12
.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Model atau rancangan bahkan model dalam kurikulum adalah komponen yang sangat menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan. Mendesain kurikulum bukanlah pekerjaan yang ringan. Ia membutuhkan kajian yang komprehensif dalam rangka mendapatkan hasil yang dapat mengakomodir tuntutan dan perubahan zaman. Mendesain kurikulum berarti menyusun model kurikulum sesuai dengan misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang desainer kurikulum, sama seperti arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkonstruksi bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang akan dibangun.
Para ahli kurikulum berupaya merumuskan macam-macam desain kurikulum. Eisner dan Vallance (1974) menyebutnya menjadi lima jenis, yaitu model pengembangan proses kognitif, kurikulum sebagai teknologi, kurikulum sebagai aktualisasi diri, kurikulum sebagai rekonstruksi sosial, dan kurikulum rasionalisasi akademis. Mc Neil (1977) membagi desain kurikulum menjadi empat model, yaitu model kurikulum humanistis, kurikulum rekonstruksi sosial, kurikulum teknologi, dan kurikulum sub jekak ademik. Saylor, Alexander, dan Lewis (1981) membagi desain kurikulum menjadi kurikulum subject matter disiplin, kompetensi yang barsifat spesifik atau kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai fungsi sosial, dan kurikulum yang berdasarkan minat individu. Sedangkan Shane (1993) membagi desain kurikulum menjadi empat desain, yaitu desain kurikulum yang berorientasi pada masyarakat, desain kurikulum yang berorientasi pada anak, desain kurikulum yang berorientasi pada pengetahuan, dan desain kurikulum yang bersifat eklektik. Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.
Ada beberapa model pengembangan kurikulum: 1. Admistrative Model Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedu radministrasi. 2.GrassRoot Model Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama Grass root karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru sekelompok guru atau keseluruhangurudisuatusekolah.Mencermati hal diatas maka penulis tidak dalam upaya untuk menyajikan kurikulum dari asfek model-modelnya secara keseluruhan. Namun akan lebih mencermati sekaligus mengkaji kurikulum sesuai dengan judul yang ditugaskan kepada penulis, yaitu model pengembangan kurikulum dengan menggunakan pendekatan Grass Roots.
1.2.Rumusan Masalah
• Apa definisi perkembangan kurikulum grass root?
• Apa ciri – cirri perkembangan kurikulum grass root?
• Apa kondisi yang tepat untuk penerapan perkembangan kurikulum grass root?
1.3.Tujuan
• Menjelaskan definisi perkembangan kurikulum grass root
• Menjelaskan ciri – cirri perkembangan kurikulum grass root
• Menjelaskan kondisi yang tepat untuk penerapan perkembangan kurikulum grass root
1.4.Manfaat
• Mengetahui definisi perkembangan kurikulum grass root
• Mengetahui ciri – cirri perkembangan kurikulum grass root
• Mengetahui kondisi yang tepat untuk penerapan perkembangan kurikulum grass root
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Dilihat dari cakupan pengembangannya ada dua pendekatan yang dapat diterapkan. Pertama, pendekatan top down atau pendekatan administrative, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah; dan kedua adalah pendekatan grass root, atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
Kalau pada pendekatan administratif inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari para pemegang kebijakan kemudian turun ke stafnya atau dari atas ke bawah, maka dalam model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya pendekatan ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction). Dalam kondisi yang bagaimana kiri-kira guru dapat berinisiatif memperbarui dan / atau menyempurnakan kurikulum dengan pendekatan semacam ini ? Ya,
2.2 syarat sebagai kondisi yang memungkinkan pendekatan grass roots dapat berlangsung.
1. manakala kurikulum itu benar-benar bersifat lentur sehingga memberikan kesempatan kepada setiap guru secara lebih terbuka untuk memperbarui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang diberlakukan. Kurikulum yang bersifat kaku, yang hanya mengandung petunjuk dan persyaratan teknis sangat sulit dilakukan pengembangannya denganpendekatanini.
2. pendekatan grass roots hanya mungkin terjadi manakala guru memiliki sikap professional yang tinggi disertai kemampuan yang memadai. Sikap professional itu biasanya ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru dalam upaya untuk meningkatkan kinerjanya. Seorang professional itu akan selalu berusaha menambah pengetahuan dan wawasannya dengan menggali sumber-sumber pengetahuan. Ia juga akan selalu mencoba dan mencoba untuk mencapai kesempurnaan. Ia tidak akan puas dengan hasil yang minimal. Ia akan bisa tenang manakala hasil kinerjanya sesuai dengan target maksimalnya. Dalam kondisi yang demikianlah grassroots akan terjadi. Kemudian bagaimana dengan kenyataan di Indonesia ? banyakkah guru-guru yang mempunyai kemauan dan kemampuan seperti ini ? Baiklah sekarang jangan terlalu hiraukan keadaan itu secara berlebihan, yang terpenting adalah kita harus mulai memahami bagaimana pelaksanaan pendekatan grass roots ini dilakukan.
2.3 beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan grassroots ini.
1. menyadari adanya masalah. Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidak cocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita merasa terganggu, dan lain sebaginya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mungkin grass roots dapat berlangsung.
2. mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan latar belakangnya. Dengan pemahaman tersebut, akan memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan siswa memperoleh pengalaman belajar.
2.4 Ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa.
1. pengalaman siswa harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Setiap tujuan akan menentukan pengalaman pembelajaran.
2. setiap penglaman belajar harus memuaskan siswa.
3. Setiap rancangan pengalaman siswa belajar sebaiknya melibatkan siswa.
4. mungkin dalam satu penglaman belajar dapat mencapai tujuan yang berbeda. Terdapat beberapa bentuk pengalaman belajar yang dapat dikembangkan, misalkan pengalaman belajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, pengalaman belajar untuk membantu siswa dalam mengumpulkan sejumlah informasi, pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan sikap sosial, dan pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan minat. Untuk lebih merinci, penulis akan mengulas kembali secara rinci, bahwa inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama Grass roots karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah : Perencana, pelaksana, penyempurna dari pengajaran di kelasnya.
2.5 Dari beberapa kajian diatas ,maka dapat ditemukan cirri-ciri dari model grassroots yaitu :
1. guru memiliki kemampuan yang professional.
2.Keterlibatan langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan dan penentuan evaluasi.
3.Muncul consensus tujuan, prinsip prinsip maupun rencana-rencana diantara para guru.
4. Bersifat desentralisasi dan demokratis.
Pengembang Kurikulum Perlu disadari bahwa kurikulum itu senantiasa berkembang secara dinamis, atau bahkan bisa juga dilakukan perubahan dalam rangka penyempurnaan kurikulum itu sendiri, tujuannya agar kurikulum yang ada tersebut dapat menjawab persoalan dan perkembangan zaman yang ada diwaktu itu dan masa datang. Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi yaitu administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah administrator, guru dan orangtua.
2.6 Pihak yang terlibat dalam perkembangan kurikulum
1. Peranan para administrator pendidikan : Para administrator pendidikan terdiri atas:
a. Direktur bidang pendidikan
b. Kepala pusat pengembangan kurikulum
c.Kepala kantor wilayah
d.Kepala kantor kabupaten
e. Kepala Sekolah
Peran para administrator ditingkat pusat (direktur dan kepala pusat) yaitu: Menyusun dasar dasar hukum, menyusun kerangka dasar serta program inti kurikulum. Atas dasar dari peranan para administrator pusat, maka para administrator daerah (kepala kantor wilayah, kabupaten, kecamatan, kepala sekolah) mengembangkan kurikulum sekolah bagi daerahnya yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Para kepala sekolah ini sesungguhnya yang secara terus-menerus terlibat dalam dalam mengembangkan dan mengimplementasi kurikulum, memberikan dorongan dan bimbingan kepada guru-guru. Walaupun dapat mengembangkan kurikulum sendiri, tetapi dalam pelaksanaannya sering harus didorongdandibantuolehparaadministrator.Administrator lokal harus bekerja sama dengan kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mengkomunikasikan sistem pendidikankepada masyarakat, serta mendorong pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di kelas. Peranan kepala sekolah lebih banyak berkenaan dengan implementasi kurikulum di sekolahnya. Pimpinan tertinggi di lingkungan sekolah tidak lain adalah kepala sekolah. Kepala sekolah juga mempunyai peranan kunci dalam menciptakan kondisi untuk pengembangan kurikulum di sekolahnya. Ia merupakan figure kunci disekolah, kepemimpinan kepala sekolah sangat mempengaruhi suasana sekolah dan pengembangan kurikulum.
2. Peranan para ahli Mengacu pada kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah, maka peranan para ahli yakni:
a. Memberikan alternatif konsep pendidikan dan model kurikulum yang dipandang paling sesuai dengan keadaan dan tuntuatan di atas.
b.Berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum baik dalam tingkat pusat maupun pada tingkat daerah,
c. Memilih materi bidang ilmu yang mutakhir dan sesuai dengan pengembangan tuntutan masyarakat.
d. Menyusun materi ajaran dalam sekuens yang sesuai dengan struktur keilmuan, tetapi sangat memudahkan para siswa untuk mempelajarinya.
3. Peranan Guru.
Guru merupakan pihak yang telibat secara langsung dalam implementasi kurikulum di sekolahnya. Oleh karena itu guru memegang peranan yang sangat penting baik di dalam perencanaan maupu pelaksanaan kurikulum. Beberapa peran guru dalam upaya menyukseskan implementasi kurikulum adalah sebagai berikut:
a.Sebagai perencana, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Sebagai penerjemah kurikulum yang dating dari atas.
b. Mengolah, meramu kembali kurikulum dari pusat untuk disajikan dikelasnya. Melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kurikulum.
c. Menilai perilaku dan prestasi belajar siswa dikelas.
d.Menilai implementasi kurikulum dalam lingkup yang lebih luas.
e. Sebagai seorang komunikator, pendorong kegiatan belajar, pengembang alat-alat belajar, pencoba, penyusunan organisasi, manager sistem pengajaran.
f. Pembimbing baik di sekolah maupun di masyarakat dalam hubungannya dengan pelaksanan pendidikan seumur hidup.
g. Sebagai pelajar dalam masyarakatnya.
h. Menciptakankegiatan belajar mengajar, situasi belajar yang aktif yang menggairahkan yang penuh kesungguhan dan mampu mendorong kreativitas anak.
4. Peranan orang tua murid dalam pengembangan kurikulum yaitu : Melalui pengamatan dalam kegiatan belajat di rumah, laporan sekolah, partisipasi dalam kegiatan sekolah dalam bentuk pelaksanaan kegiatan belajar yang sewajarnya, minat yang penuh, usaha yang sungguh-sungguh. Kegiatan kegiatan tersebut akan memberikan umpan balik bagi penyempurnaan kurikulum yang sedang dilaksanakan.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grassroots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan system pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif. Terkait dengan pengembangan KurikulumTingkatSatuan Pendidikan,tampaknya lebih cenderung dilakukan dengan menggunakan pendekatan the grass-root model. Kendati demikian, agar pengembangan kurikulum dapat berjalan efektif tentunya harus ditopang oleh kesiapan sumber daya, terutama sumberdaya manusia yang tersedia disekolah.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan sebagaimana telah dibahas pada bagian pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan Grass roots ini merupakan inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama Grass roots karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah. Pendekatan grass roots hanya mungkin terjadi manakala guru memiliki sikap professional yang tinggi disertai kemampuan yang memadai. Sikap professional itu biasanya ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru dalam upaya untuk meningkatkan kinerjanya. Seorang professional itu akan selalu berusaha menambah pengetahuan dan wawasannya dengan menggali sumber-sumber pengetahuan. Ia juga akan selalu mencoba dan mencoba untuk mencapai kesempurnaan. Ia tidak akan puas dengan hasil yang minimal. Ia akan bisa tenang manakala hasil kinerjanya sesuai dengan target maksimalnya. Dalam kondisi yang demikianlah grass roots akan terjadi.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dankreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Acholfany, M Ihsan,Model-Model Pengembangan Kurikulum(Artikel jurnal),Dosen Univ.Imam Alghozali Yayasan Tunas Islam, Jakarta
.http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/model-pengembangan- kurikulum, Akses 20 Januari 2011.
Langganan:
Postingan (Atom)