TUGAS DESAIN DAN STRATEGI PEMBELAJARAN
STANDAR PROSES PENDIDIKAN
Disusun oleh :
1. Nur Aeni (1102410024)
2. Rafika Dwi Amaliya (1102410056)
JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
1. Bagan Keterkaitan antara Standar proses pendidikan dengan standar lainnya
Maksud dari bagan tersebut yaitu bahwa di dalam standar proses pendidikan di pengaruhi oleh semua standar yang lainnya. Pertama, hubungan antara standar proses dengan standar isi yaitu pada standar proses dijelaskan bahwa standar proses itu sendiri adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Sedangkan standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Jadi sudah jelas bahwa dalam pelaksanaan standar proses harus sesuai dengan standar isi agar sesuai dengan tujuan penyampaian kompetensi pembelajaran.
Kedua, dalam standar proses juga harus memperhatikan standar pendidik dan tenaga kependidikan karena dengan memperhatikan hal tersebut proses pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien apalagi dengan adanya pendidik dan tenaga kependidikan yang sesuai maka pembelajaran menjadi lebih bermutu karena memiliki orang- orang yang kompeten di bidangnya.
Ketiga, standar pengelolaan yang baik akan berpengaruh terhadap standar proses Karena pada standar pengelolaan diatur masalah pengelolaan sekolah,stategi pembelajaran yang digunakan sehingga berpengaruh terhadap proses pendidikan. Keempat, standar penilaian pendidikan dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.Penilaian digunakan untuk: menilai pencapaian kompetensi peserta didik; bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan memperbaiki proses pembelajaran. Jadi hal ini jelas sangat berpengaruh terhadap standar proses sebagai bagian evaluasi seberapa besar keberhasilan dari proses pendidikan.
Kelima, Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Dengan adanya standar kompetensi lulusan proses pembelajaran lebih jelas untuk mengetahui kompetensi apa saja yang harus dikuasai oleh seorang peserta didik sehingga proses pembelajaran tepat pada sasaran. Keenam, Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Hal ini berkaitan dengan kelangsungan dari proses pembelajaran, dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai proses pembelajaran menjadi lebih interaktif apalagi bagi siswa SD yang masih membutuhkan proses pembelajaran yang kongkret . Ketujuh, pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal sebagaimana meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Dengan adanya pembiayaan yang jelas proses pembelajaran lebih aktif apalagi ketika dalam pembelajaran membutuhkan sarana dan prasarana.
2. Tiga standar minimal yang harus dimiliki guru dalam pengimplementasian standar proses pendidikan
Standar isi, standar kompetensi lulusan dan standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah tiga standar minimal yang harus dimiliki seorang guru dalam pelaksanaan standar proses pendidikan. Standar isi meliputi ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Ketika seorang guru mengetahui hal tersebut minimal seorang guru dapat memahami tentang lingkup materi yang akan disampaikan terhadap peserta didik sehingga proses pembelajaran sesuai dengan silabus yang telah dibuat. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan adanya standar kompetensi lulusan tentu saja dalam proses pembelajaran harus mencapai tujuan tersebut yaitu pendidikan harus mampu meningkatkan seluruh kemampuan yang ada pada diri manusia dan tidak hanya mementingkan dari segi kognitif saja . Maka seorang guru harus dapat mengeksplor seluruh kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. Untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan adanya standar pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki criteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Oleh karena itu, hendaknya proses pendidikan ditangani oleh orang yang ahli dalam bidangnya dan tidak hanya dari sembarang orang. Dengan adanya pendidik dan tenaga kependidikan yang baik maka proses pembelajaran menjadi lebih berarti karena memiliki sumber yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan.
Sabtu, 22 Oktober 2011
Jumat, 14 Oktober 2011
makalah perkembangan pendidikan jarak jauh
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor determinan kualitas SDM. Akses setiap guru untuk meningkatkan kapasitas diri dengan mengikuti perkuliahan di pendidikan tinggi harus dibuka seluas-luasnya karena pendidikan merupakan hak asasi warganegara. Pendidikan adalah kunci untuk menciptakan, mengadaptasi dan menyebarkan ilmu pengetahuan.
Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh (PTJJ) merupakan sistem yang menggabungkan konsep pendidikan terbuka dengan metode pendidikan secara jarak jauh. Konsep pendidikan terbuka (open education atau open learning) pada dasarnya merupakan suatu tujuan atau cita-cita kebijakan mengenai sistem pendidikan. Konsep ini menekankan pentingnya keluwesan sistem, terutama dalam meniadakan kendala tempat, waktu, dan aspek yang disebabkan oleh karakteristik mahasiswa seperti misalnya keadaan ekonomi (Bates, 1995).
Perkembangan pemikiran tentang PJJ sebagai alternatif metode pendidikan, perkembangan ideologi mengenai pentingnya interaksi dalam PJJ untuk menjamin kualitas pendidikan yang tinggi, serta pengaruh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat yang memungkinkan tercapainya suatu sistem pendidikan tanpa restriksi dan oleh karenanya menjadi lebih terbuka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu:
1. Bagaimana perkembangan batasan Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh (PT/JJ) ?
2. Bagaimana proses perubahan Pendidikan Jarak Jauh Menuju Pendidikan Terbuka ?
3. Bagaimana cara meningkatkan keterbukaan dengan cara merancang sistem dan pemanfatan teknologi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok Sistem Belajar Mandiri .
2. Makalah ini dibuat untuk memberi pemahaman kepada pembaca tentang perkembangan pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan batasan Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh (PT/JJ)
Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh itu sudah timbul bertahun-tahun sebelum bangsa Indonesia mengenalnya. Pengertian atau batasan PT/JJ itu berkembang dari waktu ke waktu. Keegan (1986) mencatat perkembangan batasan yang dibuat oleh berbagai ahli Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh dan menyusunnya secara kronologis. Pada tahun 1967, misalnya, G. Dogmen membuat batasan mengenai PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah sistem pendidikan yang menekankan pada cara belajar mandiri (self study). Belajar mandiri diorganisasikan secara sistematis. Pada cara belajar ini penyajian bahan belajar, pemberian konsultansi kepada siswa, dan pengawasan serta jaminan keberhasilan siswa dilakukan oleh tim guru. Masing-masing guru mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Menurut dia, PT/JJ itu merupakan kebalikan dari “pendidikan langsung” atau “pendidikan secara tatap muka antara siswa dan guru”. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa menurut Dogmen ciri-ciri PT/JJ adalah: ada organisasi yang mengatur cara belajar mandiri itu, bahan belajar disampaikan melalui media, tidak ada kontak langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pada tahun 1968, G. Mackenzie, E. Christensen, dan P. Rigby mengatakan bahwa sekolah korespondensi sebagai salah satu bentuk PT/JJ merupakan metode pembelajaran yang menggunakan korespondensi sebagai alat untuk berkomunikasi antara peserta didik (siswa) dengan pendidik (guru). Menurut mereka karakteristik PT/JJ adalah sebagai berikut:
Siswa dan guru bekerja secara terpisah.
Siswa dan guru dipersatukan melalui korespondensi.
Perlu adanya interaksi antara siswa dan guru.
Pada tahun 1971 di Perancis ada undang-undang yang mengatur penyelenggaraan PT/JJ. Hukum tersebut memuat batasan bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh itu merupakan bentuk pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswanya untuk belajar secara terpisah dari gurunya. Pertemuan antara guru dan siswa hanya dilakukan kalau ada peristiwa yang istimewa atau untuk melakukan tugas-tugas tertentu saja. Menurut batasan di atas ada dua ciri utama yang menonjol, yaitu terpisahnya guru dengan siswa adanya kemungkinan untuk acara pertemuan atau pelajaran secara tatap muka tertentu antara guru dan siswanya. Pada tahun 1973 O. Peter memberikan batasan pada PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah metode penyampaian ilmu, keterampilan, dan sikap yang dipengaruhi cara-cara mengelola suatu industri. Seperti halnya dalam industri, sistem PT/JJ dikembangkan dan dikelola dengan mengadakan pembagian tugas yang jelas antara yang mengembangkan, yang memproduksi, yang mendistribusikan bahan belajar,.dan yang mengelola kegiatan belajar mengajar. Seperti halnya dalam industri, bahan belajar yang berupa program media diproduksi dalam jumlah besar dengan menggunakan teknologi yang maju dan kemudian didistribusikan kepada pengguna secara luas. Bahan belajar yang diproduksi dalam jumlah besar dengan mutu yang tinggi itu telah memberi kemungkinan untuk membelajarkan siswa dalam jumlah besar pada saat yang sama di mana pun mereka berada. Metode seperti itu dapat disebutkan sebagai mengindustrialisasikan cara belajar dan mengajar. Batasan di atas mengandung beberapa karakteristik sebagai berikut:
Digunakannya media teknologi yang diproduksi dalam jumlah besar dengan mutu yang tinggi,
Pendidikan dapat diberikan secara massal,
Yang merancang, mengembangkan, meproduksi, membagikan bahan belajar dan yang mengelola kegiatan belajar mengajar orang yang berbeda-beda.
Pada tahun yang sama, yaitu tahun 1973 dan diulang lagi pada tahun 1977, M. Moore mengajukan batasan PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh merupakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara terpisah dari kegiatan mengajarnya, sehingga komunikasi antara siswa dan guru harus dilakukan dengan bantuan media cetak, elektronik, mekanis, dan peralatan lainnya. Yang menonjol dalam batasan Moore itu adalah terpisahnya siswa dan guru dalam proses belajar mengajar dan digunakannya media untuk komunikasi antara siswa dan guru. Pada tahun 1977, B. Holmeberg memberikan batasan bahwa dalam sistem PT/JJ siswa belajar tanpa mendapatkan pengawasan langsung secara terus menerus dari tutor yang hadir di ruang belajar atau di lingkungan sekolah, namun demikian siswa mendapat keuntungan dari perencanaan, bimbingan, dan pembelajaran dari suatu lembaga yang mengorganisasikan PT/JJ itu. Yang menjadi fokus dari batasan Holmberg adalah bahwa siswa dan guru bekerja secara terpisah dan adanya perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh sesuatu lembaga pendidikan yang mengatur PT/JJ itu. Setelah tahun 1997 batasan PT/JJ itu masih terus berkembang. Ciri-ciri yang menonjol selama masa perkembangan itu adalah terpisahnya siswa dan guru, adanya lembaga yang mengelola, digunakannya media untuk menyampaikan isi pelajaran, adanya komunikasi dua arah antara siswa dan guru, dan tidak adanya kelompok belajar yang tetap. Pada tahun 1980 Peter melontarkan kembali tambahan ciri pada PT/JJ yang mengatakan bahwa PT/JJ seolah-olah dikelola seperti industri. Pendapat Peter ini ada yang mendukung, tetapi juga ada yang tidak dapat menerima. Di antara yang menolak teori industrialisasi itu adalah Baath. Dia mengatakan bahwa teori industrialisasi itu tidak dapat diterapkan pada PT/JJ yang kecil, dan PT/JJ yang tidak menggunakan bahan belajar yang diproduksi dalam jumlah besar. Karena itu batasan Peter itu tidak dapat dimasukkan ke dalam batasan umum sistem PT/JJ. Banyaknya lembaga PT/JJ dan banyaknya batasan mengenai PT/JJ itu telah mendorong para ahli untuk terus mengadakan penelitian dan analisis. Menurut Keegan (1980) para peneliti itu pada akhirnya menyimpulkan batasan bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah suatu bentuk pendidikan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Dalam sistem PT/JJ siswa dan guru bekerja secara terpisah sepanjang proses belajar itu. Ini berarti bahwa siswa harus dapat belajar secara mandiri. Bantuan belajar yang diperoleh dari orang lain sangat terbatas. Ciri ini membedakan PT/JJ dari pendidikan konvensional yang memberikan pelajaran secara tatap muka.
Dalam sistem PT/JJ ada lembaga pendidikan yang merancang dan menyiapkan bahan belajar, serta memberikan pelayanan bantuan belajar kepada siswa. Adanya lembaga pendidikan ini membedakan sistem PT/JJ dari proses belajar sendiri (private study) atau teach yourself programmes. Jadi kalau Anda membeli buku di toko dan kemudian belajar sendiri sehingga Anda memahami benar isi buku itu, itu tidak berarti bahwa Anda telah mengikuti sistem PT/JJ .
Dalam sistem PT/JJ, pelajaran (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) disampaikan kepada siswa melalui media seperti media cetak, radio, kaset audio, TV, kaset video, slide, CD-ROM (program video dalam piringan kecil) dan sebagainya. Kecuali berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan isi pelajaran, media juga merupakan alat penghubung atau alat komunikasi antara siswa dan guru.
Dalam sistem PT/JJ ada usaha untuk terjadinya komunikasi dua arah antara siswa dan guru atau antara siswa dengan lembaga penyelenggara, atau antara siswa dengan siswa lain. Inisiatif untuk berkomunikasi itu bukan hanya datang dari guru atau lembaga, tetapi dapat juga datang dari siswa. Ciri ini membedakan PT/JJ dari program siaran radio atau TV pendidikan yang hanya menyiarkan program-program pendidikan tanpa menjalin hubungan dua arah dengan pendengar atau penonton.
Dalam sistem PT/JJ tidak ada kelompok belajar yang bersifat tetap sepanjang masa belajarnya. Karena itu siswa PT/JJ menerima pelajaran secara individual bukannya secara kelompok. Sekali waktu memang dapat dilakukan pertemuan kelompok siswa yang mempelajari mata pelajaran yang sama untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran atau sekedar untuk bersosialisasi.
B. Dari Pendidikan Jarak Jauh Menuju Pendidikan Terbuka
Beragam kemudahan yang diberikan oleh teknologi juga telah memicu pemikiran yang lebih luas tentang PJJ. Konsep keterpisahan fisik antara kegiatan mengajar dengan kegiatan belajar pada metode PJJ telah membuka kemungkinan pemanfaatan sarana pendidikan secara lebih luas. Dengan tidak dilakukannya kegiatan mengajar dan belajar dalam waktu yang bersamaan, maka: (1) rasio ideal dosen-mahasiswa yang biasanya membatasi daya serap suatu program pendidikan dan (2) dinding kelas yang biasanya membatasi daya tampung program pendidikan dapat diabaikan. Kedua hal ini secara drastis mengubah fenomena pendidikan yang sifatnya tertutup menjadi lebih terbuka dalam arti fisik dan identifikasi pendidikan dengan ruang kelas menjadi mengabur.
Fenomena sosial ekonomi yang berkembang di masyarakat dalam empat dekade terakhir juga telah menyebabkan pergeseran dalam pola kebutuhan akan pendidikan. Bila pada era masyarakat industri, sistem ini hanya merupakan jalan untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan tenaga kerja terampil, maka pada era pasca industrialisasi (post-industial society) ini telah jauh berkembang kearah peningkatan kualitas hidup manusia.
Pada era pasca industri, tujuan pendidikan masyarakat secara umum lebih berorientasi pada self-realization (pencarian diri) dan pemenuhan kebutuhan personal seperti untuk meningkatkan kebahagiaan dan kenikmatan hidup (Peters, 1993). Kebutuhan akan pendidikan tidak lagi hanya pada saat usia tertentu, tetapi menjadi kebutuhan yang berkelanjutan. Pendidikan kemudian tidak dipandang sebagai sesuatu yang terbatas pada individu usia ‘sekolah’. Hal ini ditunjukkan dengan semakin populernya program-program pendidikan lanjutan non-formal maupun informal yang pada umumnya menawarkan program-program studi yang bersifat leisure dan tidak berakreditasi. Disamping itu, pesatnya perkembangan teknologi dan industri jasa juga mengakibatkan perubahan jenis dan bentuk keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja (Peters, 1999). Hal ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan pendidikan profesional yang berkelanjutan (professional continuing education). Dengan demikian, konsep PJJ sebagai sekedar distance training telah berubah menjadi continuing education. Sistem PJJ kemudian menjadi tampak sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai tujuan pendidikan, seperti tujuan peningkatan keterampilan profesi, pengembangan hobi, maupun pencarian identitas diri. Di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia dan Cina, dimana masyarakatnya banyak yang hidup dalam ekonomi terbatas dan di daerah pedesaan yang terisolasi, sistem PJJ juga merupakan metode pendidikan yang dianggap mampu untuk memberikan kesempatan kedua (second chance) bagi masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan dengan sistem tatap muka. Fenomena ini telah menyuburkan perluasan sudut pandang mengenai sistem PJJ, dari sekedar suatu alternatif metode pembelajaran menjadi suatu sistem yang dapat meningkatkan keterbukaan pendidikan, suatu sistem yang dapat meminimalkan restriksi waktu, tempat, dan kendala ekonomi maupun demografi (seperti usia) seseorang untuk memperoleh pendidikan.
C. Meningkatkan Keterbukaan Dengan Cara Merancang Sistem dan Pemanfatan Teknologi
Namun demikian, walaupun konsep pendidikan terbuka telah didengungkan dan dimasyarakatkan, belum ada penyelenggaraan PJJ yang seratus persen terbuka. Pada prakteknya, kebanyakan institusi yang menawarkan program PJJ masih tetap memberlakukan aturan yang mengurangi keterbukaan, terutama apabila institusi tersebut memberikan akreditasi bagi lulusannya. Sistem PJJ ini dapat ditingkatkan keterbukaannya dengan merancang sistem pembelajaran secara lebih fleksibel (Belawati,1999) seperti misalnya melalui cara :
Open entry – open exit system: artinya setiap individu boleh memulai dan menyelesaikan proses pendidikannya kapan saja sesuai dengan kondisi masing-masing.
No selection criteria: artinya setiap orang yang mendaftar akan diterima sepanjang mempunyai kualifikasi dasar minimal yang dapat menunjang proses pendidikan yang diikutinya. Misalnya,tidak ada batas usia, tidak ada batas tahun ijazah terakhir.
No separation criteria: artinya setiap individu boleh melakukan registrasi secara terbuka, apakah untuk suatu program penuh (seperti program sertifikat, diploma, ataupun sarjana) atau untuk mata kuliah tertentu saja. Sistem registrasi terbuka ini juga harus memungkinkan mahasiswa menabung kredit matakuliahnya sehingga jika mau suatu waktu dapat diakumulasikan untuk suatu program utuh.
Dengan kata lain, perancangan sistem penyelenggaraan yang memperhatikan ketiga butir di atas akan meningkatkan keterbukaan program PJJ yang ditawarkan. Perancangan sistem yang terbuka seperti contoh di atas telah banyak dilakukan oleh institusi-institusi PJJ di luar negeri, terutama oleh institusi yang menawarkan programnya melalui jaringan internet (web-based courses). Semakin meningkatnya trend penawaran program PJJ melalui internet ini menunjukkan bahwa permintaan masyarakat (yang mencerminkan kebutuhan masyarakat) akan pendidikan sangatlah tinggi. Dalam sejarah penggunaan teknologi untuk kepentingan pendidikan, PJJ selalu yang terdepan dan saat ini telah memasuki generasi kelima, yaitu generasi yang mengeksploitasi kemampuan teknologi internet dan jaringan (Taylor, 2000).
BAB III
PENUTUP
Pendidikan terbuka dan jarak jauh sebagai suatu konsep merupakan hasil perkembangan konsep dan praktek PJJ yang berakar pada correspondence study di era masyarakat industri.Sistem PJJ, baik yang dilandasi paradigma akses maupun kualitas(interaksi), mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan masyarakat pada era pasca-industri. Pada era ini, kebutuhan masyarakat pendidikan lebih berorientasi pada self-realization dan pemenuhan kebutuhan personal. Disamping itu, pesatnya perkembangan teknologi juga meningkatkan kebutuhan akan pendidikan profesional yang berkelanjutan. Perubahan orientasi pendidikan pada pendidikan yang berkelanjutan ini melahirkan konsep pendidikan yang lebih terbuka yang dapat mengakomodasi proses belajar sepanjang hayat dan bagi semua. Teknologi informasi dan komunikasi yang kian berkembang merupakan salah satu prasarana yang dapat meningkatkan intensitas interaksi dalam proses belajar jarak jauh.
DAFTAR PUSTAKA
Bates, A.W. 1995. Technology, open learning, and distance education. New York:Routledge.
Belawati, T. 1999. Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh: Suatu reformasi pola pikir.
Sudjana, D. 2000. Strategi Pembelajaran. Bandung : Falah Production
http://aristohadi.wordpress.com
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor determinan kualitas SDM. Akses setiap guru untuk meningkatkan kapasitas diri dengan mengikuti perkuliahan di pendidikan tinggi harus dibuka seluas-luasnya karena pendidikan merupakan hak asasi warganegara. Pendidikan adalah kunci untuk menciptakan, mengadaptasi dan menyebarkan ilmu pengetahuan.
Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh (PTJJ) merupakan sistem yang menggabungkan konsep pendidikan terbuka dengan metode pendidikan secara jarak jauh. Konsep pendidikan terbuka (open education atau open learning) pada dasarnya merupakan suatu tujuan atau cita-cita kebijakan mengenai sistem pendidikan. Konsep ini menekankan pentingnya keluwesan sistem, terutama dalam meniadakan kendala tempat, waktu, dan aspek yang disebabkan oleh karakteristik mahasiswa seperti misalnya keadaan ekonomi (Bates, 1995).
Perkembangan pemikiran tentang PJJ sebagai alternatif metode pendidikan, perkembangan ideologi mengenai pentingnya interaksi dalam PJJ untuk menjamin kualitas pendidikan yang tinggi, serta pengaruh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat yang memungkinkan tercapainya suatu sistem pendidikan tanpa restriksi dan oleh karenanya menjadi lebih terbuka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu:
1. Bagaimana perkembangan batasan Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh (PT/JJ) ?
2. Bagaimana proses perubahan Pendidikan Jarak Jauh Menuju Pendidikan Terbuka ?
3. Bagaimana cara meningkatkan keterbukaan dengan cara merancang sistem dan pemanfatan teknologi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok Sistem Belajar Mandiri .
2. Makalah ini dibuat untuk memberi pemahaman kepada pembaca tentang perkembangan pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan batasan Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh (PT/JJ)
Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh itu sudah timbul bertahun-tahun sebelum bangsa Indonesia mengenalnya. Pengertian atau batasan PT/JJ itu berkembang dari waktu ke waktu. Keegan (1986) mencatat perkembangan batasan yang dibuat oleh berbagai ahli Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh dan menyusunnya secara kronologis. Pada tahun 1967, misalnya, G. Dogmen membuat batasan mengenai PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah sistem pendidikan yang menekankan pada cara belajar mandiri (self study). Belajar mandiri diorganisasikan secara sistematis. Pada cara belajar ini penyajian bahan belajar, pemberian konsultansi kepada siswa, dan pengawasan serta jaminan keberhasilan siswa dilakukan oleh tim guru. Masing-masing guru mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Menurut dia, PT/JJ itu merupakan kebalikan dari “pendidikan langsung” atau “pendidikan secara tatap muka antara siswa dan guru”. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa menurut Dogmen ciri-ciri PT/JJ adalah: ada organisasi yang mengatur cara belajar mandiri itu, bahan belajar disampaikan melalui media, tidak ada kontak langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pada tahun 1968, G. Mackenzie, E. Christensen, dan P. Rigby mengatakan bahwa sekolah korespondensi sebagai salah satu bentuk PT/JJ merupakan metode pembelajaran yang menggunakan korespondensi sebagai alat untuk berkomunikasi antara peserta didik (siswa) dengan pendidik (guru). Menurut mereka karakteristik PT/JJ adalah sebagai berikut:
Siswa dan guru bekerja secara terpisah.
Siswa dan guru dipersatukan melalui korespondensi.
Perlu adanya interaksi antara siswa dan guru.
Pada tahun 1971 di Perancis ada undang-undang yang mengatur penyelenggaraan PT/JJ. Hukum tersebut memuat batasan bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh itu merupakan bentuk pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswanya untuk belajar secara terpisah dari gurunya. Pertemuan antara guru dan siswa hanya dilakukan kalau ada peristiwa yang istimewa atau untuk melakukan tugas-tugas tertentu saja. Menurut batasan di atas ada dua ciri utama yang menonjol, yaitu terpisahnya guru dengan siswa adanya kemungkinan untuk acara pertemuan atau pelajaran secara tatap muka tertentu antara guru dan siswanya. Pada tahun 1973 O. Peter memberikan batasan pada PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah metode penyampaian ilmu, keterampilan, dan sikap yang dipengaruhi cara-cara mengelola suatu industri. Seperti halnya dalam industri, sistem PT/JJ dikembangkan dan dikelola dengan mengadakan pembagian tugas yang jelas antara yang mengembangkan, yang memproduksi, yang mendistribusikan bahan belajar,.dan yang mengelola kegiatan belajar mengajar. Seperti halnya dalam industri, bahan belajar yang berupa program media diproduksi dalam jumlah besar dengan menggunakan teknologi yang maju dan kemudian didistribusikan kepada pengguna secara luas. Bahan belajar yang diproduksi dalam jumlah besar dengan mutu yang tinggi itu telah memberi kemungkinan untuk membelajarkan siswa dalam jumlah besar pada saat yang sama di mana pun mereka berada. Metode seperti itu dapat disebutkan sebagai mengindustrialisasikan cara belajar dan mengajar. Batasan di atas mengandung beberapa karakteristik sebagai berikut:
Digunakannya media teknologi yang diproduksi dalam jumlah besar dengan mutu yang tinggi,
Pendidikan dapat diberikan secara massal,
Yang merancang, mengembangkan, meproduksi, membagikan bahan belajar dan yang mengelola kegiatan belajar mengajar orang yang berbeda-beda.
Pada tahun yang sama, yaitu tahun 1973 dan diulang lagi pada tahun 1977, M. Moore mengajukan batasan PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh merupakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara terpisah dari kegiatan mengajarnya, sehingga komunikasi antara siswa dan guru harus dilakukan dengan bantuan media cetak, elektronik, mekanis, dan peralatan lainnya. Yang menonjol dalam batasan Moore itu adalah terpisahnya siswa dan guru dalam proses belajar mengajar dan digunakannya media untuk komunikasi antara siswa dan guru. Pada tahun 1977, B. Holmeberg memberikan batasan bahwa dalam sistem PT/JJ siswa belajar tanpa mendapatkan pengawasan langsung secara terus menerus dari tutor yang hadir di ruang belajar atau di lingkungan sekolah, namun demikian siswa mendapat keuntungan dari perencanaan, bimbingan, dan pembelajaran dari suatu lembaga yang mengorganisasikan PT/JJ itu. Yang menjadi fokus dari batasan Holmberg adalah bahwa siswa dan guru bekerja secara terpisah dan adanya perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh sesuatu lembaga pendidikan yang mengatur PT/JJ itu. Setelah tahun 1997 batasan PT/JJ itu masih terus berkembang. Ciri-ciri yang menonjol selama masa perkembangan itu adalah terpisahnya siswa dan guru, adanya lembaga yang mengelola, digunakannya media untuk menyampaikan isi pelajaran, adanya komunikasi dua arah antara siswa dan guru, dan tidak adanya kelompok belajar yang tetap. Pada tahun 1980 Peter melontarkan kembali tambahan ciri pada PT/JJ yang mengatakan bahwa PT/JJ seolah-olah dikelola seperti industri. Pendapat Peter ini ada yang mendukung, tetapi juga ada yang tidak dapat menerima. Di antara yang menolak teori industrialisasi itu adalah Baath. Dia mengatakan bahwa teori industrialisasi itu tidak dapat diterapkan pada PT/JJ yang kecil, dan PT/JJ yang tidak menggunakan bahan belajar yang diproduksi dalam jumlah besar. Karena itu batasan Peter itu tidak dapat dimasukkan ke dalam batasan umum sistem PT/JJ. Banyaknya lembaga PT/JJ dan banyaknya batasan mengenai PT/JJ itu telah mendorong para ahli untuk terus mengadakan penelitian dan analisis. Menurut Keegan (1980) para peneliti itu pada akhirnya menyimpulkan batasan bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah suatu bentuk pendidikan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Dalam sistem PT/JJ siswa dan guru bekerja secara terpisah sepanjang proses belajar itu. Ini berarti bahwa siswa harus dapat belajar secara mandiri. Bantuan belajar yang diperoleh dari orang lain sangat terbatas. Ciri ini membedakan PT/JJ dari pendidikan konvensional yang memberikan pelajaran secara tatap muka.
Dalam sistem PT/JJ ada lembaga pendidikan yang merancang dan menyiapkan bahan belajar, serta memberikan pelayanan bantuan belajar kepada siswa. Adanya lembaga pendidikan ini membedakan sistem PT/JJ dari proses belajar sendiri (private study) atau teach yourself programmes. Jadi kalau Anda membeli buku di toko dan kemudian belajar sendiri sehingga Anda memahami benar isi buku itu, itu tidak berarti bahwa Anda telah mengikuti sistem PT/JJ .
Dalam sistem PT/JJ, pelajaran (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) disampaikan kepada siswa melalui media seperti media cetak, radio, kaset audio, TV, kaset video, slide, CD-ROM (program video dalam piringan kecil) dan sebagainya. Kecuali berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan isi pelajaran, media juga merupakan alat penghubung atau alat komunikasi antara siswa dan guru.
Dalam sistem PT/JJ ada usaha untuk terjadinya komunikasi dua arah antara siswa dan guru atau antara siswa dengan lembaga penyelenggara, atau antara siswa dengan siswa lain. Inisiatif untuk berkomunikasi itu bukan hanya datang dari guru atau lembaga, tetapi dapat juga datang dari siswa. Ciri ini membedakan PT/JJ dari program siaran radio atau TV pendidikan yang hanya menyiarkan program-program pendidikan tanpa menjalin hubungan dua arah dengan pendengar atau penonton.
Dalam sistem PT/JJ tidak ada kelompok belajar yang bersifat tetap sepanjang masa belajarnya. Karena itu siswa PT/JJ menerima pelajaran secara individual bukannya secara kelompok. Sekali waktu memang dapat dilakukan pertemuan kelompok siswa yang mempelajari mata pelajaran yang sama untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran atau sekedar untuk bersosialisasi.
B. Dari Pendidikan Jarak Jauh Menuju Pendidikan Terbuka
Beragam kemudahan yang diberikan oleh teknologi juga telah memicu pemikiran yang lebih luas tentang PJJ. Konsep keterpisahan fisik antara kegiatan mengajar dengan kegiatan belajar pada metode PJJ telah membuka kemungkinan pemanfaatan sarana pendidikan secara lebih luas. Dengan tidak dilakukannya kegiatan mengajar dan belajar dalam waktu yang bersamaan, maka: (1) rasio ideal dosen-mahasiswa yang biasanya membatasi daya serap suatu program pendidikan dan (2) dinding kelas yang biasanya membatasi daya tampung program pendidikan dapat diabaikan. Kedua hal ini secara drastis mengubah fenomena pendidikan yang sifatnya tertutup menjadi lebih terbuka dalam arti fisik dan identifikasi pendidikan dengan ruang kelas menjadi mengabur.
Fenomena sosial ekonomi yang berkembang di masyarakat dalam empat dekade terakhir juga telah menyebabkan pergeseran dalam pola kebutuhan akan pendidikan. Bila pada era masyarakat industri, sistem ini hanya merupakan jalan untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan tenaga kerja terampil, maka pada era pasca industrialisasi (post-industial society) ini telah jauh berkembang kearah peningkatan kualitas hidup manusia.
Pada era pasca industri, tujuan pendidikan masyarakat secara umum lebih berorientasi pada self-realization (pencarian diri) dan pemenuhan kebutuhan personal seperti untuk meningkatkan kebahagiaan dan kenikmatan hidup (Peters, 1993). Kebutuhan akan pendidikan tidak lagi hanya pada saat usia tertentu, tetapi menjadi kebutuhan yang berkelanjutan. Pendidikan kemudian tidak dipandang sebagai sesuatu yang terbatas pada individu usia ‘sekolah’. Hal ini ditunjukkan dengan semakin populernya program-program pendidikan lanjutan non-formal maupun informal yang pada umumnya menawarkan program-program studi yang bersifat leisure dan tidak berakreditasi. Disamping itu, pesatnya perkembangan teknologi dan industri jasa juga mengakibatkan perubahan jenis dan bentuk keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja (Peters, 1999). Hal ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan pendidikan profesional yang berkelanjutan (professional continuing education). Dengan demikian, konsep PJJ sebagai sekedar distance training telah berubah menjadi continuing education. Sistem PJJ kemudian menjadi tampak sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai tujuan pendidikan, seperti tujuan peningkatan keterampilan profesi, pengembangan hobi, maupun pencarian identitas diri. Di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia dan Cina, dimana masyarakatnya banyak yang hidup dalam ekonomi terbatas dan di daerah pedesaan yang terisolasi, sistem PJJ juga merupakan metode pendidikan yang dianggap mampu untuk memberikan kesempatan kedua (second chance) bagi masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan dengan sistem tatap muka. Fenomena ini telah menyuburkan perluasan sudut pandang mengenai sistem PJJ, dari sekedar suatu alternatif metode pembelajaran menjadi suatu sistem yang dapat meningkatkan keterbukaan pendidikan, suatu sistem yang dapat meminimalkan restriksi waktu, tempat, dan kendala ekonomi maupun demografi (seperti usia) seseorang untuk memperoleh pendidikan.
C. Meningkatkan Keterbukaan Dengan Cara Merancang Sistem dan Pemanfatan Teknologi
Namun demikian, walaupun konsep pendidikan terbuka telah didengungkan dan dimasyarakatkan, belum ada penyelenggaraan PJJ yang seratus persen terbuka. Pada prakteknya, kebanyakan institusi yang menawarkan program PJJ masih tetap memberlakukan aturan yang mengurangi keterbukaan, terutama apabila institusi tersebut memberikan akreditasi bagi lulusannya. Sistem PJJ ini dapat ditingkatkan keterbukaannya dengan merancang sistem pembelajaran secara lebih fleksibel (Belawati,1999) seperti misalnya melalui cara :
Open entry – open exit system: artinya setiap individu boleh memulai dan menyelesaikan proses pendidikannya kapan saja sesuai dengan kondisi masing-masing.
No selection criteria: artinya setiap orang yang mendaftar akan diterima sepanjang mempunyai kualifikasi dasar minimal yang dapat menunjang proses pendidikan yang diikutinya. Misalnya,tidak ada batas usia, tidak ada batas tahun ijazah terakhir.
No separation criteria: artinya setiap individu boleh melakukan registrasi secara terbuka, apakah untuk suatu program penuh (seperti program sertifikat, diploma, ataupun sarjana) atau untuk mata kuliah tertentu saja. Sistem registrasi terbuka ini juga harus memungkinkan mahasiswa menabung kredit matakuliahnya sehingga jika mau suatu waktu dapat diakumulasikan untuk suatu program utuh.
Dengan kata lain, perancangan sistem penyelenggaraan yang memperhatikan ketiga butir di atas akan meningkatkan keterbukaan program PJJ yang ditawarkan. Perancangan sistem yang terbuka seperti contoh di atas telah banyak dilakukan oleh institusi-institusi PJJ di luar negeri, terutama oleh institusi yang menawarkan programnya melalui jaringan internet (web-based courses). Semakin meningkatnya trend penawaran program PJJ melalui internet ini menunjukkan bahwa permintaan masyarakat (yang mencerminkan kebutuhan masyarakat) akan pendidikan sangatlah tinggi. Dalam sejarah penggunaan teknologi untuk kepentingan pendidikan, PJJ selalu yang terdepan dan saat ini telah memasuki generasi kelima, yaitu generasi yang mengeksploitasi kemampuan teknologi internet dan jaringan (Taylor, 2000).
BAB III
PENUTUP
Pendidikan terbuka dan jarak jauh sebagai suatu konsep merupakan hasil perkembangan konsep dan praktek PJJ yang berakar pada correspondence study di era masyarakat industri.Sistem PJJ, baik yang dilandasi paradigma akses maupun kualitas(interaksi), mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan masyarakat pada era pasca-industri. Pada era ini, kebutuhan masyarakat pendidikan lebih berorientasi pada self-realization dan pemenuhan kebutuhan personal. Disamping itu, pesatnya perkembangan teknologi juga meningkatkan kebutuhan akan pendidikan profesional yang berkelanjutan. Perubahan orientasi pendidikan pada pendidikan yang berkelanjutan ini melahirkan konsep pendidikan yang lebih terbuka yang dapat mengakomodasi proses belajar sepanjang hayat dan bagi semua. Teknologi informasi dan komunikasi yang kian berkembang merupakan salah satu prasarana yang dapat meningkatkan intensitas interaksi dalam proses belajar jarak jauh.
DAFTAR PUSTAKA
Bates, A.W. 1995. Technology, open learning, and distance education. New York:Routledge.
Belawati, T. 1999. Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh: Suatu reformasi pola pikir.
Sudjana, D. 2000. Strategi Pembelajaran. Bandung : Falah Production
http://aristohadi.wordpress.com
Kamis, 13 Oktober 2011
makalah perkembangan pendidikan terbuka dan jarak jauh
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor determinan kualitas SDM. Akses setiap guru untuk meningkatkan kapasitas diri dengan mengikuti perkuliahan di pendidikan tinggi harus dibuka seluas-luasnya karena pendidikan merupakan hak asasi warganegara. Pendidikan adalah kunci untuk menciptakan, mengadaptasi dan menyebarkan ilmu pengetahuan.
Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh (PTJJ) merupakan sistem yang menggabungkan konsep pendidikan terbuka dengan metode pendidikan secara jarak jauh. Konsep pendidikan terbuka (open education atau open learning) pada dasarnya merupakan suatu tujuan atau cita-cita kebijakan mengenai sistem pendidikan. Konsep ini menekankan pentingnya keluwesan sistem, terutama dalam meniadakan kendala tempat, waktu, dan aspek yang disebabkan oleh karakteristik mahasiswa seperti misalnya keadaan ekonomi (Bates, 1995).
Perkembangan pemikiran tentang PJJ sebagai alternatif metode pendidikan, perkembangan ideologi mengenai pentingnya interaksi dalam PJJ untuk menjamin kualitas pendidikan yang tinggi, serta pengaruh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat yang memungkinkan tercapainya suatu sistem pendidikan tanpa restriksi dan oleh karenanya menjadi lebih terbuka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu:
1. Bagaimana perkembangan batasan Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh (PT/JJ) ?
2. Bagaimana proses perubahan Pendidikan Jarak Jauh Menuju Pendidikan Terbuka ?
3. Bagaimana cara meningkatkan keterbukaan dengan cara merancang sistem dan pemanfatan teknologi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok Sistem Belajar Mandiri .
2. Makalah ini dibuat untuk memberi pemahaman kepada pembaca tentang perkembangan pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan batasan Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh (PT/JJ)
Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh itu sudah timbul bertahun-tahun sebelum bangsa Indonesia mengenalnya. Pengertian atau batasan PT/JJ itu berkembang dari waktu ke waktu. Keegan (1986) mencatat perkembangan batasan yang dibuat oleh berbagai ahli Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh dan menyusunnya secara kronologis. Pada tahun 1967, misalnya, G. Dogmen membuat batasan mengenai PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah sistem pendidikan yang menekankan pada cara belajar mandiri (self study). Belajar mandiri diorganisasikan secara sistematis. Pada cara belajar ini penyajian bahan belajar, pemberian konsultansi kepada siswa, dan pengawasan serta jaminan keberhasilan siswa dilakukan oleh tim guru. Masing-masing guru mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Menurut dia, PT/JJ itu merupakan kebalikan dari “pendidikan langsung” atau “pendidikan secara tatap muka antara siswa dan guru”. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa menurut Dogmen ciri-ciri PT/JJ adalah: ada organisasi yang mengatur cara belajar mandiri itu, bahan belajar disampaikan melalui media, tidak ada kontak langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pada tahun 1968, G. Mackenzie, E. Christensen, dan P. Rigby mengatakan bahwa sekolah korespondensi sebagai salah satu bentuk PT/JJ merupakan metode pembelajaran yang menggunakan korespondensi sebagai alat untuk berkomunikasi antara peserta didik (siswa) dengan pendidik (guru). Menurut mereka karakteristik PT/JJ adalah sebagai berikut:
Siswa dan guru bekerja secara terpisah.
Siswa dan guru dipersatukan melalui korespondensi.
Perlu adanya interaksi antara siswa dan guru.
Pada tahun 1971 di Perancis ada undang-undang yang mengatur penyelenggaraan PT/JJ. Hukum tersebut memuat batasan bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh itu merupakan bentuk pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswanya untuk belajar secara terpisah dari gurunya. Pertemuan antara guru dan siswa hanya dilakukan kalau ada peristiwa yang istimewa atau untuk melakukan tugas-tugas tertentu saja. Menurut batasan di atas ada dua ciri utama yang menonjol, yaitu terpisahnya guru dengan siswa adanya kemungkinan untuk acara pertemuan atau pelajaran secara tatap muka tertentu antara guru dan siswanya. Pada tahun 1973 O. Peter memberikan batasan pada PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah metode penyampaian ilmu, keterampilan, dan sikap yang dipengaruhi cara-cara mengelola suatu industri. Seperti halnya dalam industri, sistem PT/JJ dikembangkan dan dikelola dengan mengadakan pembagian tugas yang jelas antara yang mengembangkan, yang memproduksi, yang mendistribusikan bahan belajar,.dan yang mengelola kegiatan belajar mengajar. Seperti halnya dalam industri, bahan belajar yang berupa program media diproduksi dalam jumlah besar dengan menggunakan teknologi yang maju dan kemudian didistribusikan kepada pengguna secara luas. Bahan belajar yang diproduksi dalam jumlah besar dengan mutu yang tinggi itu telah memberi kemungkinan untuk membelajarkan siswa dalam jumlah besar pada saat yang sama di mana pun mereka berada. Metode seperti itu dapat disebutkan sebagai mengindustrialisasikan cara belajar dan mengajar. Batasan di atas mengandung beberapa karakteristik sebagai berikut:
Digunakannya media teknologi yang diproduksi dalam jumlah besar dengan mutu yang tinggi,
Pendidikan dapat diberikan secara massal,
Yang merancang, mengembangkan, meproduksi, membagikan bahan belajar dan yang mengelola kegiatan belajar mengajar orang yang berbeda-beda.
Pada tahun yang sama, yaitu tahun 1973 dan diulang lagi pada tahun 1977, M. Moore mengajukan batasan PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh merupakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara terpisah dari kegiatan mengajarnya, sehingga komunikasi antara siswa dan guru harus dilakukan dengan bantuan media cetak, elektronik, mekanis, dan peralatan lainnya. Yang menonjol dalam batasan Moore itu adalah terpisahnya siswa dan guru dalam proses belajar mengajar dan digunakannya media untuk komunikasi antara siswa dan guru. Pada tahun 1977, B. Holmeberg memberikan batasan bahwa dalam sistem PT/JJ siswa belajar tanpa mendapatkan pengawasan langsung secara terus menerus dari tutor yang hadir di ruang belajar atau di lingkungan sekolah, namun demikian siswa mendapat keuntungan dari perencanaan, bimbingan, dan pembelajaran dari suatu lembaga yang mengorganisasikan PT/JJ itu. Yang menjadi fokus dari batasan Holmberg adalah bahwa siswa dan guru bekerja secara terpisah dan adanya perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh sesuatu lembaga pendidikan yang mengatur PT/JJ itu. Setelah tahun 1997 batasan PT/JJ itu masih terus berkembang. Ciri-ciri yang menonjol selama masa perkembangan itu adalah terpisahnya siswa dan guru, adanya lembaga yang mengelola, digunakannya media untuk menyampaikan isi pelajaran, adanya komunikasi dua arah antara siswa dan guru, dan tidak adanya kelompok belajar yang tetap. Pada tahun 1980 Peter melontarkan kembali tambahan ciri pada PT/JJ yang mengatakan bahwa PT/JJ seolah-olah dikelola seperti industri. Pendapat Peter ini ada yang mendukung, tetapi juga ada yang tidak dapat menerima. Di antara yang menolak teori industrialisasi itu adalah Baath. Dia mengatakan bahwa teori industrialisasi itu tidak dapat diterapkan pada PT/JJ yang kecil, dan PT/JJ yang tidak menggunakan bahan belajar yang diproduksi dalam jumlah besar. Karena itu batasan Peter itu tidak dapat dimasukkan ke dalam batasan umum sistem PT/JJ. Banyaknya lembaga PT/JJ dan banyaknya batasan mengenai PT/JJ itu telah mendorong para ahli untuk terus mengadakan penelitian dan analisis. Menurut Keegan (1980) para peneliti itu pada akhirnya menyimpulkan batasan bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah suatu bentuk pendidikan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Dalam sistem PT/JJ siswa dan guru bekerja secara terpisah sepanjang proses belajar itu. Ini berarti bahwa siswa harus dapat belajar secara mandiri. Bantuan belajar yang diperoleh dari orang lain sangat terbatas. Ciri ini membedakan PT/JJ dari pendidikan konvensional yang memberikan pelajaran secara tatap muka.
Dalam sistem PT/JJ ada lembaga pendidikan yang merancang dan menyiapkan bahan belajar, serta memberikan pelayanan bantuan belajar kepada siswa. Adanya lembaga pendidikan ini membedakan sistem PT/JJ dari proses belajar sendiri (private study) atau teach yourself programmes. Jadi kalau Anda membeli buku di toko dan kemudian belajar sendiri sehingga Anda memahami benar isi buku itu, itu tidak berarti bahwa Anda telah mengikuti sistem PT/JJ .
Dalam sistem PT/JJ, pelajaran (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) disampaikan kepada siswa melalui media seperti media cetak, radio, kaset audio, TV, kaset video, slide, CD-ROM (program video dalam piringan kecil) dan sebagainya. Kecuali berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan isi pelajaran, media juga merupakan alat penghubung atau alat komunikasi antara siswa dan guru.
Dalam sistem PT/JJ ada usaha untuk terjadinya komunikasi dua arah antara siswa dan guru atau antara siswa dengan lembaga penyelenggara, atau antara siswa dengan siswa lain. Inisiatif untuk berkomunikasi itu bukan hanya datang dari guru atau lembaga, tetapi dapat juga datang dari siswa. Ciri ini membedakan PT/JJ dari program siaran radio atau TV pendidikan yang hanya menyiarkan program-program pendidikan tanpa menjalin hubungan dua arah dengan pendengar atau penonton.
Dalam sistem PT/JJ tidak ada kelompok belajar yang bersifat tetap sepanjang masa belajarnya. Karena itu siswa PT/JJ menerima pelajaran secara individual bukannya secara kelompok. Sekali waktu memang dapat dilakukan pertemuan kelompok siswa yang mempelajari mata pelajaran yang sama untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran atau sekedar untuk bersosialisasi.
B. Dari Pendidikan Jarak Jauh Menuju Pendidikan Terbuka
Beragam kemudahan yang diberikan oleh teknologi juga telah memicu pemikiran yang lebih luas tentang PJJ. Konsep keterpisahan fisik antara kegiatan mengajar dengan kegiatan belajar pada metode PJJ telah membuka kemungkinan pemanfaatan sarana pendidikan secara lebih luas. Dengan tidak dilakukannya kegiatan mengajar dan belajar dalam waktu yang bersamaan, maka: (1) rasio ideal dosen-mahasiswa yang biasanya membatasi daya serap suatu program pendidikan dan (2) dinding kelas yang biasanya membatasi daya tampung program pendidikan dapat diabaikan. Kedua hal ini secara drastis mengubah fenomena pendidikan yang sifatnya tertutup menjadi lebih terbuka dalam arti fisik dan identifikasi pendidikan dengan ruang kelas menjadi mengabur.
Fenomena sosial ekonomi yang berkembang di masyarakat dalam empat dekade terakhir juga telah menyebabkan pergeseran dalam pola kebutuhan akan pendidikan. Bila pada era masyarakat industri, sistem ini hanya merupakan jalan untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan tenaga kerja terampil, maka pada era pasca industrialisasi (post-industial society) ini telah jauh berkembang kearah peningkatan kualitas hidup manusia.
Pada era pasca industri, tujuan pendidikan masyarakat secara umum lebih berorientasi pada self-realization (pencarian diri) dan pemenuhan kebutuhan personal seperti untuk meningkatkan kebahagiaan dan kenikmatan hidup (Peters, 1993). Kebutuhan akan pendidikan tidak lagi hanya pada saat usia tertentu, tetapi menjadi kebutuhan yang berkelanjutan. Pendidikan kemudian tidak dipandang sebagai sesuatu yang terbatas pada individu usia ‘sekolah’. Hal ini ditunjukkan dengan semakin populernya program-program pendidikan lanjutan non-formal maupun informal yang pada umumnya menawarkan program-program studi yang bersifat leisure dan tidak berakreditasi. Disamping itu, pesatnya perkembangan teknologi dan industri jasa juga mengakibatkan perubahan jenis dan bentuk keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja (Peters, 1999). Hal ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan pendidikan profesional yang berkelanjutan (professional continuing education). Dengan demikian, konsep PJJ sebagai sekedar distance training telah berubah menjadi continuing education. Sistem PJJ kemudian menjadi tampak sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai tujuan pendidikan, seperti tujuan peningkatan keterampilan profesi, pengembangan hobi, maupun pencarian identitas diri. Di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia dan Cina, dimana masyarakatnya banyak yang hidup dalam ekonomi terbatas dan di daerah pedesaan yang terisolasi, sistem PJJ juga merupakan metode pendidikan yang dianggap mampu untuk memberikan kesempatan kedua (second chance) bagi masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan dengan sistem tatap muka. Fenomena ini telah menyuburkan perluasan sudut pandang mengenai sistem PJJ, dari sekedar suatu alternatif metode pembelajaran menjadi suatu sistem yang dapat meningkatkan keterbukaan pendidikan, suatu sistem yang dapat meminimalkan restriksi waktu, tempat, dan kendala ekonomi maupun demografi (seperti usia) seseorang untuk memperoleh pendidikan.
C. Meningkatkan Keterbukaan Dengan Cara Merancang Sistem dan Pemanfatan Teknologi
Namun demikian, walaupun konsep pendidikan terbuka telah didengungkan dan dimasyarakatkan, belum ada penyelenggaraan PJJ yang seratus persen terbuka. Pada prakteknya, kebanyakan institusi yang menawarkan program PJJ masih tetap memberlakukan aturan yang mengurangi keterbukaan, terutama apabila institusi tersebut memberikan akreditasi bagi lulusannya. Sistem PJJ ini dapat ditingkatkan keterbukaannya dengan merancang sistem pembelajaran secara lebih fleksibel (Belawati,1999) seperti misalnya melalui cara :
Open entry – open exit system: artinya setiap individu boleh memulai dan menyelesaikan proses pendidikannya kapan saja sesuai dengan kondisi masing-masing.
No selection criteria: artinya setiap orang yang mendaftar akan diterima sepanjang mempunyai kualifikasi dasar minimal yang dapat menunjang proses pendidikan yang diikutinya. Misalnya,tidak ada batas usia, tidak ada batas tahun ijazah terakhir.
No separation criteria: artinya setiap individu boleh melakukan registrasi secara terbuka, apakah untuk suatu program penuh (seperti program sertifikat, diploma, ataupun sarjana) atau untuk mata kuliah tertentu saja. Sistem registrasi terbuka ini juga harus memungkinkan mahasiswa menabung kredit matakuliahnya sehingga jika mau suatu waktu dapat diakumulasikan untuk suatu program utuh.
Dengan kata lain, perancangan sistem penyelenggaraan yang memperhatikan ketiga butir di atas akan meningkatkan keterbukaan program PJJ yang ditawarkan. Perancangan sistem yang terbuka seperti contoh di atas telah banyak dilakukan oleh institusi-institusi PJJ di luar negeri, terutama oleh institusi yang menawarkan programnya melalui jaringan internet (web-based courses). Semakin meningkatnya trend penawaran program PJJ melalui internet ini menunjukkan bahwa permintaan masyarakat (yang mencerminkan kebutuhan masyarakat) akan pendidikan sangatlah tinggi. Dalam sejarah penggunaan teknologi untuk kepentingan pendidikan, PJJ selalu yang terdepan dan saat ini telah memasuki generasi kelima, yaitu generasi yang mengeksploitasi kemampuan teknologi internet dan jaringan (Taylor, 2000).
BAB III
PENUTUP
Pendidikan terbuka dan jarak jauh sebagai suatu konsep merupakan hasil perkembangan konsep dan praktek PJJ yang berakar pada correspondence study di era masyarakat industri.Sistem PJJ, baik yang dilandasi paradigma akses maupun kualitas(interaksi), mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan masyarakat pada era pasca-industri. Pada era ini, kebutuhan masyarakat pendidikan lebih berorientasi pada self-realization dan pemenuhan kebutuhan personal. Disamping itu, pesatnya perkembangan teknologi juga meningkatkan kebutuhan akan pendidikan profesional yang berkelanjutan. Perubahan orientasi pendidikan pada pendidikan yang berkelanjutan ini melahirkan konsep pendidikan yang lebih terbuka yang dapat mengakomodasi proses belajar sepanjang hayat dan bagi semua. Teknologi informasi dan komunikasi yang kian berkembang merupakan salah satu prasarana yang dapat meningkatkan intensitas interaksi dalam proses belajar jarak jauh.
DAFTAR PUSTAKA
Bates, A.W. 1995. Technology, open learning, and distance education. New York:Routledge.
Belawati, T. 1999. Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh: Suatu reformasi pola pikir.
Sudjana, D. 2000. Strategi Pembelajaran. Bandung : Falah Production
http://aristohadi.wordpress.com
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor determinan kualitas SDM. Akses setiap guru untuk meningkatkan kapasitas diri dengan mengikuti perkuliahan di pendidikan tinggi harus dibuka seluas-luasnya karena pendidikan merupakan hak asasi warganegara. Pendidikan adalah kunci untuk menciptakan, mengadaptasi dan menyebarkan ilmu pengetahuan.
Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh (PTJJ) merupakan sistem yang menggabungkan konsep pendidikan terbuka dengan metode pendidikan secara jarak jauh. Konsep pendidikan terbuka (open education atau open learning) pada dasarnya merupakan suatu tujuan atau cita-cita kebijakan mengenai sistem pendidikan. Konsep ini menekankan pentingnya keluwesan sistem, terutama dalam meniadakan kendala tempat, waktu, dan aspek yang disebabkan oleh karakteristik mahasiswa seperti misalnya keadaan ekonomi (Bates, 1995).
Perkembangan pemikiran tentang PJJ sebagai alternatif metode pendidikan, perkembangan ideologi mengenai pentingnya interaksi dalam PJJ untuk menjamin kualitas pendidikan yang tinggi, serta pengaruh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat yang memungkinkan tercapainya suatu sistem pendidikan tanpa restriksi dan oleh karenanya menjadi lebih terbuka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu:
1. Bagaimana perkembangan batasan Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh (PT/JJ) ?
2. Bagaimana proses perubahan Pendidikan Jarak Jauh Menuju Pendidikan Terbuka ?
3. Bagaimana cara meningkatkan keterbukaan dengan cara merancang sistem dan pemanfatan teknologi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok Sistem Belajar Mandiri .
2. Makalah ini dibuat untuk memberi pemahaman kepada pembaca tentang perkembangan pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan batasan Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh (PT/JJ)
Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh itu sudah timbul bertahun-tahun sebelum bangsa Indonesia mengenalnya. Pengertian atau batasan PT/JJ itu berkembang dari waktu ke waktu. Keegan (1986) mencatat perkembangan batasan yang dibuat oleh berbagai ahli Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh dan menyusunnya secara kronologis. Pada tahun 1967, misalnya, G. Dogmen membuat batasan mengenai PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah sistem pendidikan yang menekankan pada cara belajar mandiri (self study). Belajar mandiri diorganisasikan secara sistematis. Pada cara belajar ini penyajian bahan belajar, pemberian konsultansi kepada siswa, dan pengawasan serta jaminan keberhasilan siswa dilakukan oleh tim guru. Masing-masing guru mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Menurut dia, PT/JJ itu merupakan kebalikan dari “pendidikan langsung” atau “pendidikan secara tatap muka antara siswa dan guru”. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa menurut Dogmen ciri-ciri PT/JJ adalah: ada organisasi yang mengatur cara belajar mandiri itu, bahan belajar disampaikan melalui media, tidak ada kontak langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pada tahun 1968, G. Mackenzie, E. Christensen, dan P. Rigby mengatakan bahwa sekolah korespondensi sebagai salah satu bentuk PT/JJ merupakan metode pembelajaran yang menggunakan korespondensi sebagai alat untuk berkomunikasi antara peserta didik (siswa) dengan pendidik (guru). Menurut mereka karakteristik PT/JJ adalah sebagai berikut:
Siswa dan guru bekerja secara terpisah.
Siswa dan guru dipersatukan melalui korespondensi.
Perlu adanya interaksi antara siswa dan guru.
Pada tahun 1971 di Perancis ada undang-undang yang mengatur penyelenggaraan PT/JJ. Hukum tersebut memuat batasan bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh itu merupakan bentuk pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswanya untuk belajar secara terpisah dari gurunya. Pertemuan antara guru dan siswa hanya dilakukan kalau ada peristiwa yang istimewa atau untuk melakukan tugas-tugas tertentu saja. Menurut batasan di atas ada dua ciri utama yang menonjol, yaitu terpisahnya guru dengan siswa adanya kemungkinan untuk acara pertemuan atau pelajaran secara tatap muka tertentu antara guru dan siswanya. Pada tahun 1973 O. Peter memberikan batasan pada PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah metode penyampaian ilmu, keterampilan, dan sikap yang dipengaruhi cara-cara mengelola suatu industri. Seperti halnya dalam industri, sistem PT/JJ dikembangkan dan dikelola dengan mengadakan pembagian tugas yang jelas antara yang mengembangkan, yang memproduksi, yang mendistribusikan bahan belajar,.dan yang mengelola kegiatan belajar mengajar. Seperti halnya dalam industri, bahan belajar yang berupa program media diproduksi dalam jumlah besar dengan menggunakan teknologi yang maju dan kemudian didistribusikan kepada pengguna secara luas. Bahan belajar yang diproduksi dalam jumlah besar dengan mutu yang tinggi itu telah memberi kemungkinan untuk membelajarkan siswa dalam jumlah besar pada saat yang sama di mana pun mereka berada. Metode seperti itu dapat disebutkan sebagai mengindustrialisasikan cara belajar dan mengajar. Batasan di atas mengandung beberapa karakteristik sebagai berikut:
Digunakannya media teknologi yang diproduksi dalam jumlah besar dengan mutu yang tinggi,
Pendidikan dapat diberikan secara massal,
Yang merancang, mengembangkan, meproduksi, membagikan bahan belajar dan yang mengelola kegiatan belajar mengajar orang yang berbeda-beda.
Pada tahun yang sama, yaitu tahun 1973 dan diulang lagi pada tahun 1977, M. Moore mengajukan batasan PT/JJ bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh merupakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara terpisah dari kegiatan mengajarnya, sehingga komunikasi antara siswa dan guru harus dilakukan dengan bantuan media cetak, elektronik, mekanis, dan peralatan lainnya. Yang menonjol dalam batasan Moore itu adalah terpisahnya siswa dan guru dalam proses belajar mengajar dan digunakannya media untuk komunikasi antara siswa dan guru. Pada tahun 1977, B. Holmeberg memberikan batasan bahwa dalam sistem PT/JJ siswa belajar tanpa mendapatkan pengawasan langsung secara terus menerus dari tutor yang hadir di ruang belajar atau di lingkungan sekolah, namun demikian siswa mendapat keuntungan dari perencanaan, bimbingan, dan pembelajaran dari suatu lembaga yang mengorganisasikan PT/JJ itu. Yang menjadi fokus dari batasan Holmberg adalah bahwa siswa dan guru bekerja secara terpisah dan adanya perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh sesuatu lembaga pendidikan yang mengatur PT/JJ itu. Setelah tahun 1997 batasan PT/JJ itu masih terus berkembang. Ciri-ciri yang menonjol selama masa perkembangan itu adalah terpisahnya siswa dan guru, adanya lembaga yang mengelola, digunakannya media untuk menyampaikan isi pelajaran, adanya komunikasi dua arah antara siswa dan guru, dan tidak adanya kelompok belajar yang tetap. Pada tahun 1980 Peter melontarkan kembali tambahan ciri pada PT/JJ yang mengatakan bahwa PT/JJ seolah-olah dikelola seperti industri. Pendapat Peter ini ada yang mendukung, tetapi juga ada yang tidak dapat menerima. Di antara yang menolak teori industrialisasi itu adalah Baath. Dia mengatakan bahwa teori industrialisasi itu tidak dapat diterapkan pada PT/JJ yang kecil, dan PT/JJ yang tidak menggunakan bahan belajar yang diproduksi dalam jumlah besar. Karena itu batasan Peter itu tidak dapat dimasukkan ke dalam batasan umum sistem PT/JJ. Banyaknya lembaga PT/JJ dan banyaknya batasan mengenai PT/JJ itu telah mendorong para ahli untuk terus mengadakan penelitian dan analisis. Menurut Keegan (1980) para peneliti itu pada akhirnya menyimpulkan batasan bahwa Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh adalah suatu bentuk pendidikan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Dalam sistem PT/JJ siswa dan guru bekerja secara terpisah sepanjang proses belajar itu. Ini berarti bahwa siswa harus dapat belajar secara mandiri. Bantuan belajar yang diperoleh dari orang lain sangat terbatas. Ciri ini membedakan PT/JJ dari pendidikan konvensional yang memberikan pelajaran secara tatap muka.
Dalam sistem PT/JJ ada lembaga pendidikan yang merancang dan menyiapkan bahan belajar, serta memberikan pelayanan bantuan belajar kepada siswa. Adanya lembaga pendidikan ini membedakan sistem PT/JJ dari proses belajar sendiri (private study) atau teach yourself programmes. Jadi kalau Anda membeli buku di toko dan kemudian belajar sendiri sehingga Anda memahami benar isi buku itu, itu tidak berarti bahwa Anda telah mengikuti sistem PT/JJ .
Dalam sistem PT/JJ, pelajaran (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) disampaikan kepada siswa melalui media seperti media cetak, radio, kaset audio, TV, kaset video, slide, CD-ROM (program video dalam piringan kecil) dan sebagainya. Kecuali berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan isi pelajaran, media juga merupakan alat penghubung atau alat komunikasi antara siswa dan guru.
Dalam sistem PT/JJ ada usaha untuk terjadinya komunikasi dua arah antara siswa dan guru atau antara siswa dengan lembaga penyelenggara, atau antara siswa dengan siswa lain. Inisiatif untuk berkomunikasi itu bukan hanya datang dari guru atau lembaga, tetapi dapat juga datang dari siswa. Ciri ini membedakan PT/JJ dari program siaran radio atau TV pendidikan yang hanya menyiarkan program-program pendidikan tanpa menjalin hubungan dua arah dengan pendengar atau penonton.
Dalam sistem PT/JJ tidak ada kelompok belajar yang bersifat tetap sepanjang masa belajarnya. Karena itu siswa PT/JJ menerima pelajaran secara individual bukannya secara kelompok. Sekali waktu memang dapat dilakukan pertemuan kelompok siswa yang mempelajari mata pelajaran yang sama untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran atau sekedar untuk bersosialisasi.
B. Dari Pendidikan Jarak Jauh Menuju Pendidikan Terbuka
Beragam kemudahan yang diberikan oleh teknologi juga telah memicu pemikiran yang lebih luas tentang PJJ. Konsep keterpisahan fisik antara kegiatan mengajar dengan kegiatan belajar pada metode PJJ telah membuka kemungkinan pemanfaatan sarana pendidikan secara lebih luas. Dengan tidak dilakukannya kegiatan mengajar dan belajar dalam waktu yang bersamaan, maka: (1) rasio ideal dosen-mahasiswa yang biasanya membatasi daya serap suatu program pendidikan dan (2) dinding kelas yang biasanya membatasi daya tampung program pendidikan dapat diabaikan. Kedua hal ini secara drastis mengubah fenomena pendidikan yang sifatnya tertutup menjadi lebih terbuka dalam arti fisik dan identifikasi pendidikan dengan ruang kelas menjadi mengabur.
Fenomena sosial ekonomi yang berkembang di masyarakat dalam empat dekade terakhir juga telah menyebabkan pergeseran dalam pola kebutuhan akan pendidikan. Bila pada era masyarakat industri, sistem ini hanya merupakan jalan untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan tenaga kerja terampil, maka pada era pasca industrialisasi (post-industial society) ini telah jauh berkembang kearah peningkatan kualitas hidup manusia.
Pada era pasca industri, tujuan pendidikan masyarakat secara umum lebih berorientasi pada self-realization (pencarian diri) dan pemenuhan kebutuhan personal seperti untuk meningkatkan kebahagiaan dan kenikmatan hidup (Peters, 1993). Kebutuhan akan pendidikan tidak lagi hanya pada saat usia tertentu, tetapi menjadi kebutuhan yang berkelanjutan. Pendidikan kemudian tidak dipandang sebagai sesuatu yang terbatas pada individu usia ‘sekolah’. Hal ini ditunjukkan dengan semakin populernya program-program pendidikan lanjutan non-formal maupun informal yang pada umumnya menawarkan program-program studi yang bersifat leisure dan tidak berakreditasi. Disamping itu, pesatnya perkembangan teknologi dan industri jasa juga mengakibatkan perubahan jenis dan bentuk keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja (Peters, 1999). Hal ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan pendidikan profesional yang berkelanjutan (professional continuing education). Dengan demikian, konsep PJJ sebagai sekedar distance training telah berubah menjadi continuing education. Sistem PJJ kemudian menjadi tampak sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai tujuan pendidikan, seperti tujuan peningkatan keterampilan profesi, pengembangan hobi, maupun pencarian identitas diri. Di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia dan Cina, dimana masyarakatnya banyak yang hidup dalam ekonomi terbatas dan di daerah pedesaan yang terisolasi, sistem PJJ juga merupakan metode pendidikan yang dianggap mampu untuk memberikan kesempatan kedua (second chance) bagi masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan dengan sistem tatap muka. Fenomena ini telah menyuburkan perluasan sudut pandang mengenai sistem PJJ, dari sekedar suatu alternatif metode pembelajaran menjadi suatu sistem yang dapat meningkatkan keterbukaan pendidikan, suatu sistem yang dapat meminimalkan restriksi waktu, tempat, dan kendala ekonomi maupun demografi (seperti usia) seseorang untuk memperoleh pendidikan.
C. Meningkatkan Keterbukaan Dengan Cara Merancang Sistem dan Pemanfatan Teknologi
Namun demikian, walaupun konsep pendidikan terbuka telah didengungkan dan dimasyarakatkan, belum ada penyelenggaraan PJJ yang seratus persen terbuka. Pada prakteknya, kebanyakan institusi yang menawarkan program PJJ masih tetap memberlakukan aturan yang mengurangi keterbukaan, terutama apabila institusi tersebut memberikan akreditasi bagi lulusannya. Sistem PJJ ini dapat ditingkatkan keterbukaannya dengan merancang sistem pembelajaran secara lebih fleksibel (Belawati,1999) seperti misalnya melalui cara :
Open entry – open exit system: artinya setiap individu boleh memulai dan menyelesaikan proses pendidikannya kapan saja sesuai dengan kondisi masing-masing.
No selection criteria: artinya setiap orang yang mendaftar akan diterima sepanjang mempunyai kualifikasi dasar minimal yang dapat menunjang proses pendidikan yang diikutinya. Misalnya,tidak ada batas usia, tidak ada batas tahun ijazah terakhir.
No separation criteria: artinya setiap individu boleh melakukan registrasi secara terbuka, apakah untuk suatu program penuh (seperti program sertifikat, diploma, ataupun sarjana) atau untuk mata kuliah tertentu saja. Sistem registrasi terbuka ini juga harus memungkinkan mahasiswa menabung kredit matakuliahnya sehingga jika mau suatu waktu dapat diakumulasikan untuk suatu program utuh.
Dengan kata lain, perancangan sistem penyelenggaraan yang memperhatikan ketiga butir di atas akan meningkatkan keterbukaan program PJJ yang ditawarkan. Perancangan sistem yang terbuka seperti contoh di atas telah banyak dilakukan oleh institusi-institusi PJJ di luar negeri, terutama oleh institusi yang menawarkan programnya melalui jaringan internet (web-based courses). Semakin meningkatnya trend penawaran program PJJ melalui internet ini menunjukkan bahwa permintaan masyarakat (yang mencerminkan kebutuhan masyarakat) akan pendidikan sangatlah tinggi. Dalam sejarah penggunaan teknologi untuk kepentingan pendidikan, PJJ selalu yang terdepan dan saat ini telah memasuki generasi kelima, yaitu generasi yang mengeksploitasi kemampuan teknologi internet dan jaringan (Taylor, 2000).
BAB III
PENUTUP
Pendidikan terbuka dan jarak jauh sebagai suatu konsep merupakan hasil perkembangan konsep dan praktek PJJ yang berakar pada correspondence study di era masyarakat industri.Sistem PJJ, baik yang dilandasi paradigma akses maupun kualitas(interaksi), mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan masyarakat pada era pasca-industri. Pada era ini, kebutuhan masyarakat pendidikan lebih berorientasi pada self-realization dan pemenuhan kebutuhan personal. Disamping itu, pesatnya perkembangan teknologi juga meningkatkan kebutuhan akan pendidikan profesional yang berkelanjutan. Perubahan orientasi pendidikan pada pendidikan yang berkelanjutan ini melahirkan konsep pendidikan yang lebih terbuka yang dapat mengakomodasi proses belajar sepanjang hayat dan bagi semua. Teknologi informasi dan komunikasi yang kian berkembang merupakan salah satu prasarana yang dapat meningkatkan intensitas interaksi dalam proses belajar jarak jauh.
DAFTAR PUSTAKA
Bates, A.W. 1995. Technology, open learning, and distance education. New York:Routledge.
Belawati, T. 1999. Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh: Suatu reformasi pola pikir.
Sudjana, D. 2000. Strategi Pembelajaran. Bandung : Falah Production
http://aristohadi.wordpress.com
media dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh
Tugas Kelompok IV
MEDIA DALAM PENDIDIKAN TERBUKA DAN
JARAK JAUH
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Belajar Mandiri)
Disusun oleh:
1. Riyanto 1102409004
2. Ovi Yuliana 1102409001
3. Resmitha Nidya V 1102410019
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Penyelenggaran Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ) sangat lekat dengan penggunaan media. Sesuai dengan karakteristik PTJJ, dapat dikatakan bahwa sebagian besar bahan ajar disampaikan melalui beraneka ragam media; baik media cetak (misalnya buku), maupun noncetak (misalnya audio-visual, komputer). Para ahli, umumnya sependapat bahwa PTJJ memiliki sedikitnya dua karakteristik (Keegan, 1991). Karakteristik pertama adalah adanya keterpisahan antara pengajar dengan peserta didik, baik ditinjau dari sisi jarak, ruang maupun waktu. Karakteristik kedua adalah adanya penggunaan media. Dari pendapat tersebut, keterpisahan antara pengajar dan peserta didik terlihat sebagai elemen utama yang menjadi karakteristik dasar pendidikan jarak jauh (PJJ). Sementara elemen kedua, penggunaan media, merupakan dampak dari adanya keterpisahan ini. Untuk menjembatani keterpisahan ini dibutuhkan kehadiran media komunikasi. Kehadiran media ini menjadi salah satu ciri kesamaan antara instititusi penyelenggara PTJJ. Sementara salah satu faktor yang dapat membedakan institusi penyelenggara PTJJ adalah jenis media yang digunakan. Variasi penggunaan media antar institusi penyelenggara PTJJ sangat beragam mengingat banyaknya jenis media yang dapat dimanfaatkan, mulai dari media yang paling sederhana sampai pada yang paling canggih. Smaldino (2003) mengemukakan bahwa peran media dalam Sistem PJJ adalah sebagai fasilitas untuk menyampaikan materi pembelajaran yang telah dikembangkan secara terstruktur sedemikian rupa dengan asumsi bahwa penggunanya mempelajari materi tersebut di luar ruang kelas, dan belajar secara individual. Dalam menentukan media yang digunakan, selain situasi dan kondisi institusi, ada dua hal yang harus diperhatikan dan dijadikan sebagai acuan bagi pengelola dan pengambil keputusan PTJJ, yaitu ragam media yang tersedia dan pemilihan media yang tepat guna dan tepat sasar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ragam Media Dalam PTJJ
Media yang digunakan dalam PTJJ pada hakekatnya sangat dipengaruhi oleh pekembangan teknologi. Dalam era kemajuan teknologi yang luar biasa, media yang dapat dipilih dan digunakan semakin luas. Banyak institusi penyelenggara PTJJ berlomba memanfaatkan media pembelajaran yang canggih, modern dan mahal. Mereka berasumsi bahwa semakin canggih media yang digunakan maka semakin tinggi pula nilai kontribusi terhadap proses pembelajaran. Asumsi ini tidak selamanya benar, sebab media yang sederhana sekalipun, apabila digunakan sesuai dengan karakteristik dan kemampuannya akan memberikan nilai pembelajaran yang signifikan. Untuk daerah terpencil dan terisolasi serta daerah yang belum memiliki tenaga listrik, penggunaan media yang sederhana tentunya akan lebih efektif.
1. Pengertian, Jenis dan Karakteristik Media
Media telah lama dimengerti sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan suatu informasi. Mengingat banyaknya ragam media yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran, maka untuk memudahkan mempelajari media-media tersebut pada umumnya dilakukan pengelompokan. Salah satu penggolongan media yang dikenal adalah menurut Brezt (1972), yang mengidentifikasi media dalam tiga unsur pokok yaitu: suara, visual dan gerak. Berdasarkan ketiga unsur tersebut Brezt mengklasifikasi media ke dalam delapan klasifikasi yaitu:
• media audio visual gerak
• media audio visual diam
• media audio semi-gerak
• media visual gerak
• media visual diam
• media semi-gerak
• media audio
• media cetak
2. Jenis Media dan Pemanfaatannya dalam PTJJ
a. Media Cetak
Hampir semua institusi PJJ di dunia memanfaatkan media cetak sebagai media utama untuk menyampaikan materi ajar. Kombinasi antara media cetak dengan media video/televisi merupakan contoh pemanfaatan media secara terpadu.
b. Radio
Radio telah dikenal sebagai media yang sangat memasyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa radio merupakan sebuah media yang memiliki aksesibilitas tinggi. Dalam PTJJ media radio juga dikenal sebagai media yang cukup banyak digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan materi ajar.
Penelitian di The United Kingdom Open University di Inggris tentang pemanfaatan media radio menunjukkan bahwa walaupun program radio sangat memotivasi, ternyata peserta didik mengalami kesulitan belajar melalui radio. Sebagai dampak karakteristik ini, media radio lebih tepat digunakan untuk menyampaikan materi ajar yang bersifat umum, auditif, konkrit, sehingga lebih mudah diterima. Selain itu faktor penggunaan bahasa yang sederhana dan kosa kata yang sudah dikenal, pemberian contoh-contoh, baik melalui dramatisasi maupun kasus-kasus juga sangat berpengaruh pada keberhasilan penggunaan media radio.
c. Televisi
Televisi dikenal sebagai media yang sangat kaya yang mampu menyajikan beragam informasi dalam bentuk suara dan gambar secara bersamaan. Pemanfaatan siaran televisi dalam PTJJ tidak hanya didasarkan pada kemampuannya menyajikan beragam informasi dalam bentuk audio-visual secara bersamaan, tetapi juga karena kemampuannya menjangkau sejumlah besar pemirsa dalam jangkauan wilayah geografis yang relatif luas. Pemanfaatan media televisi pada lembaga PTJJ di beberapa negara ternyata tidak saja mempertimbangkan keunggulan yang dimiliki oleh media tersebut tetapi juga faktor aksesibilitas media ini.
d. Media Berbantuan Komputer
Salah satu kelemahan penyelenggaraan sistem PTJJ adalah minimnya umpan balik yang dapat diperoleh peserta didik tentang proses dan hasil belajar yang telah mereka tempuh. Potensi media komputer yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran pada sistim PTJJ antara lain:
• memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara peserta didik dan materi pembelajaran.
• proses belajar dapat berlangsung secara individual sesuai dengan kemampuan belajar peserta didik.
• mampu menampilkan unsur audio visual untuk meningkatkan minat belajar (multi media)
• dapat memberikan umpan balik terhadap respon peserta didik dengan segera.
• mampu menciptakan proses belajar secara berkesinambungan Robert Heinich dkk (1986) mengemukakan enam bentuk interaksi yang dapat diaplikasikan dalam merancang sebuah media pembelajaran untuk sistem PTJJ, berupa:
praktek dan latihan (drill and practice)
Program yang berbentuk drill and practice umumnya digunakan apabila peserta didik diasumsikan telah mempelajari konsep, prinsip dan prosedur sebagai materi pembelajaran.
Tutorial
Program ini menyajikan informasi dan pengetahuan dalam topik tertentu diikuti dengan latihan pemecahan soal dan kasus.
permainan (games)
Program yang berisi permainan dapat memberi motivasi bagi siswa untuk mempelajari informasi yang ada di dalamnya. Hal ini sangat berkaitan erat dengan essensi bentuk permainan yang selalu menampilkan masalah menantang yang perlu dicari solusinya oleh pemakai.
simulasi (simulation)
Program simulasi berupaya melibatkan siswa dalam persoalan yang mirip dengan situasi yang sebenarnya namun tanpa resiko yang nyata. Melalui program simulasi peserta didik diajak untuk membuat keputusan yang tepat dari beberapa alternatif solusi yang ada.
penemuan (discovery)
Peserta didik harus terus mencoba sampai berhasil menemukan solusi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
pemecahan masalah (problem solving)
Program seperti ini dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan cara yang ditempuh siswa dalam memberikan respon. Pada cara yang pertama siswa merumuskan sendiri solusi masalah yang ditampilkan lewat komputer dan memasukkan program ke dalamnya. Sedangkan pada cara yang kedua, komputer menyediakan jawaban yang mewakili respon siswa terhadap masalah yang ditayangkan oleh komputer.
e. Internet
Dengan teknologi yang berkembang pesat dewasa ini, pemanfaatan komputer dalam sistim PTJJ tidak hanya dapat digunakan secara stand alone tetapi dapat pula dimanfaatkan dalam suatu jaringan. Jaringan komputer atau computer network telah memungkinkan proses belajar menjadi lebih luas, lebih interaktif dan lebih fleksibel. Peserta didik dapat melakukan proses belajar tanpa dibatasi oleh faktor ruang dan waktu, artinya, jika ada fasilitas jaringan, peserta didik dapat melakukan proses belajar di mana saja dan kapan saja. Jaringan komputer yang paling umum digunakan adalah internet. Saat ini teknologi internet telah memungkinkan setiap orang memperoleh akses yang lebih besar terhadap beragam informasi yang tersedia. Dengan kemajuan teknologi jaringan internet, belajar melalui dunia maya pun mulai dikenal baik. Penyampaian materi dalam pembelajaran maya, baik sebagian maupun secara utuh, dikemas dan disampaikan melalui komputer secara online.
3. Indikator Media Efektif
Hal terpenting dalam pemanfaatan media dalam PTJJ yang harus selalu dikedepankan adalah kemampuan media yang digunakan dalam memberi nilai tambah (added value) terhadap aktivitas pembelajaran mahasiswa.
Kearsley & Moore (1996: 122-123) mengemukakan beberapa karakteristik penting tentang kualitas media yang digunakan dalam PTJJ yakni sebagai berikut:
• Memiliki tujuan pembelajaran yang jelas
• Melibatkan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran
• Lengkap
• Memberikan dorongan belajar
• Bervariasi
• Memberi umpan balik
• Melakukan evaluasi secara continue
B. Pemilihan Media Dalam PTJJ
Pemilihan media untuk PTJJ berbeda dengan pemilihan media bagi pendidikan yang menggunakan sistem belajar tatap muka, walaupun keduanya tetap mengacu kepada karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing media. Rowntree (1994) mengemukakan sejumlah kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh pengambil keputusan dalam pemilihan media dalam PTJJ yang antara lain berkaitan dengan tujuan belajar yang akan dicapai, kondisi peserta didik yang meliputi aksesibilitas terhadap media, kenyamanan menggunakan media, mampu memotivasi, serta kemampuan organisasi dalam pengembangan dan pengadaan media. Sementara Bates (1995) mengembangkan sebuah kerangka pemilihan media yang sistimatis dengan memperhatikan tujuh faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu: access (aksesibilitas), costs (biaya), teaching and learning (proses pengajaran dan pembelajaran), interactivity (interaktifitas), organisational issues (permasalahan organisasi), novelty (kemuktahiran), dan speed (kecepatan). Pada dasarnya Rowntree maupun Bates sependapat bahwa pemilihan media dalam PTJJ perlu memperhatikan beberapa faktor seperti:
1. Akses terhadap media
Pengertian akses terhadap media adalah adanya ketersedian dan kemudahan memperoleh atau menggunakan media. Akses terhadap media ini harus dilihat dari dua sisi, yaitu sisi institusi penyelenggara PTJJ dan sisi peserta didik/calon peserta didik. Dalam PTJJ, seberapapun pentingnya bahan ajar yang akan disampaikan dan betapapun baiknya teknik penyampaiannya, akan menjadi sia-sia apabila peserta didik tidak dapat menerimanya, hanya karena mereka tidak memiliki akses terhadap media yang membawa bahan ajar tersebut.
2. Faktor Biaya
Dalam menentukan pilihan mengenai media apa yang akan digunakan dalam PTJJ, faktor biaya merupakan faktor yang tidak dapat dihindarkan. Banyak orang berpikir bahwa PJJ berarti penyelenggaraan pendidikan dengan biaya murah. Misalnya, sebuah institusi jarak jauh memilih menggunakan media video interaktif. Penggunaan media ini akan terhitung mahal apabila hanya digunakan untuk peserta didik yang berjumlah sedikit tetapi sebaliknya dapat terhitung murah apabila peserta didiknya banyak. Begitu pula bila institusi PTJJ memilih menggunakan media cetak. Dengan jumlah peserta didik yang banyak maka biaya penyelenggaraan pendidikan ini akan dirasakan sangat murah.
3. Fungsi pembelajaran
Berkaitan dengan hal ini Gagne et.al. (1988) melihat tiga faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Karakteristik fisik media
Karakteristik fisik media merupakan satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media. Pertimbangan ini berkaitan dengan kemampuan media untuk menyajikan informasi verbal, baik dalam bentuk teks maupun audioKemampuan media dalam menyajikan informasi visual dan gerakan merupakan salah satu karakter fisik yang dapat mendasari pemilihan media.
b. Tujuan belajar
Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir semua jenis media digunakan untuk menyampaikan sebagian besar tujuan belajar, tetapi tidak pula disangkal bahwa media tertentu akan lebih efektif apabila digunakan untuk pencapaian tujuan belajar tertentu pula. Kemampuan ini tidak akan dapat dikuasai oleh perserta didik hanya melalui media cetak saja. Dalam hal ini penggunaan media tambahan seperti kaset audio dan video akan menyempurnakan pemahaman ataupun penguasaan bahasa asing tersebut.
c. Kemampuan peserta didik dalam penggunaan media
Dalam pemilihan media untuk PTJJ, Rowntree (1994) mengemukakan perlu memperhatikan kemampuan perserta didik dalam menggunakan media serta kecenderungan mereka untuk menyukai media tertentu. Walaupun masih merupakan asumsi apabila kondisi ini diperhatikan akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar pada PTJJ.
BAB III
PENUTUP
Dalam sebuah penyelenggaraan sistem PTJJ, media merupakan sebuah prasyarat yang diperlukan untuk menjembatani keterpisahan antara pengajar dan peserta didik, yang menjadi ciri atau karakteristik sistim PJJ. Media memberikan kemungkinan terjadinya proses belajar mengajar dalam suatu sistim PTJJ. Dari sisi pengelolaan institusi pendidikan jarak jauh, peran pengelola dalam pemanfaatan media adalah menentukan media yang tepat guna dan tepat sasar bagi peserta didik. Walaupun memang tidak dapat dipungkiri bahwa cepat lambatnya proses belajar mengajar yang berlangsung dalam sistim PTJJ selain bergantung pada kemampuan dan karakteristik media yang digunakan juga bergantung pada kemampuan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
lppm.ut.ac.id
ikaumayasbm.blogspot.com/2009/01/
Bates, T. 1988. Television, learning dan distance education: International council for distance education bulletin, 16(1), 29-38.
Keegan, D. 1991. Foundations of distance education. Great Britain: Biddies Ltd.
MEDIA DALAM PENDIDIKAN TERBUKA DAN
JARAK JAUH
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Belajar Mandiri)
Disusun oleh:
1. Riyanto 1102409004
2. Ovi Yuliana 1102409001
3. Resmitha Nidya V 1102410019
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Penyelenggaran Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ) sangat lekat dengan penggunaan media. Sesuai dengan karakteristik PTJJ, dapat dikatakan bahwa sebagian besar bahan ajar disampaikan melalui beraneka ragam media; baik media cetak (misalnya buku), maupun noncetak (misalnya audio-visual, komputer). Para ahli, umumnya sependapat bahwa PTJJ memiliki sedikitnya dua karakteristik (Keegan, 1991). Karakteristik pertama adalah adanya keterpisahan antara pengajar dengan peserta didik, baik ditinjau dari sisi jarak, ruang maupun waktu. Karakteristik kedua adalah adanya penggunaan media. Dari pendapat tersebut, keterpisahan antara pengajar dan peserta didik terlihat sebagai elemen utama yang menjadi karakteristik dasar pendidikan jarak jauh (PJJ). Sementara elemen kedua, penggunaan media, merupakan dampak dari adanya keterpisahan ini. Untuk menjembatani keterpisahan ini dibutuhkan kehadiran media komunikasi. Kehadiran media ini menjadi salah satu ciri kesamaan antara instititusi penyelenggara PTJJ. Sementara salah satu faktor yang dapat membedakan institusi penyelenggara PTJJ adalah jenis media yang digunakan. Variasi penggunaan media antar institusi penyelenggara PTJJ sangat beragam mengingat banyaknya jenis media yang dapat dimanfaatkan, mulai dari media yang paling sederhana sampai pada yang paling canggih. Smaldino (2003) mengemukakan bahwa peran media dalam Sistem PJJ adalah sebagai fasilitas untuk menyampaikan materi pembelajaran yang telah dikembangkan secara terstruktur sedemikian rupa dengan asumsi bahwa penggunanya mempelajari materi tersebut di luar ruang kelas, dan belajar secara individual. Dalam menentukan media yang digunakan, selain situasi dan kondisi institusi, ada dua hal yang harus diperhatikan dan dijadikan sebagai acuan bagi pengelola dan pengambil keputusan PTJJ, yaitu ragam media yang tersedia dan pemilihan media yang tepat guna dan tepat sasar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ragam Media Dalam PTJJ
Media yang digunakan dalam PTJJ pada hakekatnya sangat dipengaruhi oleh pekembangan teknologi. Dalam era kemajuan teknologi yang luar biasa, media yang dapat dipilih dan digunakan semakin luas. Banyak institusi penyelenggara PTJJ berlomba memanfaatkan media pembelajaran yang canggih, modern dan mahal. Mereka berasumsi bahwa semakin canggih media yang digunakan maka semakin tinggi pula nilai kontribusi terhadap proses pembelajaran. Asumsi ini tidak selamanya benar, sebab media yang sederhana sekalipun, apabila digunakan sesuai dengan karakteristik dan kemampuannya akan memberikan nilai pembelajaran yang signifikan. Untuk daerah terpencil dan terisolasi serta daerah yang belum memiliki tenaga listrik, penggunaan media yang sederhana tentunya akan lebih efektif.
1. Pengertian, Jenis dan Karakteristik Media
Media telah lama dimengerti sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan suatu informasi. Mengingat banyaknya ragam media yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran, maka untuk memudahkan mempelajari media-media tersebut pada umumnya dilakukan pengelompokan. Salah satu penggolongan media yang dikenal adalah menurut Brezt (1972), yang mengidentifikasi media dalam tiga unsur pokok yaitu: suara, visual dan gerak. Berdasarkan ketiga unsur tersebut Brezt mengklasifikasi media ke dalam delapan klasifikasi yaitu:
• media audio visual gerak
• media audio visual diam
• media audio semi-gerak
• media visual gerak
• media visual diam
• media semi-gerak
• media audio
• media cetak
2. Jenis Media dan Pemanfaatannya dalam PTJJ
a. Media Cetak
Hampir semua institusi PJJ di dunia memanfaatkan media cetak sebagai media utama untuk menyampaikan materi ajar. Kombinasi antara media cetak dengan media video/televisi merupakan contoh pemanfaatan media secara terpadu.
b. Radio
Radio telah dikenal sebagai media yang sangat memasyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa radio merupakan sebuah media yang memiliki aksesibilitas tinggi. Dalam PTJJ media radio juga dikenal sebagai media yang cukup banyak digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan materi ajar.
Penelitian di The United Kingdom Open University di Inggris tentang pemanfaatan media radio menunjukkan bahwa walaupun program radio sangat memotivasi, ternyata peserta didik mengalami kesulitan belajar melalui radio. Sebagai dampak karakteristik ini, media radio lebih tepat digunakan untuk menyampaikan materi ajar yang bersifat umum, auditif, konkrit, sehingga lebih mudah diterima. Selain itu faktor penggunaan bahasa yang sederhana dan kosa kata yang sudah dikenal, pemberian contoh-contoh, baik melalui dramatisasi maupun kasus-kasus juga sangat berpengaruh pada keberhasilan penggunaan media radio.
c. Televisi
Televisi dikenal sebagai media yang sangat kaya yang mampu menyajikan beragam informasi dalam bentuk suara dan gambar secara bersamaan. Pemanfaatan siaran televisi dalam PTJJ tidak hanya didasarkan pada kemampuannya menyajikan beragam informasi dalam bentuk audio-visual secara bersamaan, tetapi juga karena kemampuannya menjangkau sejumlah besar pemirsa dalam jangkauan wilayah geografis yang relatif luas. Pemanfaatan media televisi pada lembaga PTJJ di beberapa negara ternyata tidak saja mempertimbangkan keunggulan yang dimiliki oleh media tersebut tetapi juga faktor aksesibilitas media ini.
d. Media Berbantuan Komputer
Salah satu kelemahan penyelenggaraan sistem PTJJ adalah minimnya umpan balik yang dapat diperoleh peserta didik tentang proses dan hasil belajar yang telah mereka tempuh. Potensi media komputer yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran pada sistim PTJJ antara lain:
• memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara peserta didik dan materi pembelajaran.
• proses belajar dapat berlangsung secara individual sesuai dengan kemampuan belajar peserta didik.
• mampu menampilkan unsur audio visual untuk meningkatkan minat belajar (multi media)
• dapat memberikan umpan balik terhadap respon peserta didik dengan segera.
• mampu menciptakan proses belajar secara berkesinambungan Robert Heinich dkk (1986) mengemukakan enam bentuk interaksi yang dapat diaplikasikan dalam merancang sebuah media pembelajaran untuk sistem PTJJ, berupa:
praktek dan latihan (drill and practice)
Program yang berbentuk drill and practice umumnya digunakan apabila peserta didik diasumsikan telah mempelajari konsep, prinsip dan prosedur sebagai materi pembelajaran.
Tutorial
Program ini menyajikan informasi dan pengetahuan dalam topik tertentu diikuti dengan latihan pemecahan soal dan kasus.
permainan (games)
Program yang berisi permainan dapat memberi motivasi bagi siswa untuk mempelajari informasi yang ada di dalamnya. Hal ini sangat berkaitan erat dengan essensi bentuk permainan yang selalu menampilkan masalah menantang yang perlu dicari solusinya oleh pemakai.
simulasi (simulation)
Program simulasi berupaya melibatkan siswa dalam persoalan yang mirip dengan situasi yang sebenarnya namun tanpa resiko yang nyata. Melalui program simulasi peserta didik diajak untuk membuat keputusan yang tepat dari beberapa alternatif solusi yang ada.
penemuan (discovery)
Peserta didik harus terus mencoba sampai berhasil menemukan solusi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
pemecahan masalah (problem solving)
Program seperti ini dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan cara yang ditempuh siswa dalam memberikan respon. Pada cara yang pertama siswa merumuskan sendiri solusi masalah yang ditampilkan lewat komputer dan memasukkan program ke dalamnya. Sedangkan pada cara yang kedua, komputer menyediakan jawaban yang mewakili respon siswa terhadap masalah yang ditayangkan oleh komputer.
e. Internet
Dengan teknologi yang berkembang pesat dewasa ini, pemanfaatan komputer dalam sistim PTJJ tidak hanya dapat digunakan secara stand alone tetapi dapat pula dimanfaatkan dalam suatu jaringan. Jaringan komputer atau computer network telah memungkinkan proses belajar menjadi lebih luas, lebih interaktif dan lebih fleksibel. Peserta didik dapat melakukan proses belajar tanpa dibatasi oleh faktor ruang dan waktu, artinya, jika ada fasilitas jaringan, peserta didik dapat melakukan proses belajar di mana saja dan kapan saja. Jaringan komputer yang paling umum digunakan adalah internet. Saat ini teknologi internet telah memungkinkan setiap orang memperoleh akses yang lebih besar terhadap beragam informasi yang tersedia. Dengan kemajuan teknologi jaringan internet, belajar melalui dunia maya pun mulai dikenal baik. Penyampaian materi dalam pembelajaran maya, baik sebagian maupun secara utuh, dikemas dan disampaikan melalui komputer secara online.
3. Indikator Media Efektif
Hal terpenting dalam pemanfaatan media dalam PTJJ yang harus selalu dikedepankan adalah kemampuan media yang digunakan dalam memberi nilai tambah (added value) terhadap aktivitas pembelajaran mahasiswa.
Kearsley & Moore (1996: 122-123) mengemukakan beberapa karakteristik penting tentang kualitas media yang digunakan dalam PTJJ yakni sebagai berikut:
• Memiliki tujuan pembelajaran yang jelas
• Melibatkan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran
• Lengkap
• Memberikan dorongan belajar
• Bervariasi
• Memberi umpan balik
• Melakukan evaluasi secara continue
B. Pemilihan Media Dalam PTJJ
Pemilihan media untuk PTJJ berbeda dengan pemilihan media bagi pendidikan yang menggunakan sistem belajar tatap muka, walaupun keduanya tetap mengacu kepada karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing media. Rowntree (1994) mengemukakan sejumlah kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh pengambil keputusan dalam pemilihan media dalam PTJJ yang antara lain berkaitan dengan tujuan belajar yang akan dicapai, kondisi peserta didik yang meliputi aksesibilitas terhadap media, kenyamanan menggunakan media, mampu memotivasi, serta kemampuan organisasi dalam pengembangan dan pengadaan media. Sementara Bates (1995) mengembangkan sebuah kerangka pemilihan media yang sistimatis dengan memperhatikan tujuh faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu: access (aksesibilitas), costs (biaya), teaching and learning (proses pengajaran dan pembelajaran), interactivity (interaktifitas), organisational issues (permasalahan organisasi), novelty (kemuktahiran), dan speed (kecepatan). Pada dasarnya Rowntree maupun Bates sependapat bahwa pemilihan media dalam PTJJ perlu memperhatikan beberapa faktor seperti:
1. Akses terhadap media
Pengertian akses terhadap media adalah adanya ketersedian dan kemudahan memperoleh atau menggunakan media. Akses terhadap media ini harus dilihat dari dua sisi, yaitu sisi institusi penyelenggara PTJJ dan sisi peserta didik/calon peserta didik. Dalam PTJJ, seberapapun pentingnya bahan ajar yang akan disampaikan dan betapapun baiknya teknik penyampaiannya, akan menjadi sia-sia apabila peserta didik tidak dapat menerimanya, hanya karena mereka tidak memiliki akses terhadap media yang membawa bahan ajar tersebut.
2. Faktor Biaya
Dalam menentukan pilihan mengenai media apa yang akan digunakan dalam PTJJ, faktor biaya merupakan faktor yang tidak dapat dihindarkan. Banyak orang berpikir bahwa PJJ berarti penyelenggaraan pendidikan dengan biaya murah. Misalnya, sebuah institusi jarak jauh memilih menggunakan media video interaktif. Penggunaan media ini akan terhitung mahal apabila hanya digunakan untuk peserta didik yang berjumlah sedikit tetapi sebaliknya dapat terhitung murah apabila peserta didiknya banyak. Begitu pula bila institusi PTJJ memilih menggunakan media cetak. Dengan jumlah peserta didik yang banyak maka biaya penyelenggaraan pendidikan ini akan dirasakan sangat murah.
3. Fungsi pembelajaran
Berkaitan dengan hal ini Gagne et.al. (1988) melihat tiga faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Karakteristik fisik media
Karakteristik fisik media merupakan satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media. Pertimbangan ini berkaitan dengan kemampuan media untuk menyajikan informasi verbal, baik dalam bentuk teks maupun audioKemampuan media dalam menyajikan informasi visual dan gerakan merupakan salah satu karakter fisik yang dapat mendasari pemilihan media.
b. Tujuan belajar
Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir semua jenis media digunakan untuk menyampaikan sebagian besar tujuan belajar, tetapi tidak pula disangkal bahwa media tertentu akan lebih efektif apabila digunakan untuk pencapaian tujuan belajar tertentu pula. Kemampuan ini tidak akan dapat dikuasai oleh perserta didik hanya melalui media cetak saja. Dalam hal ini penggunaan media tambahan seperti kaset audio dan video akan menyempurnakan pemahaman ataupun penguasaan bahasa asing tersebut.
c. Kemampuan peserta didik dalam penggunaan media
Dalam pemilihan media untuk PTJJ, Rowntree (1994) mengemukakan perlu memperhatikan kemampuan perserta didik dalam menggunakan media serta kecenderungan mereka untuk menyukai media tertentu. Walaupun masih merupakan asumsi apabila kondisi ini diperhatikan akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar pada PTJJ.
BAB III
PENUTUP
Dalam sebuah penyelenggaraan sistem PTJJ, media merupakan sebuah prasyarat yang diperlukan untuk menjembatani keterpisahan antara pengajar dan peserta didik, yang menjadi ciri atau karakteristik sistim PJJ. Media memberikan kemungkinan terjadinya proses belajar mengajar dalam suatu sistim PTJJ. Dari sisi pengelolaan institusi pendidikan jarak jauh, peran pengelola dalam pemanfaatan media adalah menentukan media yang tepat guna dan tepat sasar bagi peserta didik. Walaupun memang tidak dapat dipungkiri bahwa cepat lambatnya proses belajar mengajar yang berlangsung dalam sistim PTJJ selain bergantung pada kemampuan dan karakteristik media yang digunakan juga bergantung pada kemampuan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
lppm.ut.ac.id
ikaumayasbm.blogspot.com/2009/01/
Bates, T. 1988. Television, learning dan distance education: International council for distance education bulletin, 16(1), 29-38.
Keegan, D. 1991. Foundations of distance education. Great Britain: Biddies Ltd.
prinsip pengelolaan sumber belajar
PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN PUSAT INFORMASI
Dalam membentuk suatu pusat informasi sebagai salah satu kegiatan PSB, maka beberapa pertanyaan perlu dijawab terlebih dahulu, antara lain:
a. Informasi apa yang diperlukan?
b. Siapa yang memerlukannya?
c. Untuk apa diperlukan?
d. Apakah memang sering diperlukan?
e. Adakah informasi dalam bentuk cetakan atau dalam bentuk media lainnya?
Prinsip pengelolaannya adalah sebagai berikut.
Laporan-laporan yang diterima, dikirim ke unit fasilitas yang menggunakan sistem komputer (Puskom) dan mengadakan persiapan untuk penerbitannya. Sebagian data dikirim ke unit produksi dokumen untuk sibuat microfilm, microfische atau fotocopy untuk selanjutnya dikirim ke pusat-pusat referensi tiap fakultas dan sebagian lagi dicetak di percetakan universitas.
Salah satu tugas penting jika ingin mengadakan pusat informasi adalah membentuk database. Untuk mengetahui bagaimana informasi diorganisasikan dan dibentuk. Informasi dapat dibagi dalam beberapa komponen sebagai berikut:
1. Database
Yaitu seluruh koleksi informasi yang dimiliki oleh pusat sumber belajar tingkat universitas.
2. File
Informasi-informasi khusus atau informasi mengenai suatu objekk dalam file-file. keseluruhan file tersebut merupakan database.
3. Record
Masing-masing file berisi catatan (record) dari subjek-subjek atau orang-orang.
4. Field
Masing-masing record dibagi dalam bidang (field), misalnya fakultas, jurusan, program studi, dll
Database yang diproses melalui komputer mempunyai banyak keuntungan dalam menyimpan dan menyimpan kembali informasi yang diperlukan. Programnya dinamank Sistem Manajemen Database (SMD) dan kemampuannya sangat luas. Karena datanya disimpan secara magnetis, maka untuk mengadakan perbaikan dan penambahan sangat mudah.
Bersama-sama dengan penggunaan komputer mikro yang semakin populer, maka jumlah paket peranti lunak SMD semakin banyak. Sebelum membeli suatu paket, calon pemakai hendaknya tahu betul apa yang diinginkan dari sistem yang bersangkutan. Sistem yang diperlukan janganlah hanya untuk memenuhi keperluan dalam jangka waktu pendek saja seperti tugas suatu mata kuliah tetapi juga dapat digunakan untuk memenuhi keperluan jangka panjang seperti penyusunan skripsi, tesis, dan desertasi.
Cara yang baik untuk menentukan apa yang diperlukan oleh sistem yang bersangkutan adalah dengan bagaimana caranya menyimpan file dan menyediakan informasi sekarang ini. Cara ini untuk mengetahui dari mana sistem tersebut memperoleh datanya. Untuk itu dapat dilakukan dengan melihat formulir-formulir yang digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan data di organisasi yang bersangkutan. Di samping itu perlu dilihat pula sistem mengadakan filing yang sekarang dilakukan dan informasi yang disimpan file-file tersebut. Juga perlu diteliti syarat untuk membuat laporan apakah ada laporan tahunan, informasi apa yang dimuat, bagaimana ukurannya dan sebagainya.
Setelah mengadakan analisis mengenai syarat-syarat dan sistem tersebut, perlu dibuat daftar bidang (field), masing-masing diberi nama. Di samping itu perlu ditentukan bidang-bidang yang dipakai sebagai “kunci”, yaitu bidang atau kumpulan bidang yang dapat dipakai untuk mencari kembali suatu record.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menentukan jeni peralatan yang ada dan biaya untuk memperoleh peralatan tersebut. Dalam hal ini termasuk harga dari paket yang bersangkutan, waktu untuk mengadakan latihan, pemindahan data lama ke format yang baru yang dikomputerisasi, mengadakan percobaan, membetulkan gangguan, pemeliharaan peralatan serta apakah yang dapat digunakan oleh lebih dari satu orang secara bersamaan.
Setelah syarat-syarat untuk mengadakan SMD dipenuhi, perlu diadakan penilaian mengenai berbagai perangkat perinti lunak yang ada. Sesudah itu dibicarakan dengan penjualan piranti lunak tersebut untuk mencoba paket yang kira-kira memenuhi keperluan. Ada berbagai paket yang mempunyai program latihan yang dapat memberi gambaran sebagaimana sistem tersebut bekerja dan apakah mudah atau sukar memakainya. Ada baiknya pula untuk memperoleh nama-nama mereka yang sudah menggunakan sistem yang bersangkutan.
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa pertimbangan yang paling utama jika akan mengadakanpergantian dari sistem manual ke sistem komputer adalah mengetahui cara kerja peralatan yang ada dan dana yang tersediaserta mengetahui secara tepat apa yang diharapkan dari seistem yang menggunakan peralatan komputer tersebut.
1. Sistem informasi
Biar bagaimanapun lengkapnya suatu pusat sumber belajar seperti komputer, media cetak, audio visual, peralatan, ahli medis, ahli pengembangan instruksional, biar bagaimanapun baiknya pelayanan, latihan maupun produksi pada pusat sumber belajar tetapi jika sistem informasi tidak dimanfaatkan oleh klien sepenuhnya.
Sistem informasi yang dimaksudkan dapat digolongkan menjadi dua. Pertama, informasi kepada klien keluar seperti kepada mahasiswa, dosen, ketua, dan staf Unit Pelaksana Teknis (UPT) di perguruan tinggi, lembaga dalam perguruan tinggi setempat atau sekolah dan instansi lain yang membutuhkan misalnya Sekolah Pendidikan Guru, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) atau lembaga pemerintahan swasta yang lain dan sebagainya. Kedua, di dalam pusat sumber belajar itu sendiri yaitu bagaimana pengunjung dengan mudah mendapatkan informasi tentang segala yang dibutuhkan.
Informasi keluar merupakan proses komunikasi yang dibuat dan disampaikan oleh bagian informasi untuk mengumumkan seluruh kegiatan pelayanan, latihan, produksi, penyediaan, konsultasi, dan lain-lain kegiatan PSB yang meliputi tujuan dan fungsi untuk membangkitkan perhatian, minat, dan kebutuhan klien.
Seluruh informasi direncanakan atas tanggungjawab direktur PSB. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam informasi keluar ini antara lain:
1. Sesuai dengan perencanaan PSB.
2. Mudah dimengerti oleh klien yang bervariasi yang ingin menjangkau.
3. Usaha agar dapat memuaskan klien.
4. Membina hubungan dengan klien secara berkesinambungan.
5. Materi informasi hendaknya sangant berguna bagi klien dan dalam kaitan program evaluasi PSB.
6. Tidak akan mengikat klien dalam hal kebebasan, kehendak, waktu, dan tempat.
Contoh informasi yang mungkin dibutuhkan dan sarana informasinya adalah tabel berikut:
INFORMASI TENTANG SARANA INFORMASI
- Program media : tujuan, fungsi, dan peranannya dalam mencapai tujuan pendidikan.
- Penggunaan program media dalam hubungan dengan tujuan pendidikan.
- Perencanaan dan kegiatan yang menunjang klien. - Release (edaran)
- Presentasi Media
- Pameran
- Laporan tahunan
- Menerbitkan handbooks
- Ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dilakukan civitas akademika.
- Ikut mengisi publikasi kampus
- Menyebarkan hasil penelitian.
Kedua, informasi di dalam PSB adalah apabila klien berada dalam PSB. Mereka akan mengetahui dan mengerti apa saja yang disediakan dapat dilayani oleh PSB, serta mereka mengerti bagaiman cara mengoperasikan peralatan atau cara mencari apa yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan belajar. Mereka tahu dan mengerti prosedur peminjaman dan pengembalian bahan atau peralatan yang dibutuhkan. Mereka akan mengerti fungsi dan hubungan suatu komponen media dengan sistem pendidikan dengan data yang dapat menunjang. Mereka akan mengetahui dan memahami efektifitas dan efisiensi suatu program pendidikan. Mereka akan dapat mengetahui dan memahami media sesuai dengan metode pengajaran, kelompok belajar dan media yang akan digunakan. Para pengajar mampu merancang program pengajaran dan mempresentasikan dengan menggunakan media.
Informasi di dalam PSB ini, apabila kliennya dikelompokan ked dalam mahasiswa dan dosen, informasi yang dibutuhkan dan sarana informasinya dapat dilihat dalam tabel berikut:
Audiens Informasi yang dibutuhkan Sarana informasi
Mahasiswa - Sumber-sumber belajar dalam PSB dan fungsi program.
- Cara menggunakan media untuk mencapai tujuan belajar
- Manfaat media untuk kepentingan belajar sesuai dengan minatnya - display, poster, edaran
- produk media
- presentasi media
- hubungan langsung
- kunjungan (karyawisata) ke PSB setempat
- hubungan tidak langsung melalui dosennya.
- Berita kepustakaan (bibliografi)
- Paket media
Dosen - Tujuan dan fungsi program media
- Cara menggunakan media untuk mencapai tujuan pengajaran
- Peranan media dalam program pendidikan (secara umum)
- Penggunaan media untuk mencapai tujuan umum khusus. - Memo, handbook, lembar informaasi, edaran.
- Hubungan langsung dan kenferensi
- Rapat staf pengembangan program tentang penggunaan media.
- Bibligrafi
- Laporan tahunan
Termasuk informasi di dalam PSB adalah katalog media cetak atau non cetak untuk memberikan judul, pengarangan, prosuder, leokasi, isi singkat buk, atau program media sebagainya. Untuk dapat membaca katalog tersebut dibawah ini penyusunan menjelaskan prosedur penysusnan katalognya.
Dalam membentuk suatu pusat informasi sebagai salah satu kegiatan PSB, maka beberapa pertanyaan perlu dijawab terlebih dahulu, antara lain:
a. Informasi apa yang diperlukan?
b. Siapa yang memerlukannya?
c. Untuk apa diperlukan?
d. Apakah memang sering diperlukan?
e. Adakah informasi dalam bentuk cetakan atau dalam bentuk media lainnya?
Prinsip pengelolaannya adalah sebagai berikut.
Laporan-laporan yang diterima, dikirim ke unit fasilitas yang menggunakan sistem komputer (Puskom) dan mengadakan persiapan untuk penerbitannya. Sebagian data dikirim ke unit produksi dokumen untuk sibuat microfilm, microfische atau fotocopy untuk selanjutnya dikirim ke pusat-pusat referensi tiap fakultas dan sebagian lagi dicetak di percetakan universitas.
Salah satu tugas penting jika ingin mengadakan pusat informasi adalah membentuk database. Untuk mengetahui bagaimana informasi diorganisasikan dan dibentuk. Informasi dapat dibagi dalam beberapa komponen sebagai berikut:
1. Database
Yaitu seluruh koleksi informasi yang dimiliki oleh pusat sumber belajar tingkat universitas.
2. File
Informasi-informasi khusus atau informasi mengenai suatu objekk dalam file-file. keseluruhan file tersebut merupakan database.
3. Record
Masing-masing file berisi catatan (record) dari subjek-subjek atau orang-orang.
4. Field
Masing-masing record dibagi dalam bidang (field), misalnya fakultas, jurusan, program studi, dll
Database yang diproses melalui komputer mempunyai banyak keuntungan dalam menyimpan dan menyimpan kembali informasi yang diperlukan. Programnya dinamank Sistem Manajemen Database (SMD) dan kemampuannya sangat luas. Karena datanya disimpan secara magnetis, maka untuk mengadakan perbaikan dan penambahan sangat mudah.
Bersama-sama dengan penggunaan komputer mikro yang semakin populer, maka jumlah paket peranti lunak SMD semakin banyak. Sebelum membeli suatu paket, calon pemakai hendaknya tahu betul apa yang diinginkan dari sistem yang bersangkutan. Sistem yang diperlukan janganlah hanya untuk memenuhi keperluan dalam jangka waktu pendek saja seperti tugas suatu mata kuliah tetapi juga dapat digunakan untuk memenuhi keperluan jangka panjang seperti penyusunan skripsi, tesis, dan desertasi.
Cara yang baik untuk menentukan apa yang diperlukan oleh sistem yang bersangkutan adalah dengan bagaimana caranya menyimpan file dan menyediakan informasi sekarang ini. Cara ini untuk mengetahui dari mana sistem tersebut memperoleh datanya. Untuk itu dapat dilakukan dengan melihat formulir-formulir yang digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan data di organisasi yang bersangkutan. Di samping itu perlu dilihat pula sistem mengadakan filing yang sekarang dilakukan dan informasi yang disimpan file-file tersebut. Juga perlu diteliti syarat untuk membuat laporan apakah ada laporan tahunan, informasi apa yang dimuat, bagaimana ukurannya dan sebagainya.
Setelah mengadakan analisis mengenai syarat-syarat dan sistem tersebut, perlu dibuat daftar bidang (field), masing-masing diberi nama. Di samping itu perlu ditentukan bidang-bidang yang dipakai sebagai “kunci”, yaitu bidang atau kumpulan bidang yang dapat dipakai untuk mencari kembali suatu record.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menentukan jeni peralatan yang ada dan biaya untuk memperoleh peralatan tersebut. Dalam hal ini termasuk harga dari paket yang bersangkutan, waktu untuk mengadakan latihan, pemindahan data lama ke format yang baru yang dikomputerisasi, mengadakan percobaan, membetulkan gangguan, pemeliharaan peralatan serta apakah yang dapat digunakan oleh lebih dari satu orang secara bersamaan.
Setelah syarat-syarat untuk mengadakan SMD dipenuhi, perlu diadakan penilaian mengenai berbagai perangkat perinti lunak yang ada. Sesudah itu dibicarakan dengan penjualan piranti lunak tersebut untuk mencoba paket yang kira-kira memenuhi keperluan. Ada berbagai paket yang mempunyai program latihan yang dapat memberi gambaran sebagaimana sistem tersebut bekerja dan apakah mudah atau sukar memakainya. Ada baiknya pula untuk memperoleh nama-nama mereka yang sudah menggunakan sistem yang bersangkutan.
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa pertimbangan yang paling utama jika akan mengadakanpergantian dari sistem manual ke sistem komputer adalah mengetahui cara kerja peralatan yang ada dan dana yang tersediaserta mengetahui secara tepat apa yang diharapkan dari seistem yang menggunakan peralatan komputer tersebut.
1. Sistem informasi
Biar bagaimanapun lengkapnya suatu pusat sumber belajar seperti komputer, media cetak, audio visual, peralatan, ahli medis, ahli pengembangan instruksional, biar bagaimanapun baiknya pelayanan, latihan maupun produksi pada pusat sumber belajar tetapi jika sistem informasi tidak dimanfaatkan oleh klien sepenuhnya.
Sistem informasi yang dimaksudkan dapat digolongkan menjadi dua. Pertama, informasi kepada klien keluar seperti kepada mahasiswa, dosen, ketua, dan staf Unit Pelaksana Teknis (UPT) di perguruan tinggi, lembaga dalam perguruan tinggi setempat atau sekolah dan instansi lain yang membutuhkan misalnya Sekolah Pendidikan Guru, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) atau lembaga pemerintahan swasta yang lain dan sebagainya. Kedua, di dalam pusat sumber belajar itu sendiri yaitu bagaimana pengunjung dengan mudah mendapatkan informasi tentang segala yang dibutuhkan.
Informasi keluar merupakan proses komunikasi yang dibuat dan disampaikan oleh bagian informasi untuk mengumumkan seluruh kegiatan pelayanan, latihan, produksi, penyediaan, konsultasi, dan lain-lain kegiatan PSB yang meliputi tujuan dan fungsi untuk membangkitkan perhatian, minat, dan kebutuhan klien.
Seluruh informasi direncanakan atas tanggungjawab direktur PSB. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam informasi keluar ini antara lain:
1. Sesuai dengan perencanaan PSB.
2. Mudah dimengerti oleh klien yang bervariasi yang ingin menjangkau.
3. Usaha agar dapat memuaskan klien.
4. Membina hubungan dengan klien secara berkesinambungan.
5. Materi informasi hendaknya sangant berguna bagi klien dan dalam kaitan program evaluasi PSB.
6. Tidak akan mengikat klien dalam hal kebebasan, kehendak, waktu, dan tempat.
Contoh informasi yang mungkin dibutuhkan dan sarana informasinya adalah tabel berikut:
INFORMASI TENTANG SARANA INFORMASI
- Program media : tujuan, fungsi, dan peranannya dalam mencapai tujuan pendidikan.
- Penggunaan program media dalam hubungan dengan tujuan pendidikan.
- Perencanaan dan kegiatan yang menunjang klien. - Release (edaran)
- Presentasi Media
- Pameran
- Laporan tahunan
- Menerbitkan handbooks
- Ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dilakukan civitas akademika.
- Ikut mengisi publikasi kampus
- Menyebarkan hasil penelitian.
Kedua, informasi di dalam PSB adalah apabila klien berada dalam PSB. Mereka akan mengetahui dan mengerti apa saja yang disediakan dapat dilayani oleh PSB, serta mereka mengerti bagaiman cara mengoperasikan peralatan atau cara mencari apa yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan belajar. Mereka tahu dan mengerti prosedur peminjaman dan pengembalian bahan atau peralatan yang dibutuhkan. Mereka akan mengerti fungsi dan hubungan suatu komponen media dengan sistem pendidikan dengan data yang dapat menunjang. Mereka akan mengetahui dan memahami efektifitas dan efisiensi suatu program pendidikan. Mereka akan dapat mengetahui dan memahami media sesuai dengan metode pengajaran, kelompok belajar dan media yang akan digunakan. Para pengajar mampu merancang program pengajaran dan mempresentasikan dengan menggunakan media.
Informasi di dalam PSB ini, apabila kliennya dikelompokan ked dalam mahasiswa dan dosen, informasi yang dibutuhkan dan sarana informasinya dapat dilihat dalam tabel berikut:
Audiens Informasi yang dibutuhkan Sarana informasi
Mahasiswa - Sumber-sumber belajar dalam PSB dan fungsi program.
- Cara menggunakan media untuk mencapai tujuan belajar
- Manfaat media untuk kepentingan belajar sesuai dengan minatnya - display, poster, edaran
- produk media
- presentasi media
- hubungan langsung
- kunjungan (karyawisata) ke PSB setempat
- hubungan tidak langsung melalui dosennya.
- Berita kepustakaan (bibliografi)
- Paket media
Dosen - Tujuan dan fungsi program media
- Cara menggunakan media untuk mencapai tujuan pengajaran
- Peranan media dalam program pendidikan (secara umum)
- Penggunaan media untuk mencapai tujuan umum khusus. - Memo, handbook, lembar informaasi, edaran.
- Hubungan langsung dan kenferensi
- Rapat staf pengembangan program tentang penggunaan media.
- Bibligrafi
- Laporan tahunan
Termasuk informasi di dalam PSB adalah katalog media cetak atau non cetak untuk memberikan judul, pengarangan, prosuder, leokasi, isi singkat buk, atau program media sebagainya. Untuk dapat membaca katalog tersebut dibawah ini penyusunan menjelaskan prosedur penysusnan katalognya.
makalah pola-pola pusat sumber belajar
KELOMPOK VI
POLA-POLA ORGANISASI PUSAT SUMBER BEELAJAR
(disusun untuk memenuhi matakuliah pengelolaan sumber belajar)
Dosen Pengampu: Drs. Sugeng Purwanto
Oleh:
1. Riyanto (1102409004)
2. Deny wicaksono (1102409005)
3. M. Alghazaly (1102409023)
4. Syarif Hidayatullah (1102409035)
5. Tatak Adi Naluri (1102409008)
KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
Pertemuan ke 7
BAB I
PENDAHULUAN
Sesuai dengan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 menyatakan bahwa Negara bertujuan mencerdaskan kehidupan Bangsa. Dalam upaya mewujudkan tujuan yang dimaksud, setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pengajaran (pasal 31 ayat 1 UUD 1945). Dan dalam pasal 1 no 20 Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Kebijakan-kebijakan tersebut menjadi dasar bagi lembaga pendidikan untuk menciptakan dan mengembangkan seluas-luasnya sebuah konsep pendidikan yang sesuai dengan kemajuan jaman agar dapat bersaing ditengah-tengah tantangan global.
Pertumbuhan pusat sumber belajar merupakan suatu kemajuan bertahap yang hanya terdiri dari media cetak yang kemudian perlu di kembangkan melalui pola-pola organisasi pusat sumber belajar. Dengan semakin meluasnya kemajuan dalam bidang komunikasi dan teknologi, dinamika proses belajar dan sumber belajar yang bervariasi semakin diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar dengan penekanan pada bahan pengajaran yang baru melalui produksi audiovisual digabung dengan perpustakaan yang melayani media cetak, maka timbul pusat multi media.
BAB II
Pola Organisasi Pusat Sumber Belajar
Pola organisasi pusat sumber belajar pada umumnya dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu:
1. Pola terpisah (independen and decentralized)
2. Pola terpusat (centralized organization)
3. Kombinasi dari kedua pola tersebut (pola hyrid)
Pola organisasi pusat sumber belajar tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hal ini dapat diamati dalam proses pelaksanaan tugas dan pelayanan serta tanggung jawab. Setiap pola organisasi pusat sumber belajar menjalankan fungsinya masing-masing sesuai dengan tugas dan wewenang yang dibebankan akan tetapi tidak lepas dari kontrol yang di atasnya. Karna ketiga pola tersebut merupakan pola organisasi yang saling berkaitan dalam hal pertanggung jawaban.
Pola organisasi tersebut disesuaikan dengan tingkat permintaan klien. Namun, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
A. Pola Organisasi Terpisah
Pola organisasi terpisah merupakan pola organisasi yang bersifat otonom dalam hal mengelola pusat sumber belajar. Biasanya pola ini membidangi salah satu bidang atau bagian sumber belajar artinya bertanggung jawab dalam bidang tersebut. Pelayanan yang diberikan hanya menyangkut bidang sumber belajar yang dibebankan. Dan gedung perkantorannya pun terpisah dengan kantor pusat. Hal ini diberikan wewenamg untuk mengelola sumber belajar tersebut secara mandiri akan tetapi dipertanggung jawabkan kepada atasannya atau kantor pusat. Dalam prosesnya, pola organisasi pusat sumber belajar terpisah mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan Pola Organisasi Terpisah
a) Tiap bagian berdiri sendiri (otonom), dengan demikian tiap bagian bebas mengurus bagiannya sendiri tanpa terikat oleh peraturan dari bagian lainnya. Misalnya bagian audio merupakan bagian yang terpisah dari bagian televisi sekalipun berhubungan sangat erat.
b) Dapat melayani lebih leluasa dan lebih akrab karena klien yang datang khusus bagian tersebut tidak sebanyak bila semua bagian berada pada satu tempat yang sama.
c) Kemungkinan juga ruangan khusus bagian tersebut dapat diatur sebaik mungkin sehingga ruangan lebih nyaman.
d) Dengan terpisah-pisahnya bagian-bagian secara fisik maupun administratif maka bagian tersebut dapat ditempatkan mendekati klien yang paling sering membutuhkan. Misalnya, pelayanan audio visual ditempatkan di Jurusan Tekhnologi Pendidikan dan sebagainya.
Kekurangan Pola Organisasi Terpisah
a) Karena tiap bagian tempatnya terpencar-pencar maka secara keseluruhan tambahan tenaga dan pengamanan yang cukup
b) Jumlah anggaran yang disediakan secara keseluruhan menjadi lebih banyak.
c) Terjadi tumpang tindih dalam tugas
d) Karena semua bagian ingin bebas mengatur dirinya sendiri biasanya selalu berebut dana (competition in budget), karena tiap bagian berdiri sendiri secara terpisah, baik administratif maupun fisik, maka agak sulit dikontrol dan memerlukan tenaga pengamanan yang lebih banyak, bahkan banyak yang tidak terjamin keamanannya.
B. Pola Organisasi Terpusat
Pola organisasi pusat sumber belajar terpusat merupakan pola organisasi yang menampung seluruh bagian unsur yang mempengaruhi proses pengelolaan dan pelaksanaan sumber belajar. Mulai dari unsur pimpinan, sekretariat, bidang, sampai pada unsur sarana dan peralatan ditampung dalam satu gedung artinya lokasi tidak dipisahkan. Sehingga pengelolaanya berpusat pada satu lokasi atau satu gedung. Namun dalam prosesnya mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan Pola Organisasi Terpusat
a) Secara fisik lokasi tidak terpisah. Seluruh bagian, seksi, sekretariat, pimpinan, dan nara sumber berada dalam satu gedung.
b) Karena semua unsur pimpinan, pengelola, sarana dan peralatan berada dalam satu gedung, maka sangat memudahkan pengawasan prosedur kerja, penggunaan ruangan dan peralatan serta pengawasan penggunaan keuangan.
c) Secara administratif hanya ada satu top manager. Dengan demikian dapat dihindari hambatan birokrasi antar bagian atau antar seksi. Demikian juga hanya ada satu laporan dari top manager ke atas (pembantu rektor bidang akademis). Pada pola terpisah tiap bagian semuanya melapor sendiri-sendiri kepada pembantu rektor bidang akademis.
d) Hubungan kerja makin erat dan saling mendukung. Misalnya suatu produksi program televisi tidak bisa berproduksi sendiri tanpa bantuan di bagian grafis, fotografi, film, dan audio.
e) Dengan demikian penggunaan dana, sarana, peralatan, dan pelaksanaan administratif lebih efisien.
Kekurangan Pola Organisasi Terpusat
Mungkin gedung pusat PSB yang merupakan kumpulan dari media cetak, peralatan, bahan, studio, laboratorium, ruang perkantoran bagian perbaikan (teknisi) adalah suatu bangunan yang relatif besar dan berdiri sendiri. Oleh karena itu, memerlukan lokasi tersendiri yang kadang-kadang terpisah dengan ruang perkuliahan. Adanya jarak ini menimbulkan kesulitan, terutama dalam melayani klien yang volume permintaanya sangat padat dan membutuhkan pelayanan yang cepat.
C. Pola Hybrid
Pola ini adalah kombinasi dari pola terpisah dan pola terpusat. Karena kedua pola terdahulu mengandung kelebihan dan kekurangan, maka pola hybrid ini dapat diterapkan sebagai alternatif lain.
Kekurangan dari pola terpusat ialah mungkin gedung pusat sumber belajar yang merupakan kumpulan dari media cetak, peralatan, bahan, dan studio, laboratorium, ruang perkantoran, bagian perbaikan (teknisi) adalah suatu bangunan yang relatif besar dan berdiri sendiri. Oleh karenanya tidak jarang memerlukan lokasi tersendiri yang kadang-kadang terpisah dengan ruang perkuliahan. Adanya jarak ini menimbulkan kesulitan, terutama dalam melayani klien yang volume permintaannya sangat padat dan membutuhkan pelayanan yang cepat.
Kesulitan inilah yang hendak diatasi oleh pola Hybrid ini. Pola hibrid membenarkan sistem kerja pola terpusat tetapi tidak seluruhnya. Staf pengajar dan mahasiswa dari fakultas atau jurusan tertentu memerlukan literature, bahan, peralatan, dan layanan khusus, sesuai dengan kebutuhannya dan sering segera harus dilayani. Apa yang dibutuhkannya tidak sama dengan kebutuhan dari staf pengajar dan mahasiswa dari fakultas atau jurusan lain. Karena desakan inilah maka pola terpusat ditambah dengan satelit. Satelit ini merupakan pelayyanan khusus untuk klien tertentu. Misalnya jurusan geografi, dijurusan atau fakultas dimana geografi tersebut berada perlu disediakan media cetak, bahan, peralatan yang khusus oleh satelit yang merupakan bahan / koordinasi oleh pusat sumber belajar tingkat universitas atau institute. Demikian juga fakultas atau jurusan lain yang volume pelajarannya khusus dan padat.
Seluruh satelit harus menyediakan seluruh informasi program, bahan belajar, peralatan, layanan dan latihan, dari satelit unit masing-masing kepada pusat PSB universitas. Hal ini memudahkan bagi pengunjung (pemakai) dari dalam universitas maupun dari luar untuk mengetahui seluruh layanan yang dapat diberikan oleh PSB pusat maupun satelit di universitas tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pusat Sumber Belajar sangatlah diperlukan untuk menunjang pendidikan. Dengan adanya Pusat Sumber Belajar sangat membantu proses pembelajaran dan pendidikan bagi siswa dan guru. Oleh karena itu pengembangan Pusat Sumber Belajar sangat diperlukan, pengembangan dapat dilakukan dengan pola-pola organisasi seperti Pola terpisah (independen and decentralized), Pola terpusat (centralized organization), Kombinasi dari kedua pola tersebut (pola hyrid). Jadi guru bisa dengan mudah menemukan buku panduan dan media yang yang digunakan untuk proses pembelajaran. Dan siswapun akan merasa senang dalam belajar.
DAFTAR PUSTAKA
http://tovansamad.blogspot.com/
http://tekpen07b.blogspot.com/
Purwanto, Sugeng. 2002. PAPARAN MATAKULIAH PENGELOLAAN SUMBER BELAJAR. Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.
POLA-POLA ORGANISASI PUSAT SUMBER BEELAJAR
(disusun untuk memenuhi matakuliah pengelolaan sumber belajar)
Dosen Pengampu: Drs. Sugeng Purwanto
Oleh:
1. Riyanto (1102409004)
2. Deny wicaksono (1102409005)
3. M. Alghazaly (1102409023)
4. Syarif Hidayatullah (1102409035)
5. Tatak Adi Naluri (1102409008)
KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
Pertemuan ke 7
BAB I
PENDAHULUAN
Sesuai dengan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 menyatakan bahwa Negara bertujuan mencerdaskan kehidupan Bangsa. Dalam upaya mewujudkan tujuan yang dimaksud, setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pengajaran (pasal 31 ayat 1 UUD 1945). Dan dalam pasal 1 no 20 Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Kebijakan-kebijakan tersebut menjadi dasar bagi lembaga pendidikan untuk menciptakan dan mengembangkan seluas-luasnya sebuah konsep pendidikan yang sesuai dengan kemajuan jaman agar dapat bersaing ditengah-tengah tantangan global.
Pertumbuhan pusat sumber belajar merupakan suatu kemajuan bertahap yang hanya terdiri dari media cetak yang kemudian perlu di kembangkan melalui pola-pola organisasi pusat sumber belajar. Dengan semakin meluasnya kemajuan dalam bidang komunikasi dan teknologi, dinamika proses belajar dan sumber belajar yang bervariasi semakin diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar dengan penekanan pada bahan pengajaran yang baru melalui produksi audiovisual digabung dengan perpustakaan yang melayani media cetak, maka timbul pusat multi media.
BAB II
Pola Organisasi Pusat Sumber Belajar
Pola organisasi pusat sumber belajar pada umumnya dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu:
1. Pola terpisah (independen and decentralized)
2. Pola terpusat (centralized organization)
3. Kombinasi dari kedua pola tersebut (pola hyrid)
Pola organisasi pusat sumber belajar tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hal ini dapat diamati dalam proses pelaksanaan tugas dan pelayanan serta tanggung jawab. Setiap pola organisasi pusat sumber belajar menjalankan fungsinya masing-masing sesuai dengan tugas dan wewenang yang dibebankan akan tetapi tidak lepas dari kontrol yang di atasnya. Karna ketiga pola tersebut merupakan pola organisasi yang saling berkaitan dalam hal pertanggung jawaban.
Pola organisasi tersebut disesuaikan dengan tingkat permintaan klien. Namun, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
A. Pola Organisasi Terpisah
Pola organisasi terpisah merupakan pola organisasi yang bersifat otonom dalam hal mengelola pusat sumber belajar. Biasanya pola ini membidangi salah satu bidang atau bagian sumber belajar artinya bertanggung jawab dalam bidang tersebut. Pelayanan yang diberikan hanya menyangkut bidang sumber belajar yang dibebankan. Dan gedung perkantorannya pun terpisah dengan kantor pusat. Hal ini diberikan wewenamg untuk mengelola sumber belajar tersebut secara mandiri akan tetapi dipertanggung jawabkan kepada atasannya atau kantor pusat. Dalam prosesnya, pola organisasi pusat sumber belajar terpisah mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan Pola Organisasi Terpisah
a) Tiap bagian berdiri sendiri (otonom), dengan demikian tiap bagian bebas mengurus bagiannya sendiri tanpa terikat oleh peraturan dari bagian lainnya. Misalnya bagian audio merupakan bagian yang terpisah dari bagian televisi sekalipun berhubungan sangat erat.
b) Dapat melayani lebih leluasa dan lebih akrab karena klien yang datang khusus bagian tersebut tidak sebanyak bila semua bagian berada pada satu tempat yang sama.
c) Kemungkinan juga ruangan khusus bagian tersebut dapat diatur sebaik mungkin sehingga ruangan lebih nyaman.
d) Dengan terpisah-pisahnya bagian-bagian secara fisik maupun administratif maka bagian tersebut dapat ditempatkan mendekati klien yang paling sering membutuhkan. Misalnya, pelayanan audio visual ditempatkan di Jurusan Tekhnologi Pendidikan dan sebagainya.
Kekurangan Pola Organisasi Terpisah
a) Karena tiap bagian tempatnya terpencar-pencar maka secara keseluruhan tambahan tenaga dan pengamanan yang cukup
b) Jumlah anggaran yang disediakan secara keseluruhan menjadi lebih banyak.
c) Terjadi tumpang tindih dalam tugas
d) Karena semua bagian ingin bebas mengatur dirinya sendiri biasanya selalu berebut dana (competition in budget), karena tiap bagian berdiri sendiri secara terpisah, baik administratif maupun fisik, maka agak sulit dikontrol dan memerlukan tenaga pengamanan yang lebih banyak, bahkan banyak yang tidak terjamin keamanannya.
B. Pola Organisasi Terpusat
Pola organisasi pusat sumber belajar terpusat merupakan pola organisasi yang menampung seluruh bagian unsur yang mempengaruhi proses pengelolaan dan pelaksanaan sumber belajar. Mulai dari unsur pimpinan, sekretariat, bidang, sampai pada unsur sarana dan peralatan ditampung dalam satu gedung artinya lokasi tidak dipisahkan. Sehingga pengelolaanya berpusat pada satu lokasi atau satu gedung. Namun dalam prosesnya mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan Pola Organisasi Terpusat
a) Secara fisik lokasi tidak terpisah. Seluruh bagian, seksi, sekretariat, pimpinan, dan nara sumber berada dalam satu gedung.
b) Karena semua unsur pimpinan, pengelola, sarana dan peralatan berada dalam satu gedung, maka sangat memudahkan pengawasan prosedur kerja, penggunaan ruangan dan peralatan serta pengawasan penggunaan keuangan.
c) Secara administratif hanya ada satu top manager. Dengan demikian dapat dihindari hambatan birokrasi antar bagian atau antar seksi. Demikian juga hanya ada satu laporan dari top manager ke atas (pembantu rektor bidang akademis). Pada pola terpisah tiap bagian semuanya melapor sendiri-sendiri kepada pembantu rektor bidang akademis.
d) Hubungan kerja makin erat dan saling mendukung. Misalnya suatu produksi program televisi tidak bisa berproduksi sendiri tanpa bantuan di bagian grafis, fotografi, film, dan audio.
e) Dengan demikian penggunaan dana, sarana, peralatan, dan pelaksanaan administratif lebih efisien.
Kekurangan Pola Organisasi Terpusat
Mungkin gedung pusat PSB yang merupakan kumpulan dari media cetak, peralatan, bahan, studio, laboratorium, ruang perkantoran bagian perbaikan (teknisi) adalah suatu bangunan yang relatif besar dan berdiri sendiri. Oleh karena itu, memerlukan lokasi tersendiri yang kadang-kadang terpisah dengan ruang perkuliahan. Adanya jarak ini menimbulkan kesulitan, terutama dalam melayani klien yang volume permintaanya sangat padat dan membutuhkan pelayanan yang cepat.
C. Pola Hybrid
Pola ini adalah kombinasi dari pola terpisah dan pola terpusat. Karena kedua pola terdahulu mengandung kelebihan dan kekurangan, maka pola hybrid ini dapat diterapkan sebagai alternatif lain.
Kekurangan dari pola terpusat ialah mungkin gedung pusat sumber belajar yang merupakan kumpulan dari media cetak, peralatan, bahan, dan studio, laboratorium, ruang perkantoran, bagian perbaikan (teknisi) adalah suatu bangunan yang relatif besar dan berdiri sendiri. Oleh karenanya tidak jarang memerlukan lokasi tersendiri yang kadang-kadang terpisah dengan ruang perkuliahan. Adanya jarak ini menimbulkan kesulitan, terutama dalam melayani klien yang volume permintaannya sangat padat dan membutuhkan pelayanan yang cepat.
Kesulitan inilah yang hendak diatasi oleh pola Hybrid ini. Pola hibrid membenarkan sistem kerja pola terpusat tetapi tidak seluruhnya. Staf pengajar dan mahasiswa dari fakultas atau jurusan tertentu memerlukan literature, bahan, peralatan, dan layanan khusus, sesuai dengan kebutuhannya dan sering segera harus dilayani. Apa yang dibutuhkannya tidak sama dengan kebutuhan dari staf pengajar dan mahasiswa dari fakultas atau jurusan lain. Karena desakan inilah maka pola terpusat ditambah dengan satelit. Satelit ini merupakan pelayyanan khusus untuk klien tertentu. Misalnya jurusan geografi, dijurusan atau fakultas dimana geografi tersebut berada perlu disediakan media cetak, bahan, peralatan yang khusus oleh satelit yang merupakan bahan / koordinasi oleh pusat sumber belajar tingkat universitas atau institute. Demikian juga fakultas atau jurusan lain yang volume pelajarannya khusus dan padat.
Seluruh satelit harus menyediakan seluruh informasi program, bahan belajar, peralatan, layanan dan latihan, dari satelit unit masing-masing kepada pusat PSB universitas. Hal ini memudahkan bagi pengunjung (pemakai) dari dalam universitas maupun dari luar untuk mengetahui seluruh layanan yang dapat diberikan oleh PSB pusat maupun satelit di universitas tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pusat Sumber Belajar sangatlah diperlukan untuk menunjang pendidikan. Dengan adanya Pusat Sumber Belajar sangat membantu proses pembelajaran dan pendidikan bagi siswa dan guru. Oleh karena itu pengembangan Pusat Sumber Belajar sangat diperlukan, pengembangan dapat dilakukan dengan pola-pola organisasi seperti Pola terpisah (independen and decentralized), Pola terpusat (centralized organization), Kombinasi dari kedua pola tersebut (pola hyrid). Jadi guru bisa dengan mudah menemukan buku panduan dan media yang yang digunakan untuk proses pembelajaran. Dan siswapun akan merasa senang dalam belajar.
DAFTAR PUSTAKA
http://tovansamad.blogspot.com/
http://tekpen07b.blogspot.com/
Purwanto, Sugeng. 2002. PAPARAN MATAKULIAH PENGELOLAAN SUMBER BELAJAR. Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.
makalah sumber belajar
BAB I
Pendahuluan
a. Latar Belakang
Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk membantu tiap orang untuk belajar dan manampilkan kompetensinya. Sumber belajar meliputi, pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar (AECT 1994), Menurut Dirjen Dikti (1983: 12), sumber belajar adalah segala sesuatu dan dengan mana seseorang mempelajari sesuatu. Degeng (1990: 83) menyebutkan sumber belajar mencakup semua sumber yang mungkin dapat dipergunakan oleh si-belajar agar terjadi perilaku belajar. Dalam proses belajar komponen sumber belajar itu mungkin dimanfaatkan secara tunggal atau secara kombinasi, baik sumber belajar yang direncanakan maupun sumber belajar yang dimanfaatkan.
b. Rumusan masalah
Rumusan masalah yang ada pada penulisan makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari Teknologi instruksional?
2. Apa Fungsi teknologi instruksional ?
3. Apa Tujuan instruksional?
4. Apa saja Hubungan fungsi pengembangan instruksional. ?
5. Bagaimana Dasar-Dasar Pengembangan Sistem dan Disain Instruksional?
c. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah tersebut, di dapat tujuan penulisan berupa?
1. Untuk mengetahui pengertian dari Teknologi instruksional
2. Mengetahui frungsi dari teknologi instruksional.
3. Untuk mengetahui saja tujuan instruksional.
4. Mengetahui hunbungan fungsi pengembangan instruksional.
5. Memahami dasar-dasar Pengembangan Sistem dan Disain Instruksional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber belajar dan kawasan teknologi instruksional
a. Pengertian Teknologi instruksional
Teknologi pendidikan mempunyai arti suatu proses yang kompleks dan terpadu yang meliputi manusia, prosedur, ide, alat, dan organisasi untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan masalah yang berkaitan dengan segala aspek belajar (AECT, 1971).
Teknologi instruksional juga berpengertian seperti itu, tetapi dibatasi hanya pada situasi belajar yang terkontrol dan bertujuan. Jadi, penggarapan pada teknologi instruksional tidak untuk seluruh aspek belajar seperti halnya pada teknologi pendidikan. Lengkapnya, teknologi instruksional dirumuskan sebagai proses yang kompleks dan terpadu yang meliputi manusia, prosedur, ide alat, dan organisasi untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan masalah dalam situasi belajar yang bertujuan dan terkendali.
Situasi belajar yang bertujuan dan yang terkendali di sini berarti banyak berkaitan dengan kegiatan instruksional, kegiatan membelajarkan sasaran dengan segala komponen yang diperlukannya. Pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan sebagai komponen-komponen instruksional adalah bidang-bidang yang digarap untuk kepentingan instruksional. Komponen-komponen tersebut, baik sebagian maupun seluruhnya, dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan hasil belajar sasaran secara terkendali sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Konsep teknologi instruksional seperti tersebut di atas mengandung pengertian yang luas. Di dalamnya terliput seluruh komponen yang mendukungnya, berproses menuju kepada suatu arah yang jelas sejalan dengan tujuan-tujuan pendidikan. Dengan begitu, pengertian ini merupakan proses sistem, sistem instruksional yang secara khusus digambarkan atau dijabarkan dalam konsep pengembangan sistem instruksional. Dikatakan sistem instruksional karena seluruh komponen yang terliput di dalamnya merupakan satu kesatuan yang saling berfungsi dan berproses menuju kepada suatu tujuan.
Dalam pengertiannya yang sempit orang sering menghubungkan teknologi instruksional dengan media, bahkan teknlogi instruksional dianggap sebagai media. Media artinya perantara, saluran pembawa pesan. Dengan demikian, dalam konteks ini teknologi instruksional dianggap sebagai teknologi pembawa pesan, pesan-pesan instruksional, tentunya. Pengertian ini muncul dari hasil revolusi komunikasi yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan, khususnya kegiatan belajar dan mengajar selain bahan-bahan yang sudah ada seperti guru, papan tulis, dan alat-alat pengajaran tradisional lainnya. Media yang dimaksudkan di sini adalah radio, televisi, film, video kaset, transparansi, komputer dll., yang dirancang khusus untuk aplikasi kegiatan pendidikan dan instruksional. Di dalam media ini terliput juga perangkat lunak (software) dan perangkat kerasnya (hardware) yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan karena masing-masing tidak bisa berdiri sendiri. Contohnya, film tanpa proyektor tidak ada gunanya.
Ada media pendidikan, ada pula media instruksional. Yang pertama lebih luas pengertiannya daripada yang terakhir karena pengertian yang terakhir ini konsepnya khusus untuk kepentingan instruksional, pembelajaran, yang hanya merupakan bagian saja dari konsep pendidikan secara utuh.
b. Fungsi teknologi instruksional
Terdapat dua fungsi utama dalam teknologi instruksional di dalam prosesnya menuju pencapaian tujuan-tujuannya, yaitu fungsi manajemen instruksional dan fungsi pengembangan instruksional. Fungsi pengembangan instruksional merupakan hal yang berhubungan dengan proses dalam menganalisis masalah, termasuk merancang, melaksanakan, dan menilai usaha pemecahan masalah. Fungsi-fungsi ini meliputi riset-riset teori, desain, produksi, seleksi, evaluasi, logistik, dan pemanfaatan atau penyebaran. Sedangkan fungsi yang berkaitan dengan proses mengarahkan atau mengoordinasi (atau mengelola) salah satu atau beberapa dari fungsi tersebut di atas termasuk ke dalam fungsi manajemen instruksional. Fungsi-fungsi ini meliputi pengelolaan organisasi dan pengelolaan personel. Baik fungsi manajemen instruksional maupun fungsi pengembangan instruksional semuanya mengacu kepada komponen-komponen sistem instruksional yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, dan digunakan dalam rangka memproses pembelajaran sasaran.
Dalam dunia komunikasi, penjabaran sistem instruksional ini tampak tidak merinci seperti pada pelaksanaannya di dunia kependidikan karena pada yang pertama tidak dikhususkan pada pengembangan-pengembangan teoretis secara lebih menjenis. Berbeda dengan pelaksanaannya di dunia pendidikan yang memang secara khusus membicarakan hal-hal yang menyangkut instruksional, dan memang bidang garapan utamanya memang itu. Mahasiswa komunikasi tidak secara khusus mempelajari bagaimana cara-cara mengajar dengan baik melalui toeir-teori yang terinci, sedangkan bagi mahasiswa kependidikan, teknik mengajar justru menjadi bagian keahlian yang sangat diperlukan. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa masalah instruksional adalah khusus untuk para akademisi bidang pendidikan. Orang-orang di luar bidang itu, seperti para guru, dosen, pendidik, instruktur, dan para praktisi komunikasi bidang lain, perlu juga memahami prinsip-prinsip dalam sistem instruksional guna lebih memudahkan pencapaian tujuan-tujuan membelajarkan sasaran.
c. Perumusan Tujuan instruksional
Rumusan tujuan instruksional beranjak dari kerangka sistem yang lebih besar, yaitu tujuan nasional, baru kemudian tujuan tersebut tersebar ke dalam tujuan-tujuan pada kerangka sistem yang lebih kecil seperti tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional dan tujuan instruksional. Hubungan antara tujuan-tujuan tesebut bersifat subordinasi. Artinya, tujuan instruksional harus sejalan, mengacu, dan bedasar pada tujuan kurikuler, seterusnya tujuan-tujuan kurikuler harus sesuai dengan tujuan kelembagaan (institusional), akhirnya semua tujuan yang ada harus mengacu dan mendukung tujuan pendidikan nasional dan tujuan nasional. Subordinasi artinya hubungan bertingkat, jadi semua tujuan yang lebih kecil lingkupnya harus sesuai dengan dan mendukung tujuan-tujuan yang lebih luas, yang untuk Indonesia berakhir pada tujuan nasional, atau untuk bidang pendidikan adalah tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah yang tercantum dalam rumusan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara), Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-Undang Dasar 1945. Konsep ini telah disinggung di bagian lalu, tetapi disini ditulis lagi untuk kepentingan penjelasan.
Demikianlah pola tujuan dalam kerangka sistem secara berangkai, yang dimulai dengan suatu proses pencapaian tujuan yang sangat operasional (sangat sempit dan praktis) sampai kepada pola tujuan yang sangat luas (tujuan nasional) hingga akhirnya sampai pada pencapaian tujuan yang lebih luas lagi, misalnya tujuan dunia. Bahkan ada satu tujuan yang setiap orang akan sampai ke sana, yaitu tujuan akhirat (akhir). Yang akan disuraikan di sini bukan semua pola tujuan dalam semua kerangka sistem seperti tersebut di atas, melainkan dikhususkan pada tujuan-tujuan yang bersangkutan langsung dengan kepentingan pendidikan, khususnya kegiatan instruksional, karena tujuan-tujuan inilah yang dimaksudkan secara khusus pada konteks teknologi instruksional.
Tujuan instruksional adalah target akhir yang diharapkan bisa dicapai oleh setiap instruktur pendidikan atau para praktisi komunikasi lainnya setelah melakukan suatu proses kegiatan instruksional. Tujuan ini berlaku baik bagi komunikator maupun bagi sasaran (komunikan) meskipun sebenarnya yang akan diukur keberhasilan-keberhasilannya adalah pihak sasaran. Bagi komunikator, tujuan-tujuan ini setidaknya dapat dijadikan patokan kegiatan untuk pelaksanaan instruksional sehingga proses kerjanya mempunyai arah yang jelas. Sedangkan bagi sasaran, rumusan tujuan ini bisa dijadikan target tentang kemampuan yang dimilikinya setelah melewati proses instruksional. Dan memang rumusan tujuan instruksional ini dikhususkan untuk kepentingan sasaran, untuk melihat apakah sasaran telah memiliki kemampuan yang sesuai dengan pola tujuan ini atau belum, baik kemampuan yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor.
Tujuan instruksional sebenarnya masih dibedakan antara yang umum dan yang khusus. Yang pertama rumusannya lebih luas daripada yang kedua, dan karenanya ia kurang operasional. Tujuan instruksional umum disingkat TIU, sedangkan tujuan instruksional khusus disingkat TIK. Baik TIU maupun TIK keduanya merupakan patokan harapan setiap instruktur dalam melakukan tugasnya membelajarkan sasaran. Inilah yang tempaknya akan berkembang menjadi satuan rumusan berdasarkan sasaran (tujuan) yang harus dicapai oleh setiap anggota sasaran (komunikan), dan rumusannya disebut sasaran belajar. (Tentang sasaran belajar ini bisa dibaca di tempat lain karena ia mempunyai ciri-cirinya yang agak berbeda dengan pola rumusan tujuan instruksional).
Terdapat beberapa sifat yang harus dimiliki oleh setiap tujuan instruksional, terutam TIK, yang antara lain sebagai berikut.
a) Tujuan harus menggambarkan kemampuan tertentu yang diharapkan bakal tercapai oleh sasaran dan harus bersifat obervable dan measurable (dapat diamati dan dapat diukur), baik dalam bidang kognitif, afektif, maupun psikomotornya.
b) Tujuan hendaknya menyebutkan bidang pengalaman tertentu yang harus dikuasai oleh sasaran setelah berlangsungnya tindakan instruksional.
c) Tujuan harus jelas dan tidak boleh terlalu banyak yang hendak dicapainya, misalnya cukup tergambarkan dalam sebuah kalimat yang menggunakan satu kata kerja aktif saja.
d) Tujuan harus bersifat operasional, artinya tidak abstrak.
e) Tujuan harus mempunyai kegunaan bagi banyak orang. Tujuan-tujuan yang tidak bermanfaat tidak perlu dirumuskan dalam kegiatan instruksional.
B. Hubungan fungsi pengembangan instruksional.
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional systems development) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara "disain" dan "pengembangan". Kata "disain" berarti "membuat sketsa atau pola atau outline atau ren¬cana pendahuluan". Sedang "mengembangkan" berarti "membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya." Beberapa definisi yang menunjukkan persamaan antara keduanya adalah sebagai berikut
1. Pengembangan sistem mstruksional adalah suatu proses sedara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitasnya, dan praktis bisa dilaksanakan (Ely, 1979, p.4).
2. Sistem instruksional adalah semua materi pelajarari dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya (Baker; 1971, p: 16).
3. Disain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengem-bangan paket pelajaran, kegiatan menga¬jar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar (Briggs, 1979, p. 20).
4. Disain sistem instruksional ialah pendekatan secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan instruksional. Semua komponen sistem ini (tujuan, materi, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lain dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut terlebih dulu diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya (Briggs, 1979, p. XXI).
d. Dasar-Dasar Pengembangan Sistem dan Disain Instruksional.
Untuk memahami dasar-dasar pengembangan sistem dan disain instruksional, perlu diketahui terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan "Pengajaran" (instruction). Menurut Merril (1971, p. 10), "pengajaran" adalah suatu kegiatan di mana seseorang dengan sengaja diubah dan dikontrol, dengan maksud agar ia dapat bertingkah laku atau bereaksi trrhadap kondisi tertentu. Pengajaran merupakan salah satu bagian dari keseluruhan kegiatan mengajar. Termasuk di dalamnya adalah menyiapkan pengalaman yang siap dipakai, mengrejakan tugas-tugas administrasi, mengadakan pende¬katan terhadap siswa,dan sebagainya. Pengajaran berbeda dengan pengembangan kurikulum. Pengem¬bangan kurikulum meliputi penyusunan disain suatu bidang studi (sub¬ject matter) dari suatu tingkat sekolah atau lembaga pendidikan tertentu. Pengajaran lebih menekankan pada aspek bagaimana (how to), sedang pengembangan kurikulum lebih menekankan pada aspek "apa" (what to). Keputusan yang berkenaan dengan kurikulum berorientasi kepada isi atau materi (content oriented), sedang putusan yang berkenan dengan pengajaran adalah berorientasi kepada proses (process oriented). Pengajaran erat berkait dengan belajar namun tak persis sama. Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan makhluk hidup. Pengajaran hanya berlangsung manakala usaha tertentu telah dibuat untuk mengubah suatu keadaan sedemikian rupa, sehingga suatu hasil belajar tertentu dapat dicapai. Dengan demikian "kesenga¬jaan" merupakan karakteristik dari suatu pengajaran.
Apakah yang dimaksudkan dengan Pengembangan Sistem lnstruksio¬nal?Dihubungkan dengan pengertian "Instruction" seperti tersebut di atas, maka definisi pengembangan sistem instruksional adalah "suatu. proses menentukan dan menciptakan situasi dari kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah lakunya" (Carey, 1977, p. 6). Pengembangan sistem instruksional lebih lanjut meliputi proses "monitoring" interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar, agar para penyusun disain instruksional dapat menilai efektifitas suatu disain. Pengembangan sistem instruksional senantiasa didasarkan atas pengalaman empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya, dalam arti telah ditentukan berdasar prosedur yang sistematis, peng¬amatan yang tepat, dan percobaan yang terkontrol. Hal ini berbeda dengan metode atau cara mengajar yang diperoleh se¬cara tradisional dan dikembangkan melalui pengalaman semata-mata,
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teknologi instruksional dirumuskan sebagai proses yang kompleks dan terpadu yang meliputi manusia, prosedur, ide alat, dan organisasi untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan masalah dalam situasi belajar yang bertujuan dan terkendali.
Terdapat dua fungsi utama dalam teknologi instruksional di dalam prosesnya menuju pencapaian tujuan-tujuannya, yaitu fungsi manajemen instruksional dan fungsi pengembangan instruksional. Fungsi pengembangan instruksional merupakan hal yang berhubungan dengan proses dalam menganalisis masalah, termasuk merancang, melaksanakan, dan menilai usaha pemecahan masalah. Fungsi-fungsi ini meliputi riset-riset teori, desain, produksi, seleksi, evaluasi, logistik, dan pemanfaatan atau penyebaran. Sedangkan fungsi yang berkaitan dengan proses mengarahkan atau mengoordinasi (atau mengelola) salah satu atau beberapa dari fungsi tersebut di atas termasuk ke dalam fungsi manajemen instruksional
Rumusan tujuan instruksional beranjak dari kerangka sistem yang lebih besar, yaitu tujuan nasional, baru kemudian tujuan tersebut tersebar ke dalam tujuan-tujuan pada kerangka sistem yang lebih kecil seperti tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional dan tujuan instruksional. Hubungan antara tujuan-tujuan tesebut bersifat subordinasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.fikom.unpad.ac.id/?page=detailartikel&id=100
http://zuhairistain.blogspot.com/2009/04/pengembangan-sistem-dan-disain.html
Pendahuluan
a. Latar Belakang
Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk membantu tiap orang untuk belajar dan manampilkan kompetensinya. Sumber belajar meliputi, pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar (AECT 1994), Menurut Dirjen Dikti (1983: 12), sumber belajar adalah segala sesuatu dan dengan mana seseorang mempelajari sesuatu. Degeng (1990: 83) menyebutkan sumber belajar mencakup semua sumber yang mungkin dapat dipergunakan oleh si-belajar agar terjadi perilaku belajar. Dalam proses belajar komponen sumber belajar itu mungkin dimanfaatkan secara tunggal atau secara kombinasi, baik sumber belajar yang direncanakan maupun sumber belajar yang dimanfaatkan.
b. Rumusan masalah
Rumusan masalah yang ada pada penulisan makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari Teknologi instruksional?
2. Apa Fungsi teknologi instruksional ?
3. Apa Tujuan instruksional?
4. Apa saja Hubungan fungsi pengembangan instruksional. ?
5. Bagaimana Dasar-Dasar Pengembangan Sistem dan Disain Instruksional?
c. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah tersebut, di dapat tujuan penulisan berupa?
1. Untuk mengetahui pengertian dari Teknologi instruksional
2. Mengetahui frungsi dari teknologi instruksional.
3. Untuk mengetahui saja tujuan instruksional.
4. Mengetahui hunbungan fungsi pengembangan instruksional.
5. Memahami dasar-dasar Pengembangan Sistem dan Disain Instruksional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber belajar dan kawasan teknologi instruksional
a. Pengertian Teknologi instruksional
Teknologi pendidikan mempunyai arti suatu proses yang kompleks dan terpadu yang meliputi manusia, prosedur, ide, alat, dan organisasi untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan masalah yang berkaitan dengan segala aspek belajar (AECT, 1971).
Teknologi instruksional juga berpengertian seperti itu, tetapi dibatasi hanya pada situasi belajar yang terkontrol dan bertujuan. Jadi, penggarapan pada teknologi instruksional tidak untuk seluruh aspek belajar seperti halnya pada teknologi pendidikan. Lengkapnya, teknologi instruksional dirumuskan sebagai proses yang kompleks dan terpadu yang meliputi manusia, prosedur, ide alat, dan organisasi untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan masalah dalam situasi belajar yang bertujuan dan terkendali.
Situasi belajar yang bertujuan dan yang terkendali di sini berarti banyak berkaitan dengan kegiatan instruksional, kegiatan membelajarkan sasaran dengan segala komponen yang diperlukannya. Pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan sebagai komponen-komponen instruksional adalah bidang-bidang yang digarap untuk kepentingan instruksional. Komponen-komponen tersebut, baik sebagian maupun seluruhnya, dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan hasil belajar sasaran secara terkendali sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Konsep teknologi instruksional seperti tersebut di atas mengandung pengertian yang luas. Di dalamnya terliput seluruh komponen yang mendukungnya, berproses menuju kepada suatu arah yang jelas sejalan dengan tujuan-tujuan pendidikan. Dengan begitu, pengertian ini merupakan proses sistem, sistem instruksional yang secara khusus digambarkan atau dijabarkan dalam konsep pengembangan sistem instruksional. Dikatakan sistem instruksional karena seluruh komponen yang terliput di dalamnya merupakan satu kesatuan yang saling berfungsi dan berproses menuju kepada suatu tujuan.
Dalam pengertiannya yang sempit orang sering menghubungkan teknologi instruksional dengan media, bahkan teknlogi instruksional dianggap sebagai media. Media artinya perantara, saluran pembawa pesan. Dengan demikian, dalam konteks ini teknologi instruksional dianggap sebagai teknologi pembawa pesan, pesan-pesan instruksional, tentunya. Pengertian ini muncul dari hasil revolusi komunikasi yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan, khususnya kegiatan belajar dan mengajar selain bahan-bahan yang sudah ada seperti guru, papan tulis, dan alat-alat pengajaran tradisional lainnya. Media yang dimaksudkan di sini adalah radio, televisi, film, video kaset, transparansi, komputer dll., yang dirancang khusus untuk aplikasi kegiatan pendidikan dan instruksional. Di dalam media ini terliput juga perangkat lunak (software) dan perangkat kerasnya (hardware) yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan karena masing-masing tidak bisa berdiri sendiri. Contohnya, film tanpa proyektor tidak ada gunanya.
Ada media pendidikan, ada pula media instruksional. Yang pertama lebih luas pengertiannya daripada yang terakhir karena pengertian yang terakhir ini konsepnya khusus untuk kepentingan instruksional, pembelajaran, yang hanya merupakan bagian saja dari konsep pendidikan secara utuh.
b. Fungsi teknologi instruksional
Terdapat dua fungsi utama dalam teknologi instruksional di dalam prosesnya menuju pencapaian tujuan-tujuannya, yaitu fungsi manajemen instruksional dan fungsi pengembangan instruksional. Fungsi pengembangan instruksional merupakan hal yang berhubungan dengan proses dalam menganalisis masalah, termasuk merancang, melaksanakan, dan menilai usaha pemecahan masalah. Fungsi-fungsi ini meliputi riset-riset teori, desain, produksi, seleksi, evaluasi, logistik, dan pemanfaatan atau penyebaran. Sedangkan fungsi yang berkaitan dengan proses mengarahkan atau mengoordinasi (atau mengelola) salah satu atau beberapa dari fungsi tersebut di atas termasuk ke dalam fungsi manajemen instruksional. Fungsi-fungsi ini meliputi pengelolaan organisasi dan pengelolaan personel. Baik fungsi manajemen instruksional maupun fungsi pengembangan instruksional semuanya mengacu kepada komponen-komponen sistem instruksional yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, dan digunakan dalam rangka memproses pembelajaran sasaran.
Dalam dunia komunikasi, penjabaran sistem instruksional ini tampak tidak merinci seperti pada pelaksanaannya di dunia kependidikan karena pada yang pertama tidak dikhususkan pada pengembangan-pengembangan teoretis secara lebih menjenis. Berbeda dengan pelaksanaannya di dunia pendidikan yang memang secara khusus membicarakan hal-hal yang menyangkut instruksional, dan memang bidang garapan utamanya memang itu. Mahasiswa komunikasi tidak secara khusus mempelajari bagaimana cara-cara mengajar dengan baik melalui toeir-teori yang terinci, sedangkan bagi mahasiswa kependidikan, teknik mengajar justru menjadi bagian keahlian yang sangat diperlukan. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa masalah instruksional adalah khusus untuk para akademisi bidang pendidikan. Orang-orang di luar bidang itu, seperti para guru, dosen, pendidik, instruktur, dan para praktisi komunikasi bidang lain, perlu juga memahami prinsip-prinsip dalam sistem instruksional guna lebih memudahkan pencapaian tujuan-tujuan membelajarkan sasaran.
c. Perumusan Tujuan instruksional
Rumusan tujuan instruksional beranjak dari kerangka sistem yang lebih besar, yaitu tujuan nasional, baru kemudian tujuan tersebut tersebar ke dalam tujuan-tujuan pada kerangka sistem yang lebih kecil seperti tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional dan tujuan instruksional. Hubungan antara tujuan-tujuan tesebut bersifat subordinasi. Artinya, tujuan instruksional harus sejalan, mengacu, dan bedasar pada tujuan kurikuler, seterusnya tujuan-tujuan kurikuler harus sesuai dengan tujuan kelembagaan (institusional), akhirnya semua tujuan yang ada harus mengacu dan mendukung tujuan pendidikan nasional dan tujuan nasional. Subordinasi artinya hubungan bertingkat, jadi semua tujuan yang lebih kecil lingkupnya harus sesuai dengan dan mendukung tujuan-tujuan yang lebih luas, yang untuk Indonesia berakhir pada tujuan nasional, atau untuk bidang pendidikan adalah tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah yang tercantum dalam rumusan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara), Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-Undang Dasar 1945. Konsep ini telah disinggung di bagian lalu, tetapi disini ditulis lagi untuk kepentingan penjelasan.
Demikianlah pola tujuan dalam kerangka sistem secara berangkai, yang dimulai dengan suatu proses pencapaian tujuan yang sangat operasional (sangat sempit dan praktis) sampai kepada pola tujuan yang sangat luas (tujuan nasional) hingga akhirnya sampai pada pencapaian tujuan yang lebih luas lagi, misalnya tujuan dunia. Bahkan ada satu tujuan yang setiap orang akan sampai ke sana, yaitu tujuan akhirat (akhir). Yang akan disuraikan di sini bukan semua pola tujuan dalam semua kerangka sistem seperti tersebut di atas, melainkan dikhususkan pada tujuan-tujuan yang bersangkutan langsung dengan kepentingan pendidikan, khususnya kegiatan instruksional, karena tujuan-tujuan inilah yang dimaksudkan secara khusus pada konteks teknologi instruksional.
Tujuan instruksional adalah target akhir yang diharapkan bisa dicapai oleh setiap instruktur pendidikan atau para praktisi komunikasi lainnya setelah melakukan suatu proses kegiatan instruksional. Tujuan ini berlaku baik bagi komunikator maupun bagi sasaran (komunikan) meskipun sebenarnya yang akan diukur keberhasilan-keberhasilannya adalah pihak sasaran. Bagi komunikator, tujuan-tujuan ini setidaknya dapat dijadikan patokan kegiatan untuk pelaksanaan instruksional sehingga proses kerjanya mempunyai arah yang jelas. Sedangkan bagi sasaran, rumusan tujuan ini bisa dijadikan target tentang kemampuan yang dimilikinya setelah melewati proses instruksional. Dan memang rumusan tujuan instruksional ini dikhususkan untuk kepentingan sasaran, untuk melihat apakah sasaran telah memiliki kemampuan yang sesuai dengan pola tujuan ini atau belum, baik kemampuan yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor.
Tujuan instruksional sebenarnya masih dibedakan antara yang umum dan yang khusus. Yang pertama rumusannya lebih luas daripada yang kedua, dan karenanya ia kurang operasional. Tujuan instruksional umum disingkat TIU, sedangkan tujuan instruksional khusus disingkat TIK. Baik TIU maupun TIK keduanya merupakan patokan harapan setiap instruktur dalam melakukan tugasnya membelajarkan sasaran. Inilah yang tempaknya akan berkembang menjadi satuan rumusan berdasarkan sasaran (tujuan) yang harus dicapai oleh setiap anggota sasaran (komunikan), dan rumusannya disebut sasaran belajar. (Tentang sasaran belajar ini bisa dibaca di tempat lain karena ia mempunyai ciri-cirinya yang agak berbeda dengan pola rumusan tujuan instruksional).
Terdapat beberapa sifat yang harus dimiliki oleh setiap tujuan instruksional, terutam TIK, yang antara lain sebagai berikut.
a) Tujuan harus menggambarkan kemampuan tertentu yang diharapkan bakal tercapai oleh sasaran dan harus bersifat obervable dan measurable (dapat diamati dan dapat diukur), baik dalam bidang kognitif, afektif, maupun psikomotornya.
b) Tujuan hendaknya menyebutkan bidang pengalaman tertentu yang harus dikuasai oleh sasaran setelah berlangsungnya tindakan instruksional.
c) Tujuan harus jelas dan tidak boleh terlalu banyak yang hendak dicapainya, misalnya cukup tergambarkan dalam sebuah kalimat yang menggunakan satu kata kerja aktif saja.
d) Tujuan harus bersifat operasional, artinya tidak abstrak.
e) Tujuan harus mempunyai kegunaan bagi banyak orang. Tujuan-tujuan yang tidak bermanfaat tidak perlu dirumuskan dalam kegiatan instruksional.
B. Hubungan fungsi pengembangan instruksional.
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional systems development) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara "disain" dan "pengembangan". Kata "disain" berarti "membuat sketsa atau pola atau outline atau ren¬cana pendahuluan". Sedang "mengembangkan" berarti "membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya." Beberapa definisi yang menunjukkan persamaan antara keduanya adalah sebagai berikut
1. Pengembangan sistem mstruksional adalah suatu proses sedara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitasnya, dan praktis bisa dilaksanakan (Ely, 1979, p.4).
2. Sistem instruksional adalah semua materi pelajarari dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya (Baker; 1971, p: 16).
3. Disain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengem-bangan paket pelajaran, kegiatan menga¬jar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar (Briggs, 1979, p. 20).
4. Disain sistem instruksional ialah pendekatan secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan instruksional. Semua komponen sistem ini (tujuan, materi, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lain dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut terlebih dulu diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya (Briggs, 1979, p. XXI).
d. Dasar-Dasar Pengembangan Sistem dan Disain Instruksional.
Untuk memahami dasar-dasar pengembangan sistem dan disain instruksional, perlu diketahui terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan "Pengajaran" (instruction). Menurut Merril (1971, p. 10), "pengajaran" adalah suatu kegiatan di mana seseorang dengan sengaja diubah dan dikontrol, dengan maksud agar ia dapat bertingkah laku atau bereaksi trrhadap kondisi tertentu. Pengajaran merupakan salah satu bagian dari keseluruhan kegiatan mengajar. Termasuk di dalamnya adalah menyiapkan pengalaman yang siap dipakai, mengrejakan tugas-tugas administrasi, mengadakan pende¬katan terhadap siswa,dan sebagainya. Pengajaran berbeda dengan pengembangan kurikulum. Pengem¬bangan kurikulum meliputi penyusunan disain suatu bidang studi (sub¬ject matter) dari suatu tingkat sekolah atau lembaga pendidikan tertentu. Pengajaran lebih menekankan pada aspek bagaimana (how to), sedang pengembangan kurikulum lebih menekankan pada aspek "apa" (what to). Keputusan yang berkenaan dengan kurikulum berorientasi kepada isi atau materi (content oriented), sedang putusan yang berkenan dengan pengajaran adalah berorientasi kepada proses (process oriented). Pengajaran erat berkait dengan belajar namun tak persis sama. Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan makhluk hidup. Pengajaran hanya berlangsung manakala usaha tertentu telah dibuat untuk mengubah suatu keadaan sedemikian rupa, sehingga suatu hasil belajar tertentu dapat dicapai. Dengan demikian "kesenga¬jaan" merupakan karakteristik dari suatu pengajaran.
Apakah yang dimaksudkan dengan Pengembangan Sistem lnstruksio¬nal?Dihubungkan dengan pengertian "Instruction" seperti tersebut di atas, maka definisi pengembangan sistem instruksional adalah "suatu. proses menentukan dan menciptakan situasi dari kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah lakunya" (Carey, 1977, p. 6). Pengembangan sistem instruksional lebih lanjut meliputi proses "monitoring" interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar, agar para penyusun disain instruksional dapat menilai efektifitas suatu disain. Pengembangan sistem instruksional senantiasa didasarkan atas pengalaman empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya, dalam arti telah ditentukan berdasar prosedur yang sistematis, peng¬amatan yang tepat, dan percobaan yang terkontrol. Hal ini berbeda dengan metode atau cara mengajar yang diperoleh se¬cara tradisional dan dikembangkan melalui pengalaman semata-mata,
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teknologi instruksional dirumuskan sebagai proses yang kompleks dan terpadu yang meliputi manusia, prosedur, ide alat, dan organisasi untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan masalah dalam situasi belajar yang bertujuan dan terkendali.
Terdapat dua fungsi utama dalam teknologi instruksional di dalam prosesnya menuju pencapaian tujuan-tujuannya, yaitu fungsi manajemen instruksional dan fungsi pengembangan instruksional. Fungsi pengembangan instruksional merupakan hal yang berhubungan dengan proses dalam menganalisis masalah, termasuk merancang, melaksanakan, dan menilai usaha pemecahan masalah. Fungsi-fungsi ini meliputi riset-riset teori, desain, produksi, seleksi, evaluasi, logistik, dan pemanfaatan atau penyebaran. Sedangkan fungsi yang berkaitan dengan proses mengarahkan atau mengoordinasi (atau mengelola) salah satu atau beberapa dari fungsi tersebut di atas termasuk ke dalam fungsi manajemen instruksional
Rumusan tujuan instruksional beranjak dari kerangka sistem yang lebih besar, yaitu tujuan nasional, baru kemudian tujuan tersebut tersebar ke dalam tujuan-tujuan pada kerangka sistem yang lebih kecil seperti tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional dan tujuan instruksional. Hubungan antara tujuan-tujuan tesebut bersifat subordinasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.fikom.unpad.ac.id/?page=detailartikel&id=100
http://zuhairistain.blogspot.com/2009/04/pengembangan-sistem-dan-disain.html
contoh laporan observasi sumber daya manusia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan Observasi
d. Metode Observasi
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis ekonomi yang terjadi akhir-akhir ini membawa dampak sangat sangat besar pada dunia bisnis Indonesia. Maraknya krisis pemutusan hubungan kerja baik secara sukarela atau sepihak menunjukkan bahwa SDM (sumber daya manusia) masih dianggap sebagai salah satu faktor produksi dan bukan sebagai aset perusahaan yang berarti mitra kerja perusahaan.
Setiap organisasi perusahaan beroperasi dengan menggunakan seluruh sumber dayanya untuk dapat menghasilkan produk baik barang/jasa yang bisa dipasarkan. Dalam hal ini pengelolaan sumber daya yang dimiliki perusahaan meliputi sumber daya finansial, fisik, SDM, dan kemampuan teknologis dan sistem (Simamora, 1995). Karena sumber-sumber yang dimiliki perusahaan bersifat terbatas sehingga perusahaan dituntut mampu memberdayakan dan mengoptimalkan penggunaannya untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Dari berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan SDM menempati posisi strategis diantara sumber daya lainnya. Tanpa SDM, sumber daya yang lain tidak bisa dimanfaatkan apalagi dikelola untuk menghasilkan suatu produk. Tetapi dalam kenyataanya masih banyak perusahaan tidak menyadari pentingnya SDM bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Masih banyak perusahaan yang menganggap SDM adalah aset organisasi yang paling penting, karena SDM yang menggerakkan dan membuat sumber daya lainnya bekerja.
Fungsi PSDM merupakan salah satu fungsi perusahaan yang penting, di samping fungsi perusahaan lain seperti pemasaran, produksi, dan keuangan. Saat ini semakin disadari bahwa SDM merupakan hal penting dan menjadi sumber keunggulan bersaing bagi organisasi.
Perubahan lingkungan bisnis telah membawa dampak yang tidak sedikit bagi perusahaan. SDM pun mengalami perubahan dari suatu yang bersifat parsial ke arah yang lebih terintegrasi dan bersifat strategik. Departemen personalia (SDM) akan diarahkan untuk memainkan peran yang lebih penting dalam tim manajemen. Hal ini disebabkan adanya perubahan lingkungan yang akan menghadapkan organisasi pada isu pegawai (people issue) yang memiliki sifat-sifat penting dan ketidakpastian yang besar (Schuller, 1990).
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas secara khusus bagaimana mengelola SDM sehingga bisa menjadi sumber keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pelaksanaan observasi ini yaitu:
1. Bagaimana sejarah berdirinya tahubaxo ibu pudji?
2. Dimana Lokasi penjualan dan pabrik tahubaxo ibu pudji?
3. Apa saja fasilitas yang disediakan oleh perusahaan?
4. Bagaimana struktur jabatan dalam perusahaan tersebut?
5. Bagaimana manajemen perusahaan dalam mengelola usaha agar menjadi lebih berkembang?
C. Tujuan Observasi
Pelaksanaan observasi ini memiliki tujuan yaitu:
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya tahubaxo ibu pudji
2. Mengetahui lokasi penjualan serta pabrik tahubaxo ibu pudji.
3. Mengetahui fasilitas yang disediakan oleh tahubaxo ibu pudji.
4. Mengetahui manajemen perusahaan dalam mengelola usaha agar menjadi lebih berkembang.
D. Metode Penelitian
Dalam melaksanakan observasi ini, kami menggunakan metode dengan melakukan wawancara langsung ke tempat perusahaan. Untuk memberikan data yang lebih akurat kami juga telah melakukan rekaman pada proses wawancara.
Dalam pelaksanaan observasi kami datang langsung pada pabrik pembuatan tahu baxo dimana kami melihat tata cara dalam pengisian sampai tahu baxo tersebut matang. Kami juga melakukan pengabadian dengan melakukan pemotretan pada proses pembuatan tahu baxo.
BAB II
PEMBAHASAN
Dari hasil survey lapangan kami di TAHUBAXO Ibu Pudji Ungaran, kami mendapatkan beberapa informasi. Adapun alasan kami memilih tempat tersebut karena di TAHUBAXO IbuPudji telah memenuhi syara tuntuk dijadikan objek tugas observasi kami. Dalam pembahasan kali ini, kami akan membahas detail mengenai Perkembangan Sumber Daya Manusia di tempat observasi yang kami datangi.
A. Gambaran Umum Lokasi Observasi
1. Sejarah Berdirinya TAHUBAXO Ibu Pudji
TAHUBAXO merupakan salah satu makanan khas kota Semarang. Pada umumnya, kota Semarang terkenal dengan berbagai makanan khas, diantaranya Lumpia, Bandeng Presto, dan Wingko Babat. Selain itu, TAHUBAXO juga merupakan makanan khas yang digemari oleh banyak orang karena cita rasanya yang khas dan enak.
TAHUBAXO Ibu Pudji didirikan pertama kali pada tahun 1995 oleh Ibu Sri Lestari dan Bapak Pudjiyanto. Pada mulanya, sebelum Ibu Sri Lestari dan Bapak Pudjiyanto mendirikan TAHUBAXO, beliau sudahpernah berjualan bakso, mie ayam, mie kopyok, dan lain sebagainya. Akan tetapi, penjualan beliau dirasa kurang memuaskan. Sehingga beliau berinisiatif untuk membuat suatu hal yang baru dengan berjualan TAHUBAXO.
Pertama kali, Ibu Sri Lestari dan Bapak Pudjiyanto berjualan TAHUBAXO di perempatan Gang Kepodang dengan menggunakan gerobak. Penjualan TAHUBAXO tersebut tentunya tak langsung berjalan lancar, ada kalanya mengalami peningkatan dan penurunan penjualan. Bahkan, pada saat tersebarnya isu jika di dalam baxo terkandung formalin, omset TAHUBAXO Ibu Pudji mengalami penurunan.Akan tetapi, beliau tetap bertekad untuk tetap mengembangkan usahanya hingga dapat bertahan dan berkembang sampai saat ini.
Usaha TAHUBAXO Ibu Pudji tetap dapat bertahan dan berkembang karena acanya cita rasa yang khas dan unik yang berbeda dengan TAHUBAXO yang lainnya. Selain itu, TAHUBAXO Ibu Pudji juga menggunakan bahan – bahan yang alami sehingga tetap terjaga kualitasnya. Pada mulanya, beliau menjual TAHUBAXO dengan jumlah 100 – 200 biji per harinya dengan harga yang cukup terjangkau yaitu Rp 200,00. Seiring dengan perkembangan zaman, harga tersebut menanjak naik dengan bertahap, yaitu dari Rp 200,00, menjadi Rp 250,00, Rp 500,00 dan hingga saat ini harga TAHUBAXO menanjak naik menjadi Rp 1.800 per bijinya. Meskipun harga menanjak naik, tetapi para pembeli tetap gemar untuk membeli TAHUBAXO tersebut karena kualitas rasa yang dimilikinya enak. Bahkan, saat ini TAHUBAXO Ibu Pudji telah merambah kemana – mana hingga penjualannya pun meningkat. Dari awal mulanya penjualan berkisar 100 – 200 biji per hari, kini penjualan meningkat menjadi 10.000 biji per harinya.
Di samping itu, kini TAHUBAXO Ibu Pudji telah banyak dikenal oleh banyak khalayak. Tak jarang, orang – orang berdatangan untuk mengantre guna membeli makanan khas yang penuh cita rasa ini. Pada saat ini, TAHUBAXO Ibu Pudji telah dilimpahkan kepada Bapak Didik Trimurdodo yang merupakan putera ketiga dari Ibu Sri Lestari dan Bapak Pudjiyanto untuk mengelola dan mengembangkan usahanya tersebut. Kini, Bapak Didik Trimurdodo telah menjabat sebagai manajer selama 2 tahun. Namun, sebelumnya Bapak Didik Trimurdodo juga pernah menjadi karyawan di perusahaan tersebut mulai dari bagian penggiling daging, marketing,sampai berjualan TAHUBAXO.
2. Lokasi Observasi, Fasilitas
a. Lokasi Observasi
Adapun lokasi dari TAHUBAXO Ibu Pudji terletak di Jalan Kutilang Baru RT 5 RW 1, Puncen, Ungaran. Lokasi ini cukup strategis dengan jalan raya sehingga keadaan di sekitar cukup ramai dan mudah diakses serta dijangkau para khalayak. Hal ini memungkinkan banyak orang lalu lalang untuk melintasi daerah tersebut sehingga mudah untuk dikenali orang dan menarik peminat pula untuk berkunjung ke TAHUBAXO Ibu Pudji.
Di samping itu, lokasi TAHUBAXO Ibu Pudji tidak hanya terletak pada satu tempat saja. Akan tetapi, TAHUBAXO Ibu Pudji juga memiliki cabang yang terletak di Jl. Semarang – Bawen km 4 Langen Sari yang telah berdiri sejak bulan November 2009 dan di Jl. LetjenSoepraptoNo. 24 Ungaran - Semarang.
b. Struktur Organisasi
Dalam memanajemen perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji diadakan adanya struktur organisasi. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan para pekerja dan orang – orang yang tergabung didalamnya untuk bekerja secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Adapun struktur organisasi perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji adalah sebagai berikut :
c. Fasilitas
Dalam menunjang kelengkapan dan kebutuhan dari para karyawan dan orang – orang yang tergabung didalamnya, perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji menyediakan beberapa fasilitas, yaitu mushola, ruang makan, kamarkecil, dll. Hal ini diberikan supaya para karyawan tetapmendapatkanhakdankewajibannya.
B. Manajemen Perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji dalam Mengembangkan Usahanya
Manajemendapatdidefinisikansebagaibekerjadengan orang-orang untukmenentukan, menginterprestasikandanmencapaitujuan-tujuanorganisasidenganpelaksanaanfungsi-fungsiperencanaan(planning),pelatihan dan pendidikan, managerial / pengelolaan yang meliputi :pengorganisasian(organizing),penggerakan(actuating), danpengawasan(controling).Adapun manajemendari perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji dalammengembangkan usahanya dapatdijabarkansebagaiberikut :
1. PERENCANAAN( PLANNING )
Dalamperencanaanpengembangan usaha dari perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji memilikibeberapa tahapan, yaitu :
a. Perencanaanstrukturorganisasi
Perencanaanstrukturorganisasi (dalamperencanaanstrukturorganisasiperusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji menitikberatkanpadaperencanaanpenempatankaryawan kedalamtimkerjasesuaidengankemampuankaryawan). Hal inidimaksudkansupayapara karyawandapatbekerjasecaramaksimaldengancaramemaksimalkankemampuan yang dimilikinya.
b. Perencanaankeuangan
Perencanaan keuangan meliputi perencanaan keuanganbaikpemasukanmaupunpengeluaran. Hal inidimaksudkan agar setiapanggaran yang didapatdandikeluarkandapatterkontrolatausesuai yang diharapkan. Selain itu, dalam perencanaan keuangan drencanakan pula mengenai gaji ataupun tunjangan untuk para karyawan.
Gaji merupakan imbalan berupa uang yang diterima para karyawan dari perusahaan yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan-tunjangan lain. Besarnya gaji disesuaikan pada tingkat kemampuan kinerja para karyawan. Kenaikan gaji dilakukan tiap 6 bulan sekali. Selain itu, tentu saja ada gaji lembur perhitungannya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gaji tidak dibayar apabila para karyawan tidak melakukan pekerjaan. Untuk pemberian gaji dilakukan setiap sebulan sekali.
Di sisi lain, terdapat pula tunjangan – tunjangan yang diberikan untuk para karyawan. Tunjangan – tunjangan tersebut berupa
1) Tunjangan jaminan kesehatan,
2) Tunjangan Hari Raya (THR),
3) Tunjangan pendidikan anak yang diberikan setiap 6 bulan sekali / pada pertengahan tahun. Tunjangan ini berdasarkan pada faktor anak dan tidak dibatasi berapa jumlah anak tersebut selama anak tersebut berstatus belum menikah.
4) Rekreasi tiap tahun sekali.
c. Perencanaanmenyusun jadwal kerja karyawan
Dalam mengelola dan mengembangkan usahanya, TAHUBAXO Ibu Pudji menggunakan sistem kerja sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Adapun dalam penjadwalan kerjanya dibuat menjadi 2 ship, yaitu :
Ship pertama yaitu jam 07.00 – 15.00
Ship kedua yaitu jam 12.00 – 20.00
Sedangkan jeda antar tiap ship yaitu berkisar 8 jam. Di mana perusahaan tersebut dibuka setiap harinya sehingga hari minggu tetap dibuka. Akan tetapi, untuk hari – hari tertentu yang bertanggal merah biasanya digunakan waktu tersebut untuk lembur.
d. Perencanaan Rekruitmen Karyawan
Perencanan rekruitmen karyawan merupakan kegiatan penerimaan karyawan baru apabila dibutuhkan karyawan baru. Dalam rekruitmen karyawan terdapat beberapa persyaratan yang dijadikan sebagai pedoman atau tolok ukur untuk dapat mengikuti dan mencalonkan diri sebagai karyawan baru di perusahaan tersebut. Adapun syarat – syarat untuk dapat mengikuti rekruitmen karyawan TAHUBAXO Ibu Pudji, yaitu :
1) Mengajukan surat lamaran.
2) Mencantumkan STTB / ijazah pelamar.
3) Mengikuti proses dan prosedur seleksi yang telah ditentukan, dalam hal ini prosesnya yaitu mengikuti tes tertulis terlebih dahulu yang dilaksanakan di tempat perusahaan tersebut.
4) Melakukan tes wawancara apabila telah lolos dari tes tertulis.
5) Mengikuti magang yang dilaksanakan selama 2 minggu.
6) Mengikuti masa percobaan (training) selama 3 bulan.
Adapun adanya pengumuman perekrutan karyawan tersebut ditempel pada dinding di depan perusahaan. Pada umumnya, para karyawan TAHUBAXO Ibu Pudji merupakan lulusan dari SMA. Akan tetapi, terdapat pula yang berasal dari lulusan SD, SMP. Hal ini dapat terjadi karena karyawan dari perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang telah kompeten di bidangnya sehingga tidak terlalu memandang lulusan apa tetapi lebih menitikberatkan pada kemampuan yang dimiliki masing – masing.
2. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pendidikan dan pelatihan merupakan hal yang penting dan perlu diberikan kepada karyawan untuk meningkatkan kinerja dari para karyawan. Adapun bentuk dari pendidikan dan pelatihan untuk para karyawan berupa pemberian motivasi, pelatihan TRASCO, pelatihan AMT. Pemberian motivasi untuk karyawan tersebut dilakukan secara harian. Hal ini dilakukan agar para karyawan untuk giat dan selalu termotivasi dalam bekerja dan meningkatkan kinerjanya.
3. MANAGERIAL ATAU PENGELOLAAN
a. PENGORGANISASIAN( ORGANIZING )
Dalam penyusunan stuktur organisasi, perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji menyusunstrukturorganisasiataukepanitiaan dalam mengembangkan usahanya. Adapun pada struktur organisasi tersebut dibagi atas beberapa tugas di mana pada setiap pembagian tugas tersebut didasarkan pada kemampuan yang dimilikioleh masing – masing karyawan. Berikut merupakan pembagian tim kerja untuk manajemen pengembangan usaha TAHUBAXO Ibu Pudji, yaitu :
1). Manajer
Dalam pembagian tugas ini, seorang manajer perusahaan bertugas untuk bertanggung jawab terhadap bawahan yang dipimpinnya, mengkoordinasikan kinerja para karyawan, dan membantu menyelesaikan masalah – masalah yang mungkin timbul.
2). Supervisor
Tugaspokok yang diembanoleh Supervisor adalahmengaturdanmemonitorkegiatanproduksi.Hal inidilakukansupayadalamkegiatanproduksitetapberjalanlancar.
3). Karyawan
Dalam perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji terdapat beberapa karyawan. Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan tersebut membuka pada 2 cabang sehingga jumlah karyawan antara cabang satu dengan cabang yang kedua terdapat perbedaan. Hal ini terjadi karena untuk mencukupi kebutuhan dan tenaga yang dibutuhkan pada setiap cabang tersebut. Pada cabang pertama Perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji yang terletak di Jl. Raya Semarang – Bawen Km.24 Babadan Telp. (024) 7033 1711 Ungaran – Semarang terdapat 20 orang karyawan. Sedangkan pada cabang kedua Perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji yang terletak di Jl. Let. Jen. Suprapto No.24 Telp. (024) 7691 4420 Ungaran – Semarang terdapat 14 orang. Selain itu, terdapat pula satpam untuk manjaga keamanan pada malam hari yaitu sebanyak 2 orang.
Pembagian kerja karyawan juga terdapat pada bagian produksi yang tersendiri. Di mana dalam pembagian kerja bagian produksi terbagi atas beberapa bagian, yaitu :
a). Bagian penggiling
Bagian penggiling ini bertugas untuk menggilingdaging yang akandijadikancampuranadonanbaxo.
b). Bagian pengisi
Pada bagian pengisi ini mempunyai tugas untuk mengisitahu yang sudahdirebusdenganadonanbaxo yang belummatang. Di mana pada bagian pengisi ini terdiri daribeberapakaryawan
c). Bagian perebus
Bagian perebus mempunyai tugas untuk merebus tahu yang sudah diisi dengan adonan baxo yang belum matang.Dalam proses perebusan, dalam satu box perebus mampu menampung 450 biji tahubaxo dalam sekali rebus.
d). Bagian packing
Bagian packing bertugas untuk mempacking tahubaxo yang sudah jadi dimasukkan ke dalam plastik dan kemudian dimasukkan ke dalam kardus yang telah tersedia untuk kemudian dipacking dan diantarkan pada tempat yang memesan tahbaxo tersebut.
b. PENGGERAKAN(ACTUATING )
Ketersediaan modal kerja (fasilitaskantor, fasilitas karyawan, alat transportasi, alat komunikasi) yang cukupdantelahmenjalinkerjasamadenganindustri -industrilain telahdiperoleh Perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudjisehingga proses pengembangan usaha berjalandenganlancar. Selain itu, dalam pemasaran produksi juga berjalan dengan lancar. Adapun pemasaran produksi tersebut dilakukan dengan memasarkan produksi tersebut pada cabang– cabang perusahaan tersebut.
c. PENGAWASAN(CONTROLLING)
Dalam menjalankan tugasnya, para karyawan perusahaan dituntut untuk memiliki kedisiplinan yang tinggi dalam bekerja. apabila ada karyawan yang tidak disiplin, maka pihak perusahaan akan memberikan teguran terlebih dahulu. Adapun teguran tersebut diberikan secara lisan. Apabila teguran secara lisan tidak menghasilkan perubahan, maka akan diberikan teguran secara tertulis. Teguran tersebut berupa SP 1, SP 2, dan SP 3. Sebelum adanya SP 3, maka terlebih dahulu diberi sanksi teguran kemudian SP 1. Jika masih melakukan kesalahan lagi, maka akan dikenai SP 2 dan jika kesalahan tidak dapat ditolerir lagi, maka perusahaan akan memberikan SP 3. Jika SP 3 sudah tidak dapat ditolerir lagi, maka karyawan tersebut harus bersiap – siap untuk keluar dari perusahaan tersebut.
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan Observasi
d. Metode Observasi
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis ekonomi yang terjadi akhir-akhir ini membawa dampak sangat sangat besar pada dunia bisnis Indonesia. Maraknya krisis pemutusan hubungan kerja baik secara sukarela atau sepihak menunjukkan bahwa SDM (sumber daya manusia) masih dianggap sebagai salah satu faktor produksi dan bukan sebagai aset perusahaan yang berarti mitra kerja perusahaan.
Setiap organisasi perusahaan beroperasi dengan menggunakan seluruh sumber dayanya untuk dapat menghasilkan produk baik barang/jasa yang bisa dipasarkan. Dalam hal ini pengelolaan sumber daya yang dimiliki perusahaan meliputi sumber daya finansial, fisik, SDM, dan kemampuan teknologis dan sistem (Simamora, 1995). Karena sumber-sumber yang dimiliki perusahaan bersifat terbatas sehingga perusahaan dituntut mampu memberdayakan dan mengoptimalkan penggunaannya untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Dari berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan SDM menempati posisi strategis diantara sumber daya lainnya. Tanpa SDM, sumber daya yang lain tidak bisa dimanfaatkan apalagi dikelola untuk menghasilkan suatu produk. Tetapi dalam kenyataanya masih banyak perusahaan tidak menyadari pentingnya SDM bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Masih banyak perusahaan yang menganggap SDM adalah aset organisasi yang paling penting, karena SDM yang menggerakkan dan membuat sumber daya lainnya bekerja.
Fungsi PSDM merupakan salah satu fungsi perusahaan yang penting, di samping fungsi perusahaan lain seperti pemasaran, produksi, dan keuangan. Saat ini semakin disadari bahwa SDM merupakan hal penting dan menjadi sumber keunggulan bersaing bagi organisasi.
Perubahan lingkungan bisnis telah membawa dampak yang tidak sedikit bagi perusahaan. SDM pun mengalami perubahan dari suatu yang bersifat parsial ke arah yang lebih terintegrasi dan bersifat strategik. Departemen personalia (SDM) akan diarahkan untuk memainkan peran yang lebih penting dalam tim manajemen. Hal ini disebabkan adanya perubahan lingkungan yang akan menghadapkan organisasi pada isu pegawai (people issue) yang memiliki sifat-sifat penting dan ketidakpastian yang besar (Schuller, 1990).
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas secara khusus bagaimana mengelola SDM sehingga bisa menjadi sumber keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pelaksanaan observasi ini yaitu:
1. Bagaimana sejarah berdirinya tahubaxo ibu pudji?
2. Dimana Lokasi penjualan dan pabrik tahubaxo ibu pudji?
3. Apa saja fasilitas yang disediakan oleh perusahaan?
4. Bagaimana struktur jabatan dalam perusahaan tersebut?
5. Bagaimana manajemen perusahaan dalam mengelola usaha agar menjadi lebih berkembang?
C. Tujuan Observasi
Pelaksanaan observasi ini memiliki tujuan yaitu:
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya tahubaxo ibu pudji
2. Mengetahui lokasi penjualan serta pabrik tahubaxo ibu pudji.
3. Mengetahui fasilitas yang disediakan oleh tahubaxo ibu pudji.
4. Mengetahui manajemen perusahaan dalam mengelola usaha agar menjadi lebih berkembang.
D. Metode Penelitian
Dalam melaksanakan observasi ini, kami menggunakan metode dengan melakukan wawancara langsung ke tempat perusahaan. Untuk memberikan data yang lebih akurat kami juga telah melakukan rekaman pada proses wawancara.
Dalam pelaksanaan observasi kami datang langsung pada pabrik pembuatan tahu baxo dimana kami melihat tata cara dalam pengisian sampai tahu baxo tersebut matang. Kami juga melakukan pengabadian dengan melakukan pemotretan pada proses pembuatan tahu baxo.
BAB II
PEMBAHASAN
Dari hasil survey lapangan kami di TAHUBAXO Ibu Pudji Ungaran, kami mendapatkan beberapa informasi. Adapun alasan kami memilih tempat tersebut karena di TAHUBAXO IbuPudji telah memenuhi syara tuntuk dijadikan objek tugas observasi kami. Dalam pembahasan kali ini, kami akan membahas detail mengenai Perkembangan Sumber Daya Manusia di tempat observasi yang kami datangi.
A. Gambaran Umum Lokasi Observasi
1. Sejarah Berdirinya TAHUBAXO Ibu Pudji
TAHUBAXO merupakan salah satu makanan khas kota Semarang. Pada umumnya, kota Semarang terkenal dengan berbagai makanan khas, diantaranya Lumpia, Bandeng Presto, dan Wingko Babat. Selain itu, TAHUBAXO juga merupakan makanan khas yang digemari oleh banyak orang karena cita rasanya yang khas dan enak.
TAHUBAXO Ibu Pudji didirikan pertama kali pada tahun 1995 oleh Ibu Sri Lestari dan Bapak Pudjiyanto. Pada mulanya, sebelum Ibu Sri Lestari dan Bapak Pudjiyanto mendirikan TAHUBAXO, beliau sudahpernah berjualan bakso, mie ayam, mie kopyok, dan lain sebagainya. Akan tetapi, penjualan beliau dirasa kurang memuaskan. Sehingga beliau berinisiatif untuk membuat suatu hal yang baru dengan berjualan TAHUBAXO.
Pertama kali, Ibu Sri Lestari dan Bapak Pudjiyanto berjualan TAHUBAXO di perempatan Gang Kepodang dengan menggunakan gerobak. Penjualan TAHUBAXO tersebut tentunya tak langsung berjalan lancar, ada kalanya mengalami peningkatan dan penurunan penjualan. Bahkan, pada saat tersebarnya isu jika di dalam baxo terkandung formalin, omset TAHUBAXO Ibu Pudji mengalami penurunan.Akan tetapi, beliau tetap bertekad untuk tetap mengembangkan usahanya hingga dapat bertahan dan berkembang sampai saat ini.
Usaha TAHUBAXO Ibu Pudji tetap dapat bertahan dan berkembang karena acanya cita rasa yang khas dan unik yang berbeda dengan TAHUBAXO yang lainnya. Selain itu, TAHUBAXO Ibu Pudji juga menggunakan bahan – bahan yang alami sehingga tetap terjaga kualitasnya. Pada mulanya, beliau menjual TAHUBAXO dengan jumlah 100 – 200 biji per harinya dengan harga yang cukup terjangkau yaitu Rp 200,00. Seiring dengan perkembangan zaman, harga tersebut menanjak naik dengan bertahap, yaitu dari Rp 200,00, menjadi Rp 250,00, Rp 500,00 dan hingga saat ini harga TAHUBAXO menanjak naik menjadi Rp 1.800 per bijinya. Meskipun harga menanjak naik, tetapi para pembeli tetap gemar untuk membeli TAHUBAXO tersebut karena kualitas rasa yang dimilikinya enak. Bahkan, saat ini TAHUBAXO Ibu Pudji telah merambah kemana – mana hingga penjualannya pun meningkat. Dari awal mulanya penjualan berkisar 100 – 200 biji per hari, kini penjualan meningkat menjadi 10.000 biji per harinya.
Di samping itu, kini TAHUBAXO Ibu Pudji telah banyak dikenal oleh banyak khalayak. Tak jarang, orang – orang berdatangan untuk mengantre guna membeli makanan khas yang penuh cita rasa ini. Pada saat ini, TAHUBAXO Ibu Pudji telah dilimpahkan kepada Bapak Didik Trimurdodo yang merupakan putera ketiga dari Ibu Sri Lestari dan Bapak Pudjiyanto untuk mengelola dan mengembangkan usahanya tersebut. Kini, Bapak Didik Trimurdodo telah menjabat sebagai manajer selama 2 tahun. Namun, sebelumnya Bapak Didik Trimurdodo juga pernah menjadi karyawan di perusahaan tersebut mulai dari bagian penggiling daging, marketing,sampai berjualan TAHUBAXO.
2. Lokasi Observasi, Fasilitas
a. Lokasi Observasi
Adapun lokasi dari TAHUBAXO Ibu Pudji terletak di Jalan Kutilang Baru RT 5 RW 1, Puncen, Ungaran. Lokasi ini cukup strategis dengan jalan raya sehingga keadaan di sekitar cukup ramai dan mudah diakses serta dijangkau para khalayak. Hal ini memungkinkan banyak orang lalu lalang untuk melintasi daerah tersebut sehingga mudah untuk dikenali orang dan menarik peminat pula untuk berkunjung ke TAHUBAXO Ibu Pudji.
Di samping itu, lokasi TAHUBAXO Ibu Pudji tidak hanya terletak pada satu tempat saja. Akan tetapi, TAHUBAXO Ibu Pudji juga memiliki cabang yang terletak di Jl. Semarang – Bawen km 4 Langen Sari yang telah berdiri sejak bulan November 2009 dan di Jl. LetjenSoepraptoNo. 24 Ungaran - Semarang.
b. Struktur Organisasi
Dalam memanajemen perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji diadakan adanya struktur organisasi. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan para pekerja dan orang – orang yang tergabung didalamnya untuk bekerja secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Adapun struktur organisasi perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji adalah sebagai berikut :
c. Fasilitas
Dalam menunjang kelengkapan dan kebutuhan dari para karyawan dan orang – orang yang tergabung didalamnya, perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji menyediakan beberapa fasilitas, yaitu mushola, ruang makan, kamarkecil, dll. Hal ini diberikan supaya para karyawan tetapmendapatkanhakdankewajibannya.
B. Manajemen Perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji dalam Mengembangkan Usahanya
Manajemendapatdidefinisikansebagaibekerjadengan orang-orang untukmenentukan, menginterprestasikandanmencapaitujuan-tujuanorganisasidenganpelaksanaanfungsi-fungsiperencanaan(planning),pelatihan dan pendidikan, managerial / pengelolaan yang meliputi :pengorganisasian(organizing),penggerakan(actuating), danpengawasan(controling).Adapun manajemendari perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji dalammengembangkan usahanya dapatdijabarkansebagaiberikut :
1. PERENCANAAN( PLANNING )
Dalamperencanaanpengembangan usaha dari perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji memilikibeberapa tahapan, yaitu :
a. Perencanaanstrukturorganisasi
Perencanaanstrukturorganisasi (dalamperencanaanstrukturorganisasiperusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji menitikberatkanpadaperencanaanpenempatankaryawan kedalamtimkerjasesuaidengankemampuankaryawan). Hal inidimaksudkansupayapara karyawandapatbekerjasecaramaksimaldengancaramemaksimalkankemampuan yang dimilikinya.
b. Perencanaankeuangan
Perencanaan keuangan meliputi perencanaan keuanganbaikpemasukanmaupunpengeluaran. Hal inidimaksudkan agar setiapanggaran yang didapatdandikeluarkandapatterkontrolatausesuai yang diharapkan. Selain itu, dalam perencanaan keuangan drencanakan pula mengenai gaji ataupun tunjangan untuk para karyawan.
Gaji merupakan imbalan berupa uang yang diterima para karyawan dari perusahaan yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan-tunjangan lain. Besarnya gaji disesuaikan pada tingkat kemampuan kinerja para karyawan. Kenaikan gaji dilakukan tiap 6 bulan sekali. Selain itu, tentu saja ada gaji lembur perhitungannya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gaji tidak dibayar apabila para karyawan tidak melakukan pekerjaan. Untuk pemberian gaji dilakukan setiap sebulan sekali.
Di sisi lain, terdapat pula tunjangan – tunjangan yang diberikan untuk para karyawan. Tunjangan – tunjangan tersebut berupa
1) Tunjangan jaminan kesehatan,
2) Tunjangan Hari Raya (THR),
3) Tunjangan pendidikan anak yang diberikan setiap 6 bulan sekali / pada pertengahan tahun. Tunjangan ini berdasarkan pada faktor anak dan tidak dibatasi berapa jumlah anak tersebut selama anak tersebut berstatus belum menikah.
4) Rekreasi tiap tahun sekali.
c. Perencanaanmenyusun jadwal kerja karyawan
Dalam mengelola dan mengembangkan usahanya, TAHUBAXO Ibu Pudji menggunakan sistem kerja sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Adapun dalam penjadwalan kerjanya dibuat menjadi 2 ship, yaitu :
Ship pertama yaitu jam 07.00 – 15.00
Ship kedua yaitu jam 12.00 – 20.00
Sedangkan jeda antar tiap ship yaitu berkisar 8 jam. Di mana perusahaan tersebut dibuka setiap harinya sehingga hari minggu tetap dibuka. Akan tetapi, untuk hari – hari tertentu yang bertanggal merah biasanya digunakan waktu tersebut untuk lembur.
d. Perencanaan Rekruitmen Karyawan
Perencanan rekruitmen karyawan merupakan kegiatan penerimaan karyawan baru apabila dibutuhkan karyawan baru. Dalam rekruitmen karyawan terdapat beberapa persyaratan yang dijadikan sebagai pedoman atau tolok ukur untuk dapat mengikuti dan mencalonkan diri sebagai karyawan baru di perusahaan tersebut. Adapun syarat – syarat untuk dapat mengikuti rekruitmen karyawan TAHUBAXO Ibu Pudji, yaitu :
1) Mengajukan surat lamaran.
2) Mencantumkan STTB / ijazah pelamar.
3) Mengikuti proses dan prosedur seleksi yang telah ditentukan, dalam hal ini prosesnya yaitu mengikuti tes tertulis terlebih dahulu yang dilaksanakan di tempat perusahaan tersebut.
4) Melakukan tes wawancara apabila telah lolos dari tes tertulis.
5) Mengikuti magang yang dilaksanakan selama 2 minggu.
6) Mengikuti masa percobaan (training) selama 3 bulan.
Adapun adanya pengumuman perekrutan karyawan tersebut ditempel pada dinding di depan perusahaan. Pada umumnya, para karyawan TAHUBAXO Ibu Pudji merupakan lulusan dari SMA. Akan tetapi, terdapat pula yang berasal dari lulusan SD, SMP. Hal ini dapat terjadi karena karyawan dari perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang telah kompeten di bidangnya sehingga tidak terlalu memandang lulusan apa tetapi lebih menitikberatkan pada kemampuan yang dimiliki masing – masing.
2. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pendidikan dan pelatihan merupakan hal yang penting dan perlu diberikan kepada karyawan untuk meningkatkan kinerja dari para karyawan. Adapun bentuk dari pendidikan dan pelatihan untuk para karyawan berupa pemberian motivasi, pelatihan TRASCO, pelatihan AMT. Pemberian motivasi untuk karyawan tersebut dilakukan secara harian. Hal ini dilakukan agar para karyawan untuk giat dan selalu termotivasi dalam bekerja dan meningkatkan kinerjanya.
3. MANAGERIAL ATAU PENGELOLAAN
a. PENGORGANISASIAN( ORGANIZING )
Dalam penyusunan stuktur organisasi, perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji menyusunstrukturorganisasiataukepanitiaan dalam mengembangkan usahanya. Adapun pada struktur organisasi tersebut dibagi atas beberapa tugas di mana pada setiap pembagian tugas tersebut didasarkan pada kemampuan yang dimilikioleh masing – masing karyawan. Berikut merupakan pembagian tim kerja untuk manajemen pengembangan usaha TAHUBAXO Ibu Pudji, yaitu :
1). Manajer
Dalam pembagian tugas ini, seorang manajer perusahaan bertugas untuk bertanggung jawab terhadap bawahan yang dipimpinnya, mengkoordinasikan kinerja para karyawan, dan membantu menyelesaikan masalah – masalah yang mungkin timbul.
2). Supervisor
Tugaspokok yang diembanoleh Supervisor adalahmengaturdanmemonitorkegiatanproduksi.Hal inidilakukansupayadalamkegiatanproduksitetapberjalanlancar.
3). Karyawan
Dalam perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji terdapat beberapa karyawan. Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan tersebut membuka pada 2 cabang sehingga jumlah karyawan antara cabang satu dengan cabang yang kedua terdapat perbedaan. Hal ini terjadi karena untuk mencukupi kebutuhan dan tenaga yang dibutuhkan pada setiap cabang tersebut. Pada cabang pertama Perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji yang terletak di Jl. Raya Semarang – Bawen Km.24 Babadan Telp. (024) 7033 1711 Ungaran – Semarang terdapat 20 orang karyawan. Sedangkan pada cabang kedua Perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudji yang terletak di Jl. Let. Jen. Suprapto No.24 Telp. (024) 7691 4420 Ungaran – Semarang terdapat 14 orang. Selain itu, terdapat pula satpam untuk manjaga keamanan pada malam hari yaitu sebanyak 2 orang.
Pembagian kerja karyawan juga terdapat pada bagian produksi yang tersendiri. Di mana dalam pembagian kerja bagian produksi terbagi atas beberapa bagian, yaitu :
a). Bagian penggiling
Bagian penggiling ini bertugas untuk menggilingdaging yang akandijadikancampuranadonanbaxo.
b). Bagian pengisi
Pada bagian pengisi ini mempunyai tugas untuk mengisitahu yang sudahdirebusdenganadonanbaxo yang belummatang. Di mana pada bagian pengisi ini terdiri daribeberapakaryawan
c). Bagian perebus
Bagian perebus mempunyai tugas untuk merebus tahu yang sudah diisi dengan adonan baxo yang belum matang.Dalam proses perebusan, dalam satu box perebus mampu menampung 450 biji tahubaxo dalam sekali rebus.
d). Bagian packing
Bagian packing bertugas untuk mempacking tahubaxo yang sudah jadi dimasukkan ke dalam plastik dan kemudian dimasukkan ke dalam kardus yang telah tersedia untuk kemudian dipacking dan diantarkan pada tempat yang memesan tahbaxo tersebut.
b. PENGGERAKAN(ACTUATING )
Ketersediaan modal kerja (fasilitaskantor, fasilitas karyawan, alat transportasi, alat komunikasi) yang cukupdantelahmenjalinkerjasamadenganindustri -industrilain telahdiperoleh Perusahaan TAHUBAXO Ibu Pudjisehingga proses pengembangan usaha berjalandenganlancar. Selain itu, dalam pemasaran produksi juga berjalan dengan lancar. Adapun pemasaran produksi tersebut dilakukan dengan memasarkan produksi tersebut pada cabang– cabang perusahaan tersebut.
c. PENGAWASAN(CONTROLLING)
Dalam menjalankan tugasnya, para karyawan perusahaan dituntut untuk memiliki kedisiplinan yang tinggi dalam bekerja. apabila ada karyawan yang tidak disiplin, maka pihak perusahaan akan memberikan teguran terlebih dahulu. Adapun teguran tersebut diberikan secara lisan. Apabila teguran secara lisan tidak menghasilkan perubahan, maka akan diberikan teguran secara tertulis. Teguran tersebut berupa SP 1, SP 2, dan SP 3. Sebelum adanya SP 3, maka terlebih dahulu diberi sanksi teguran kemudian SP 1. Jika masih melakukan kesalahan lagi, maka akan dikenai SP 2 dan jika kesalahan tidak dapat ditolerir lagi, maka perusahaan akan memberikan SP 3. Jika SP 3 sudah tidak dapat ditolerir lagi, maka karyawan tersebut harus bersiap – siap untuk keluar dari perusahaan tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)