KURIKULUM KOGNITIF
Disusun Oleh:
Kelompok 1
• Aji Purnomo (1102410020)
• Edi Tri Ismoko (1102410030)
• Hendra Septiawan (1102410041)
• Wakhid Anwar Anas (102410044)
• Fatikhatun Najikhah (102410045)
• Ahmad Wildan S.( 102410052)
• Rafika Dwi A. (102410055)
• Sugiyo (102410068)
JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
TAHUN AKADEMIK 2010/2011
BAB I
PENDAHULUAN
Disadari atau tidak, proses pendidikan di sekolah sekarang porsinya masih lebih pada aspek kognitif atau transfer of knowledge saja. Salah satu hal yang kadang dihadapi guru dalam pembelajaran adalah kurangnya minat dan motivasi peserta didik untuk belajar di kelas. Kadangkala peserta didik mempraktikkan “ 5 D “ yaitu Datang, Duduk, Dengar, Diam, dan bahkan mungkin Dengkur. Peserta didik kadangkala merasa “terpaksa” datang dan menghabiskan waktunya di kelas. Apalagi apabila guru masih terbiasa untuk menjadikan peserta didiknya pendengar yang baik karena guru masih yakin bahwa satu-satunya cara untuk mengajar dengan cepat adalah dengan menggunakan metode ceramah. Padahal jika dilihat secara umum, proses pendidikan menuju pada tiga hal pokok yang harus mampu dicapai peserta didik, yaitu Afektif, Kognitif dan Psikomotorik. Afektif berkaitan dengan sikap, moral, etika, akhlak, dan manajemen emosi. Kognitif berkaitan dengan aspek pemikiran, transfer ilmu, logika, dan analisis. Sedangkan Psikomotorik berkaitan dengan praktik atau aplikasi apa yang sudah diperolehnya melalui jalur kognitif
BAB II
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Proses Belajar - Mengajar
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek atau pribadi seseorang (Nasution, 1995: 35). Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2003: 2). Selanjutnya Winkel (1989: 15) mengemukakan bahwa belajar pada manusia merupakan suatu proses siklus yang berlangsung dalam interaksi aktif subyek dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang bersifat menetap/ konstan. Selain itu Sardiman (1992: 22) menyatakan bahwa belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau keterampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati, mendengarkan dan lain sebagainya. Dari uraian beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan defenisi belajar yaitu suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearahyang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang bersifat menetap.
b. Pengertian Mengajar.
Menurut Slameto (1995: 29) mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita. Adapun defenisi lain di negara-negara modern yang sudah maju mengatakan bahwa mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Defenisi ini menunjukkan bahwa yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Guru hanya membimbing, menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa. Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada siswa. Mengajar didefinisikan oleh Sudjana (2000: 37) sebagai alat yang direncanakan melalui pengaturan dan penyediaan kondisi yang memungkinkan siswa melakukan berbagai kegiatan belajar seoptimal mungkin. Pasaribu (1983: 7) mengajar adalah suatu kegiatan mengorganisir (mengatur) lingkungan sebaik-baiknya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan membimbing dan mengorganisasikan lingkungan sekitar anak didik, agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal.
B. HAKEKAT PEMBELAJARAN
Dalam pembelajaran ada dua kegiatan yang terjadi yaitu belajar dan mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran akan tercapai jika anak didik beusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik disini tidak hanya dituntut dari segi fisik saja,tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik saja yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai.ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya.
Padahal belajar pada hakikatnya adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktifitas belajar, walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan tidak termasuk kategori belajar.
Kegiatan mengajar bagi seorang guru menghendaki hadirnya anak didik, berbeda dengan belajar. Belajar tidak selamanya memerlukan kehadiran seorang guru. Cukup banyak aktifitas yang dilakuakn oleh seseorang diluar dari keterlibatan guru. Belajar dirumah cenderung menyendiri dan terlalu banyak mengharapkan bantuan dari orang lain. Apalagi aktivitas belajar itu berkenaan dengan kegiatan membaca sebuah buku tertentu.
Mengajar pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu anak didik. Bila tidak ada anak didik atau objek didik, siapa yang mengajar. Hal ini perlu sekali guru sadari agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap kegiatan pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah baku dan menyatu di dalam konsep pengajaran. Akhirnya, bila hakikat belajar adalah “perubahan”, maka hakekat belajar mengajar adalah proses “pengaturan” yang dilakukan oleh guru.
C. TUJUAN BELAJAR
Tujuan pembelajaran dibedakan atas beberapa kategori, sesuai dengan perilaku yang menjadi sasarannya. Gage dan Briggs mengemukakan lima kategori, yaitu “intelectual skill, cognitive strategies, verbal information, motor skill dan attitude” (1974, h. 23-24). Bloom mengemukakan tiga kategori sesuai dengan domain-domain perilaku individu yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Domain kognitif berkenaan dengan perkembanganm kecakapan dan keterampilan intelektual. Afektif berkenaan berkenaan 1 dengan perubahan minat, sikap, nilai-nilai, perkembangan apresiasi dan kemampuan menyesuaikan diri. Domain psikomotor berkenaan dengan keterampilan-keterampilan gerak.
Tujuan instruksional juga memiliki tingkat kesukaran yang berbeda. Bloom (1975) membagi domain kognitif atas enam tingkatan yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Untuk domain afektif Krethwohl etr al (1974) membaginya atas lima tingkatan yakni: penerimaan, pertisipasi/merespons, penilaian, mengorganisasi nilai dan pembentukan pola/karakterisasi nilai-nilai. Domain psikomotor Harrow (1971) membaginya atas enam tingkatan yakni: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerak dan kreativitas.
Tujuan instruksional merupakan suatu tingkah laku yang diperlihatkan mahasiswa pada akhir suatu kegiatan belajar. Perumusan tujuan instruksional yang baik memiliki beberapa spesifikasi yakni:
• Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh mahasiswa, tingkah laku yang dapat diamati/terukur.
• Menggambarkan kondisi atau lingkungan yang menunjang terbentuknya tingkah laku itu (lingkungan fisik. psikologis).
• Menunjukkan mutu tingkah laku yang diharapkan ( ketepatan/ketelitian,kecepatan, panjangnya dan frekuensi respon).
Kata-kata kerja operasional yang dapat digunakan dalam merumuskan tujuan instruksional diantaranya adalah:
Ranah Kognitif
1. Pengetahuan: menyebutkan, menunjukkan, menyatakan, menyusun daftar dsb.
2. Pemahaman: menjelaskan, menguraikan, merumuskan, menerangkan, menyadur dsb.
3. Penerapan : mendemonstrasikan, menghitung, menghubungkan, membuktikan, dsb.
4. Analisis: memisahkan, mmemilih, membandingkan, memperkirakan dsb.
5. Evaluasi: menyimpulkan, mengkritisi, menafsirkan, memberi argumentasi, dsb
6. Kreasi: mengkombinasikan, mengarang, menciptakan, mendisain, mengatur dsb
D. PENTINGNYA PEMBELAJARAN
Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar adalah dwi tunggal dalam perpisahan raga jiwa bersatu antara guru dan anak didik. Biasanya permasalahan yang guru hadapi ketika berhadapan dengan sejumlah anak didik adalah masalah pengelolaan kelas. Apa, siapa, bagaimana, kapan, dan dimana adalah serentetan pertanyaan yang perlu dijawab dalam hubungannya dengan masalah pengelolaan kelas. Peranan guru itu paling tidak berusaha mengatur suasana kelas yang kondusif bagi kegairahan dan kesenagan belajar anak didik. Sama halnya dengan belajar, mengajarpun pada hakekatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi. Lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar. Peranan guru sebagi pembimbing bertolak dari cukup banyaknya anak didik yang bermasalah. Dalam belajar ada anak didik yang cepat mencerna bahan, ada anak didik yang sedang mencerna bahan dan ada pula anak didik yang lamban mencerna bahan yang diberikan oleh guru. Ketiga tipe belajar anak didik ini menghendaki agar guru mengatur strategi pengajarannya yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak didik.
1. Upaya Memecahkan Masalah dalam Belajar
a. Mengajar Yang Efektif
Mengajar dikatakan efektif apabila meliputi tiga langkah, yaitu langkah sebelum mengajar, langkah pelaksanaan mengajar, dan langkah sesudah mengajar. Langkah sebelum mengajar, meliputi, menentukan tujuan pengajaran, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek. Langkah pelaksanaan mengajar, langkah ini berupa pelaksanaan strategi-strategi yang telah dirancang untuk membawa murid mencapai tujuan pengajaran. Langkah ini meliputi komunikasi, kepemimpinan, motivasi dan kontrol (pembinaan disiplin dan pengelolaan). Langkah sesudah mengajar langkah ini berupa pengukuran dan penilaian hasil mengajar sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan guru sebelum mengajar. Dari proses penilaian ini dapat diketahui efektif tidaknya proses mengajar, tepat tidaknya tujuan pengajaran, seberapa tinggi tingkat kesiapan murid, tetap tidaknya strategi mengajar yang digunakan dan bahkan derajat relevansi dan ketepatan prosedur penilaian yang ditempuh.
b. Problem-problem yang dihadapi guru
Semakin meluasnya tujuan pendidikan, maka akan semakin menambah beban tanggung jawab guru dan menimbulkan problem serius bagi pelaksanaan pekerjaannya. Adapun factor penyebab timbulnya kesulitan yang dihadapi guru di dalam kelas dan pada situasi lain di sekolah adalah sebagai beikut :
1) Kurang memadainya pengetahuan guru tentang murid
2) Kurang memadainya apresiasi guru terhadap tujuan asasi pendidikan.
3) Kurang terampil melakukan diagnosis
4) Tidak pandainya guru menggunakan metode mengajar yang baik dan cara yang mengelola kelas.
Tetapi secara fundamental, problem yang dihadapi guru meruapakan akibat dari:
1) Sikap pribadi dan sikap social yang tidak konstruktif
2) Kurang percaya pada diri sendiri.
3) Emosi yang tidak stabil.
Kecakapan mengajar yang efektif dan sikap yang baik tidaklah diperoleh secara kebetulan saja. Pengalaman kerja mungkin merupakan factor yang penting, tetapi bertahun-tahun mengajar bisa saja malah menambah rumit kesulitan terdahulu keculi apabila guru dipersiapkan dengan baik sebelumnya.
c. Kesulitan belajar anak
Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit mengadakan konsentrasi.
Demikian antara lain kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap murid dalam proses belajar mengajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar murid. Dalam keadaan murid tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut “kesulitan belajar”
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan factor intelegensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh factor non intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Karena itu, dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada murid, maka guru perlu memahami masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar.
Faktor penyebab kesulitan belajar
1) Faktor Intern
2) Faktor External
Faktor intern, disebabkan oleh dua hal, Pertama sebab yang bersifat fisik, yaitu (1) karena sakit (2) karena kurang sehat (3) karena cacat tubuh. Kedua sebab kesulitan belajar karena rohani, yaitu (1) Intelegensi (2) Bakat (3) Minat (4) Motifasi (5) factor kesehatan mental (6) tipe khusus seorang murid.
Faktor external, disebabkan oleh tiga hal, Pertama Faktor Keluarga, yaitu (1) factor orang tua (2) Suasana rumah/keluarga (3) keadaan ekonomi keluarga. Kedua Faktor Sekolah, yaitu (1) guru (2) factor alat (3) Kondisi gedung (4) kurikulum (5) waktu sekolah dan disiplin kurang. Ketiga Faktor Mass Media dan lingkungan social, yaitu TV, Surat Kabar Majalah, Buku Komik, teman bergaul, lingkungan tetangga, aktivitas dalam masyarakat.
2. Aspek kognitif
Pengajaran kognitif dimaksudkan disini ialah suatu proses pembelajaran yang membentuk kemampuan kognitif peserta didik. Teknik pengajaran yang dipertimbangkan mampu membentuk kemampuan kognitif diantaranya adalah:
a. eksperimentasi
b. problem solving, diskusi, tanya jawab.
c. Belajar secara induktif (mahasiswa dihadapkan pada contoh-contoh, kemudian mereka menyimpulkan sendiri konsep-konsep pengetahuan yang tersirat dalam contoh-contoh itu). Mengatur topik dari yang paling konkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana ke yang kompleks.
d. Pembelajaran dengan menggunakan “advance organizer” paling tidak dengan cara membuat rangkuman terhadap materi yang diberikan, dilengkapi dengan uraian singkat yang menunjukkan relevansi materi yang sudah diberikan dengan materi baru. Mengajarkan mahasiswa memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan, dengan memberi fokus pada hubungan yang terjalin antara konsep-konsep yang ada.
Aspek kognitif dalam pendidikan merupakan aspek yang berkaitan dengan pengetahuan. Artinya kegiatn belajar mengajar beretujuan menambah tingkat pengetahuan dan wawasan siswa terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Aspek kognitif dapat ditelusuri darisuatu keadaan dimana siswa mendapatkan penambahan pengetahuan dari yang semula tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Pada dasarnya konsep pembelajaran kognitif disini menuntut adanya prinsip-prinsip utama sebagai berikut. Pembelajaran yang aktif, maksudnya adalah siswa sebagai subyek belajar menjadi factor yang paling utama. Siswa dituntut untuk belajar dengan mandiri secara aktif.
Kurikulum Kognitif berfokus terutama pada pengembangan intelektual, atau kognitif anak. Banyak teori yang didasarkan pada karya Piaget dan berkaitan dengan pengembangan pemikiran logis dan representasi. Sebuah prinsip utama adalah bahwa anak belajar melalui keterlibatan aktif dengan lingkungannya dan bahwa anak mengalami tahap perkembangan. Ini hanya memberikan anak dengan dukungan dan kesempatan untuk mencapai keberhasilan akademik dalam program ini. Deskripsi tentang peran guru kognitif, kegiatan kurikulum yang spesifik, dan rencana pelajaran membuat dokumen ini panduan praktis untuk memahami pengoperasian kurikulum kognitif di prasekolah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mengajar ialah melatih keterampilan, menyampaikan pengetahuan, membentuk sikap dan memindahkan nilai-nilai. Mengajar adalah membuat perubahan pada diri murid. Mengajar dapat dilakukan dengan cara ceramah, persuasi, demonstrasi, membimbing dan mengarahkan usaha dan aktifitas murid atau dengan kombinasi cara tersebut. Mengajar dapat hanya melibatkan pengetahuan dan keterampilan guru sendiri atau dapat memanfaatkan bahan-bahan yang telah disiapkan oleh pihak lain seperti film, perangkat komputer, manusia sumber atau kombinasi antara bakat, keterampilan dan pengetahuan yang telah dimiliki murid.
Empat bidang keterampilan kognitif: klasifikasi dan seriation, spasial dan temporal hubungan, prediktabilitas, dan transformasi merupakan tujuan cocok untuk anak prasekolah Lingkungan kelas terstruktur tidak dimaksudkan untuk menjadi pengganti untuk mengajar yang baik juga tidak menggantikan kebutuhan untuk tindakan dan interaksi antara anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour, dkk,. (2001). Pendidikan popular, membangun kesadaran kritis. Yogyakarta: Insist
Hill, Lynne. (2005). Pembelajaran yang baik, dalam Program Managing Basic Education (MBE) Indonesia.
http://www.mbeproject.net/aspek-kognitif/
http:// www.suarapembaruan.com/ tujuan-pembelajaran/
Supeli, Karlina Laksono. Ringkasan pemikiran: Orang Tua di dalam Pendidikan Anak-Anak, http:// mkb.kerjabudaya.org , 2003/masalah-belajar/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thank yaws