Selasa, 29 November 2011

pengertian strategi pembelajaran

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Strategi pembelajaran adalah cara- cara yang akan digunakan oleh pengajar untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran. Dalam setiap pembelajaran guru harus memilih strategi yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Teknik dan metode yang ada dalam pembelajaran juga penting demi tercapainya pembelajaran yang efektif. Oleh karena itu, setiap calon guru nantinya harus menguasai tentang strategi pembelajaran agar nantinya mampu menguasai kondisi kelas .
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana pandangan tentang strategi pembelajaran?
b. Sebutkan komponen strategi pembelajaran?
c. Bagaimana kriteria pemilihan strategi pembelajaran?
d. Bagaimana pendekatan pembelajaran pemrosesan informasi?
e. Bagaimana cara pendekatan pembelajaran individu?
1.3 Tujuan
a. Mampu menjelaskan beberapa pandangan tentang strategi pembelajaran.
b. Mampu menjelaskan komponen strategi pembelajaran.
c. Mampu menjelaskan kriteria pemilihan strategi pembelajaran.
d. Mampu menjelaskan tentang pendekatan pembelajaran pemrosesan informasi.
e. Mampu menjelaskan tentang cara pendekatan pembelajaran individu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PANDANGAN TENTANG STRATEGI PEMBELAJARAN
2.1.1 Beberapa pendapat tentang strategi pembelajaran
Terdapat berbagai pendapat tentang strategi pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh para ahli pembelajaran (instructional technology), di antaranya akan dipaparkan sebagai berikut:
a. Kozna (1989) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
b. Gerlach dan Ely (1980) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran merupakan cara- cara yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu
c. Dick dan Carey (1990) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang/atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
d. Gropper (1990) mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Memerhatikan beberapa pengertian strategi pembelajaran di atas , dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga akan memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir kegiatan belajar.

2.1.2 Perbedaan antara strategi, metode, dan teknik
Pada berbagai situasi proses pembelajaran seringkali digunakan berbagai istilah yang pada dasarnya dimaksudkan untuk menjelaskan cara, tahapan, atau pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Teknik pembelajaran sering kali disamakan artinya dengan metode pembelajaran. Teknik adalah jalan , alat, atau media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan peserta didik kearah tujuan yang ingin dicapai (Gerlach dan Ely,1980)
Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi tahapan tertentu , sedangkan teknik adalah cara yang digunakan, yang bersifat implementatif . Dengan perkataan lain , metode yang dipilih oleh masing- masing guru adalah sama, tetapi mereka menggunakan teknik yang berbeda.
Apabila dikaji kembali, definisi strategi pembelajaran yang dikemukakan oleh berbagai ahli sebagaimana telah diuraikan terdahulu , maka jelas disebutkan bahwa strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan perkataan lain , strategi pembelajaran mengandung arti yang lebih luas dari metode dan teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran adalah cara- cara yang akan digunakan oleh pengajar untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Hubungan antara strategi, tujuan , dan metode pembelajaran dapa digambarkan sebagai suatu kesatuan sistem yang bertitik tolak dari penentuan tujuan pembelajaran, pemilihan strategi pembelajaran , dan perumusan tujuan , yang kemudian akan diimplementasikan ke dalam berbagai metode yang relevan selama proses pembelajaran berlangsung.
2.2. KOMPONEN STRATEGI PEMBELAJARAN
Dick dan Carey (1978) menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen strategi pembelajaran, yaitu (1) kegiatan pembelajaran pendahuluan, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi peserta didik, (4) tes, dan (5) kegiatan lanjutan.
Pada bagian berikut akan diuraikan penjelasan masing- masing komponen disertai contoh penerapannya dalam proses pembelajaran.
2.2.1 Kegiatan pembelajaran pendahuluan
Kegiatan pendahuluan sebagai bagian dari suatu sistem pembelajaran secara keseluruhan memegang peranan penting. Pada bagian ini guru diharapkan dapat menarik minat peserta didik atas materi pelajaran yang akan disampaikan. Sebagaimana iklan yang berbunyi kesan pertama begitu menggoda , selanjutnya terserah anda. Cara guru yang memperkenalkan materi pembelajaran melalui contoh – contoh ilustrasi tentang kehidupan sehari-hari atau cara guru yang meyakinkan apa manfaat mempelajari pokok bahasan tertentu akan sangat mempengaruhi motivasi belajar peserta didik. Persoalan motivasi ekstrinsik ini menjadi sangat penting bagi peserta didik yang belum dewasa , sedangkan motivasi intrinsik sangat penting bagi peserta didik yang lebih dewasa karena kelompok ini lebih menyadari pentingnya kewajiban belajar serta manfaatnya bagi mereka.
Secara spesifik , kegiatan pembelajaran pendahuluan dapat dilakukan melalui teknik-teknik berikut.
a. Jelaskan tujuan pembelajaran khusus yang diharapkan dapat dicapai oleh semua peserta didik di akhir kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, peserta didik akan menyadari pengetahuan, keterampilan, sekaligus manfaat yang akan diperoleh setelah mempelajari pokok bahasan tersebut.
b. Lakukan apersepsi, berupa kegiatan yang merupakan jembatan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari. Tunjukan pada peserta didik tentang eratnya hubungan antara pengetahuan yang telah mereka miliki dengan pengetahuan yang akan dipelajari.
2.2.2 Penyampaian informasi
Penyampaian informasi seringkali dianggap sebagai suatu kegiatan yang paling penting dalam proses pembelajaran , padahal bagian ini hanya merupakan salah satu komponen dari strategi pembelajaran. Artinya, tanpa adanya kegiatan pendahuluan yang menarik atau dapat memotivasi peserta didik dalam belajar maka kegiatan penyampaian informasi ini menjadi tidak berarti. Guru yang mampu menyampaikan informasi yang baik, tetapi tidak melakukan kegiatan pendahuluan dengan mulus akan menghadapi kendala dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya.
Dalam kegiatan ini , guru juga harus memahami dengan baik situasi dan kondisi yang dihadapinya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi adalah urutan ruang lingkup dan jenis materi.
a. Urutan penyampaian
Urutan penyampaian materi pelajaran harus menggunakan pola yang tepat. Urutan materi yang diberikan berdasarkan tahapan berfikir dari hal- hal yang bersifat kongkret ke hal- hal yang bersifat abstrak atau dari hal- hal yang bersifat sederhana atau mudah dilakukan ke hal-hal yang lebih kompleks atau sulit dilakukan. Selain itu, perlu juga diperlukan apakah suatu materi harus disampaikan secara berurutan atau boleh melompat-lompat atau bolak-balik , misalnya dari teori ke praktik atau dari praktik ke teori. Urutan penyampaian informasi yang sistematis akan memudahkan peserta didik cepat memahami apa yang ingin disampaikan oleh gurunya.
b. Ruang lingkup materi yang disampaikan
Besar kecilnya materi yang disampaikan atau ruang lingkup materi sangat bergantung pada karakteristik peserta didik dan jenis materi yang dipelajari. Umumnya ruang lingkup materi sudah tergambar pada saat penentuan tujuan pembelajaran. Apabila TPK berisi tentang muatan fakta maka ruang lingkupnya lebih kecil dibandingkan dengan TPK yang berisi muatan tentang prosedur.
Hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memperkirakan besar kecilnya materi adalah penerapan teori Gestalt. Teori tersebut menyebutkan bahwa bagian-bagian kecil merupakan satu kesatuan yang bermakna apabila dipelajari secara keseluruhan , dan keseluruhan tidaklah berarti tanpa bagian- bagian kecil tadi.
c. Materi yang akan disampaikan
Materi pelajaran umumnya merupakan gabungan antara jenis materi yang berbentuk pengetahuan (fakta dan informasi terperinci), keterampilan(langkah-langkah , prosedur, keadaan, dan syarat – syarat tertentu ), dan sikap (berisi pendapat , ide, saran , atau tanggapan) (Kemp, 1977). Merril (1977:37) membedakan isi pelajaran menjadi 4 jenis, yaitu fakta , konsep, prosedur, dan prinsip. Dalam isi pelajaran ini terlihat masing-masing jenis pelajaran sudah pasti memerlukan strategi penyampaian yang berbeda- beda. Oleh karena itu, dalam menentukan strategi pembelajaran, guru harus terlebih dahulu memahami jenis materi pelajaran yang akan disampaikan agar diperoleh strategi pembelajaran yang sesuai.
2.2.3 Partisipasi Peserta Didik
Berdasarkan prinsip student centered, peserta didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar. Hal ini dikenal dengan istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang diterjemahkan dari SAT (student active training), yang maknanya adalah bahwa proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila peserta didik secara aktif melakukan latihan secara langsung dan relevan dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan (Dick dan Carey, 1978: 108). Terdapat beberapa hal penting yang berhubungan dengan partisipasi peserta didik, yaitu sebagai berikut.
a) Latihan dan praktik seharusnya dilakukan setelah peserta didik diberi informasi tentang suatu pengetahuan, sikap, atau keterampilan tertentu. Sehingga setelah selesai belajar mereka diharapkan benar-benar merencanakan TPK.
b) Umpan Balik ,Segera setelah peserta didik menunjukkan perilaku sebagai hasil belajarnya, maka guru diberikan umpan balik (feedback) terhadap hasil belajar tersebut. Melalui umpan balik yang kegiatan yang telah mereka lakukan benar/salah, tepat/tidak tepat, atau ada sesuatu yang diperbaiki.
2.2.4 Tes
Serangkaian tes umum yang digunakan oleh guru untuk mengetahui (a) apakah tujuan pembelajaran khusus telah tercapai atau belum, dan (b) apakah pengetahuan sikap dan keterampilan benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum.
Pelaksanaan tes biasanya dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran setelah peserta didik melalui berbagai proses pembelajaran, penyampaian informasi berupa materi pembelajaran
a) Diakhir kegiatan belajar setiap peserta didik dapat menyebutkan 4 dari 5 ciri makhluk hidup dengan benar. Standar keberhasilannya adalah apabila minimal peserta didik dapat menyebutkan 3 dari 5 ciri mahkluk hidup atau tingkat penguasaan berkisar 80%-85%.
b) Soal tes objektif dengan 4 pilihan terdiri atas 20 nomor, peserta didik dianggap menguasai materi apabila ia dapat mengerjakan 80%-85% soal dengan benar.
2.2.5 Kegiatan Lanjutan
Kegiatan yang dikenal dengan istilah follow up dari suatu hasil kegiatan yang telah dilakukan seringkali tidak dilaksanakan dengan baik oleh guru. Dalam kenyataanya, setiap kali setelah tes dilakukan selalu saja terdapat peserta didik yang berhasil dengan bagus atau diatas rata-rata, (a) hanya menguasai sebagian atau cenderung di rata-rata tingkat penguasaan yang diharapkan dapat dicapai, (b) peserta didik seharusnya menerima tindak lanjut yang berbeda sebagai konsekuensi dari hasil belajar yang bervariasi terebut.

2.3 KRITERIA PEMILIHAN STRATEGI PEMBELAJARAN
Pemilihan strategi pembelajaan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran harus berorientasi pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selain itu, juga harus disesuaikan dengan jenis materi, karakteristik peserta didik, serta situasi atau kondisi dimana proses pembelajaran tersebut akan berlangsung. Terdapat beberapa metode dan tehnik pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru, tetapi tidak semuanya sama efektifnya dapat mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu dibutuhkan kreativitas guru dalam memilih strategi pembelajaran tersebut.
Mager (1977: 54) menyampaikan beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam memilih strategi pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
1. Berorientasi pada tujuan pembelajaran.Tipe perilaku apa yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik
2. Pilih tehnik pembelajaran sesuai dengan keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki saat bekerja nanti (dihubungkan dengan dunia kerja).
3. Gunakan media pembelajaran yang sebanyak mungkin memberikan rangsangan pada indra peserta didik.
Selain kriteria diatas, pemilihan strategi pembelajaran dapat dilakukan dengan memerhatikan pertanyaan-pertanyaan dibawah ini.
1. Apakah materi pelajaran paling tepat disampaikan secara klasikal (serentak bersama-sama dalam satu satuan waktu)?
2. Apakah materi pelajaran sebaiknya dipelajari peserta didik secara individual sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing?
3. Apakah pengalaman langsung hanya dapat berhasil diperoleh dengan jalan praktik langsung dalam kelompok dengan guru atau tanpa kehadiran guru?
4. Apakah diperlukan diskusi atau konsultasi secara individual antara guru dan siswa?
Gerlach dan Ely (1990: 173) menjelaskan pola umum pemilihan strategi pembelajaran yang akandigambarkan melalui bagan berikut ini.




Pola Umum Pemilihan Strategi Pembelajaran
Selanjutnya dijelaskan bahwa kriteria pemilihan strategi pembelajaran hendaknya dilandasi prinsip efisiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuan pembelajaran dan tingkat keterlibatan peserta didik.
Secara umum strategi pembelajaran terdiri atas 5 (lima) komponen yang saling berinteraksi dengan karakter fungsi dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu
(1) Kegiatan pembelajaran pendahuluan,
(2) Penyampaian informasi,
(3) Partisipasi peserta didik,
(4) Tes, dan
(5) Kegiatan lanjutan.
Kegiatan strategi pembelajaran hendaknya ditentukan berdasarkan kriteria berikut:
(1) Orientasi strategi pada tugas pembelajaran,
(2) Relevan dengan isi/materi pembelajaran,
(3) Metode dan tehnik yang digunakan difokuskan pada tujuan yang ingin dicapai, dan
(4) Media pembelajaran yang digunakan dapat merangsang indra peserta didik secara simultan.
2.4 PENDEKATAN PEMBELAJARAN PEMROSESAN INFORMASI
Ada beberapa model yang termasuk ke dalam pendekatan pemrosesan informasi, diantaranya sebagai berikut.
1. Model perolehan konsep, tokohnya adalah Brunner.
2. Model berfikir induktif, tokohnya adalah Hilda Taba.
3. Model inquiry, tokohnya adalah Richard Suchman.
4. Model Scientifiec inquiry, tokohnya adalah Joseph J. Schwab.
5. Model penumbuhan kognitif, tokohnya adalah Piaget, Freud, Irving Siel, dan Kohlberg.
6. Model advance organizer, tokohnya adalah David Ausubel.
7. Model memory, tokohnya antara lain Harry Lorayne dan Jerry Lucas.
Dalam bagian ini, akan dibahas 3 model pembelajaran yang termasuk di dalam pendekatan pembelajaran pemerosesan informasi, yaitu
(1) model pembelajaran perolehan konsep,
(2) model pembelajaran berpikir induktif, dan
(3) model pembelajaran pelatihan inquiry.
2.4.1 Model Pembelajaran Perolehan Konsep (Concept Attainment Model)
Pendekatan pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan karya Jerome Brunner, Jacqueline Goodnow, dan George Austin Brunner. Goodnow dan Austin yakin bahwa lingkungan sekitar manusia beragam, dan sebagai manusia kita harus mampu membedakan, mengkategorikan, dan menanamkan semua itu. Kemampuan manusia dalam membedakan, mengelompokan dan menanamkan sesuatu inilah yang menyebabkan munculnya sebuah konsep.
Pendekatan pembelajaran perolehan konsep adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami suatu konsep tertentu. Pendekatan pembelajaran ini dapat diterapkan untuk semua umur, dari anak-anak sampai orang dewasa. Untuk taman kanak-kanak, pendekatan ini dapat digunakan untuk memperkenalkan konsep yang sederhana. Misalnya konsep binatang, tumbuhan, dan lain-lain.
a. Prosedur Pembelajaran
Suatu konsep diperoleh melalui tiga tahap. Pertama adalah tahap kategorisasi, yaitu upaya mengategorikan sesuatu yang sama atau tidak sesuai dengan konsep yang diperoleh. Kemudian masuk ke tahap selanjutnya (kedua), kategori yang tidak sesuai disingkirkan, dan kategori yang sesuai digabungkan sehingga membentuk suatu konsep (concept formation). Setelah itu, suatu konsep tertentu baru dapat disimpulkan (tahap ketiga). Tahap terakhir inilah yang dimaksud dengan perolehan konsep .Melalui mode ini, perolehan konsep didasarkan pada kondisi respektif siswa dan sifatnya lebih langsung. Artinya guru lebih banyak memimpin. Mode ini terdiri dari tiga tahapan mengajar. Pertama guru menyajikan data kepada siswa. Setiap data merupakan contoh dan bukan contoh yang terpisah. Data tersebut dapat berupa peristiwa, orang, obyek, cerita, dan lain-lain. Siswa diberitahu bahwa dalam daftar data yang disajikan terdapat beberapa data yang memiliki kesamaan. Mereka diminta untuk memberi nama konsep tersebut dan menjelaskan konsep mamalia di atas.
Tahap kedua, siswa menguji perolehan konsep mereka. Pertama dengan cara mengidentifikasi contoh tambahan lain yang mengacu pada konsep tersebut. Kedua dengan memunculkan contoh mereka sendiri. Selain itu guru mengkonfirmasi kebenaran dari dugaan siswanya terhadap konsep tersebut dan meminta mereka untuk merevisi konsep yang masih kurang tepat.
Tahap ketiga, mengajak siswa untuk menganalisis/mendiskusikan strategi sampai mereka dapat memperoleh konsep tersebut. Dalam keadaan sebenarnya pasti penelusuran konsep yang mereka lakukan berbeda-beda. Ada yang mulai dari umum, ada yang mulai dari khusus, dan lain-lain. Akan tetapi perbedaan strategi di antara siswa ini menjadi pelajaran bagi yang lainnya untuk memilih strategi mana yang paling tepat dalam memahami suatu konsep tertentu.
b. Aplikasi
Model pembelajaran ini sangat sesuai digunakan untuk pembelajaran yang menekankan pada perolehan suatu konsep baru atau untuk mengajar cara berpikir induktif kepada siswa. Model ini juga relevan diterapkan untuk semua umur dan semua tingkatan kelas. Bagi anak-anak, konsep dan contohnya harus lebih sederhana dibandingkan untuk anak tingkatan kelas yang lebih tinggi. Terakhir model ini juga dapat menjadi alat evaluasi yang efektif bagi guru untuk mengukur apakah ide atau konsep penting yang baru saja diajarkan telah dikuasai oleh siswa atau tidak.
2.4.2 Model Pembelajaran Berpikir Induktif
Model pembelajaran berpikir induktif merupakan karya besar Hilda Taba. Suatu strategi mengajar yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengolah informasi. Secara singkat model ini merupakan strategi mengajar untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Model dikembangkan atas dasar beberapa postulat sebagai berikut. Kemampuan berpikir dapat diajarkan ,Berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara individu dengan data, dan Proses berpikir merupakan suatu urutan tahapan yang beraturan (lawful).
a. Prosedur Pembelajaran
Postulat yang diajukan Taba di atas menyatakan bahwa keterampilan berpikir harus diajarkan dengan menggunakan strategi khusus. Menurutnya, berpikir induktif melibatkan tiga tahapan dan karenanya ia mengembangkan tiga strategi cara mengajarkan. Strategi pertama adalah pembentukan konsep (concept formation) sebagai strategi dasar, kedua interprestasi data (data interpretation), dan ketiga adalah penerapan prinsip (application of principles).
Strategi 1: Pembentukan Konsep
Tahap pertama dalam strategi pembentukan konsep ini terdiri dari tiga langkah, yaitu
(1) Mengidentifikasi data yang relevan dengan permasalahan
(2) Mengelompokkan data atas dasar kesamaan karakteristik, dan
(3) Membuat kategori serta memberi label pada kelompok-kelompok data yang memiliki kesamaan karakteristik.
Strategi 2: Interpretasi Data
Strategi kedua ini merupakan cara mengajarkan bagaimana menginterpretasi dan menyimpulkan data. Sama halnya dengan strategi pertama (pembentukan konsep), cara ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu.
Sebagai langkah pertama guru dapat mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa agar dapat mengidentifikasi aspek-aspek tertentu dari suatu data. Berikutnya guru meminta siswa untuk menjelaskan berbagai informasi yang diperolehnya dan menghitung antara yang satu dengan yang lainnya. Pertanyaan yang diajukan kali ini menekankan pada pertanyaan-pertanyaan yang menunjukkan sebab akibat. Langkah ketiga adalah membuat kesimpulan.
Strategi 3: Pembelajaran Prinsip
Strategi ketiga merupakan kelanjutan dari strategi pertama dan kedua. Setelah siswa dapat merumuskan suatu konsep, menginterpretasi, dan menyimpulkan data, selanjutnya mereka diharapkan dapat menerapkan suatu prinsip tertentu ke dalam situasi permasalahan yang berbeda. Atau siswa diharapkan dapat menerapkan suatu prinsip untuk menjelaskan suatu prinsip untuk menjelaskan suatu fenomena baru.
Langkah pertama yang harus diajukan guru adalah mengajukan suatu Permasalahan baru. Langkah berikutnya adalah meminta siswa untuk menjelaskan prediksi atau hipotesisnya. Langkah terakhir adalah meminta siswa untuk menjelaskan dasar teori/argumen yang memperkuat hipotesisnya. Pada bagian ini, siswa diminta untuk menggunakan logika dengan memanfaatkan data dan informasi pendukung yang cukup dan akurat.
b. Aplikasi
Model pembelajaran ini ditunjukan untuk membangun mental kognitif. Karenanya sangat sesuai untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Namun demikian, strategi ini sangat membutuhkan bayak informasi yang harus digali oleh siswa. Kelebihan lain dari model ini, selain sangat sesuai untuk social study, juga dapat digunakan untuk semua mata pelajaran, seperti sains, bahasa, dan lain-lain. Satu hal lagi yang tidak kalah penting, model ini juga secara tidak langsung dapat mengembangkan kemampuan berfikir kreatif.
2.4.3 Model Pembelajaran Inquiring Training
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama Suchman. Suchman mayakini bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu. Oleh karena itu, prosedur ilmiah dapat diajarkan secara langsung kepada mereka. Berikut ini adalah postulat yang dianjurkan oleh Suchman untuk mendukung teori yang mendasari model pembelajaran ini.
1. Secara alami manusia mepunyai kecenderungan untuk selalu mencari tahu akan segala sesuatu yang menarik perhatiannnya.
2. Mereka akan menyadari keingintahuan akan segala sesuatu tersebut dengan akan belajar untuk menganalisis strategi berpikirnya.
3. Strategi baru dapat diajarkan secara langsung dan ditambah/digabungkan dengan strategi lama yang telah dimiliki siswa.
4. Penelitian kooperatif (cooperative inquiry) dapat memperkaya kemampuan berpikir dan membantu siswa belajar tentang sesuatu ilmu yang senantiasa bersifat tentatif dan belajar menghargai penjelasan atau solusi alternatif.
Secara singkat, model ini bertujuan untuk melatih kemampuan siswa dalam meneliti, menjelaskan fenomena, dan memecahkan masalah secara ilmiah. Karena pada dasarnya secara intuitif setiap individu cenderung melakukan kegiatan ilmiah (mencari tahu/memecahkan masalah). Kemampuan tersebut dapat dilatih sehingga setiap individu kelak dapat melakukan kegiatan ilmiahnya secara sadar (tidak intuitif lagi) dan dengan prosedur yang benar.
Melalui model ini, Suchman juga ingin meyakinkan kepada siswa bahwa ilmu bersifat tentatif dan dinamis, karena ilmu berkembang terus-menerus. Sesuatu yang saat ini diyakini benar, kelah suatu saat belum tentu benar atau berubah. Di samping itu, siswa dilatih untuk dapat menghargai alternatif-alternatif lain yang mungkin berbeda dengan yang telah ada sebelumnya dan telah diyakini sebagai suatu kebenaran.
a. Prosedur Pembelajaran
Tujuan utama dari model ini adalah membuat siswa menjalani suatu proses tentang bagaimana pengetahuan diciptakan. Untuk mencapai tujuan ini, siswa dihadapkan pada suatu (masalah) yang misterius, belum diketahui, tetapi menarik. Namun, perlu diingat bahwa masalah tersebut harus didasarkan pada suatu gagasan yang memang dapat ditemukan (discoverable ideas), bukan mengada-ada.
Tedapat lima langkah prosedur mengerjakkan inquiry training.tahap pertama adalah siswa dihadapkan pada suatu situasi yang membingungkan (teka-teki). Takap kedua dan ketiga adalah pengumpulan data untuk vefikasi dan experimentasi. Tahap keempat adalah tahap merumuskan penjelasan atas peristiwa yang telah dialami siswa. Langkah terakhir (tahap kelima) adalah menganalisis proses penelitian yang telah mereka lakukan.
b. Aplikasi
Awalnya model pembelajaran ini digunakan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan alam, namun selanjutnya dapat digunakan sebagai suatu situasi masalah yang dapat dilontarkan oleh guru untuk melatih siswa cara berpikir ilimiah. Kunci utamanya terletak pada upaya memformulasikan suatu masalah yang menarik, misterius, dan menantang bagi siswa agar mampu berpikir ilmiah, seperti: (1) ketrampilan melakukan pengamatan, pengumpulan, dan pengorganisasian data termasuk merumuskan dan menguji hipotesis serta menjelaskan fenomena, (2) kemandirian belajar, (3) ketrampilan mengekpresikan secara verbal, (4) kemampuan berpikir logis, dan (5) kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentative.
1. Model pembelajaran perolehan konsep adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami suatu konsep tertentu.
2. Prosedur pembelajaran perolehan konsep meliputi tiga tahap, yaitu (1) penyajian data dan identifikasi konsep, (2) pengujian perolehan konsep, dan (3) analisis strategi berpikir.
3. Model pembelajaran perolehan konsep sangat sesuai diaplikasikan untuk pembelajaran yang menekankan perolehan suatu konsep baru atau untuk mengejar cara berpikir induktif.
4. Model pembelajaran berpikir induktif merupakan suatu strategi mengajar yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengolah informasi atau strategi mengajar untuk mengembangkan ketrampilan berpikir siswa.
5. Prosedur pembelaran berpikir induktif terdiri atas tiga strategi, dimana setiap strategi terdiri atas beberapa tahapan sebagai berikut.
Strategi 1 : Pembentukan konsep, meliputi langkah-langkah :
a) Membuat daftar konsep;
b) Pengelompokan konsep berdasarkan karakteristik yang sama;
c) Pemberian label atau kategorisasi.
Strategi 2: interpretasi data, meliputi lngkah-langkah :
a) Mengidentifikasi dimensi-dimensi dan hubungan-hubungannya;
b) Menjelaskan dimensi-dimensi dan hubungan-hubungannya;
c) Membuat kesimpulan
Strategi 3 : penerapan prinsip, meliputi langkah-langkah :
a) Membuat hipotesis, memprediksi konsekuensi;
b) Menjelaskan teori yang mendukung hipotesis atau prediksi;
c) Menguji hipotesis/prediksi.

6. Model pembelajaran berpikir induktif bertujuan untuk membangun mental kognitif. Oleh karena itu, model ini untuk mengembangkan kemampuan berpikir.
7. Model pembelajaran inquiry training bertujuan untuk melatih kemampuan siswa dalam meneliti, menjelaskan fenomena, dan memecahkan masalah secara ilmiah.
8. Prosedur pembelajaran inquiry training terdiri dari lima tahapan, yaitu:
Tahap 1 : melontarkan permasalahan;
Tahap 2 ; mengumpulkan data dan verifikasi;
Tahap 3 ; mengumpulkan data dan eksperimentasi;
Tahap 4 : merumuskan penjelasan;
Tahap 5 : menganalisis proses inquiry (penelitian)
9. Model pembelajaran inquiry training sangatlah penting untuk mengmbangkan nilai dan sikap dalam cara berpikir ilmiah, seperti: (1) ketrampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian data, termasuk merumuskan data menguji hipoteis serta menjelaskan fenomena, (2) kemandirian belajar, (3) ketrampilan mengekspresikan secara verbal, (5) kemampuan berpikir logis, dan (6) kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentative.
2.5 PENDEKATAN PEMBELAJARAN INDIVIDU
Berbeda dengan pendekatan pembelajaran pemrosesan informasi, pendekatan pembelajaran individu berorintasi pada individu dan pengembangan diri. Pendekatan ini memfokuskan pada proses di mana individu membangun dan mengorganisasikan dirinya secara realitas bersifat unik. Secara singkat model ini menekankan pada pengembangan pribadi, yaitu upaya membantu siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya dan membantu mereka untuk dapat memandang dirinya sebagai pribadi yang mampu/berguna.
Ada beberapa model pembelajaran yang termasuk pendekatan ini, diantaranya adalah pengajaran tidak langsung, pelatihan kesadaran, sinektik, sistem konseptual, dan pertemuan kelas. Dalam pembahasan ini hanya tiga mode yang akan diperkenalkan, yaitu (1) model pembelajaran pengajaran tidak langsung nondirective teching), (2) model pembelajaran pelatihan kesadaran (awareness training), dan (3) model pembelajaran pertemuan kelas (claasroom meeting).
2.5.1 Model pembelajaran Tidak Langsung (Non-Directive Teaching)
Sebelum perlu disampaikan bahwa yang dimaksud dengan nondirective adalah tanpa menggurui. Model pengajaran nondirective merupakan hasil karya Carl Roger dan tokoh lain pengembang konseling nondirerategi rategictive . roger mengaplikasikan stategi konseling ini untuk pembelajaran. Ia meyakini bahwa hubungan manusia yang positif dapat membantu individu berkembang. Oleh karena itu, pengajaran harus didasarkan atas hubungan yang positif, bukan semata-mata didasarkan atas penguasaan materi ajar belaka.
Model pengajaran tidak langsung (non-directive teaching) menekankan pada upaya memfasilitasi belajar. Tujuan utamanya adalah membantu siswa mencapai integrasi pribadi, efektivitas pribadi, dan penghargaan terhadap dirinya secara realistis.
Peran guru model pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator. Oleh karena itu, guru hendaknya mempunyai hubungan pribadi yang positif dengan siswanya, yaitu sebagai pembimbing bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam menjalankan peranannya ini, guru membantu siswa menggali ide dengan orang lain.
a. Prosedur Pembelajaran
Teknik utama dalam mengaplikasian model pembelajaran tidak langsung adalah apa yang diistilahkan oleh Roger sebagai non-directive Interview atau wawancara tanpa menggurui, yaitu wawancara tatap muka antara guru dan siswa. Selama wawancara, guru berperan sebagai kolaborator dalam proses penggalian jati diri dan pemecahan masalah siswa. Inilah yang dimaksud dengan tanpa menggurui (non-directive).
Guru menggunakan teknik wawancara ini untuk membimbing siswa dalam penyelesaian karyanya dengan membimbing siswa dalam mencari topik-topik pelajaran tertentu yang menarik baginya. Secara singkat model pemnbelajaran ini dapat membantu siswa memperkuat persepsi terhadap dirinya dan mengevaluasi kemajuan dan perkembangan dirinya. Kunci utama keberhasilan dalam menerapkan model ini adalah kemitraan antara guru dan siswa.
Menurut Rogers, iklim wawancara yang dilakukan oleh guru harus memenuhi empat syarat, yaitu (1) guru harus menunjukan kehangatan dan tanggap atas masalah yang dihadapi siswa serta mempelakukannnya sebagaimana layaknya manusia, (2) guru harus mampu membuat siswa mengekpresikan perasaannya tanpa tekanan dengan cara tidak memberikan penilaian (mencapai salah atau buruk), (3) siswa harus bebas mengekspresian secara simbolis perasaannya, dan (4) proses konseling (wawancara) harus bebas dari tekanan.
Secara umum, sebagaimana halnya model pembelajaran lain, model pembelajaran ini juga memiliki tahapan. Rogers mengelompokkan ke dalam lima tahap.
Tahap Pertama, membantu siswa menemukan inti permasalahan yang dihadapinya. Tahap kedua, guru mendorong (memancing) siswa agar dapat mengekpresikan perasaanya, baik positif maupun negatif. Tahap Ketiga, siswa secara bertahap mengembangkan pemahaman (kesadaran) akan dirinya.Tahap keempat, siswa melaporkan tindakan (berupa alternatif-alternatif pemecahan masalah yang telah diambilnya pada tahap ketiga diatas).
b. Aplikasi
Model pembelajaran pengajaran tidak langsung (tanpa menggurui) bisa digunakan untuk berbagai situasi masalah, baik masalah pribadi, sosial, dan akademik. Dalam masalah pribadi siswa menggali perasaan tentang dirinya. Dalam masalah sosial, ia menggali perasaan tentang hubungannya dengan orang lain. Dalam masalah akademik, ia menggali peranan tentang kompetisi dan minatnya.
Dari semua kasus diatas, esensi atau urutan wawancara harus bersifat personal, bukan eksternal. Artinya, harus datang dari perasaan, pengalaman, pemahaman dan solusi yang dipilihnya sendiri. Inilah inti dari istilah tidak menggurui (non-directive) yang dimaksud oleh rogers.
2.5.2 Model pembelajaran Tidak Langsung (Non-Directive Teaching)
Model pembelajaran pelatihan kesadaran merupakan suatu model pembelajaran yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran manusia. Model ini dikembangkan oleh Milliam Schutz. Ia menekankan pentingnya pelatihan interpersonal sebagai sarana peningkatan kesadaran pribadi (pemahaman individu). Karena ia percaya bahwa ada empat tipe perkembangan yang dibutuhkan untuk merealisasikan potensi individu secara utuh, yaitu (1) fungsi tubuh; (2) fungsi personal, termasuk didalamnya akusisi pengetahuan dan pengalaman, kemampuan berfikir logis, kreatif, dan integrasi intelektual; (3) perkembangan interpersonal; (4) hubungan institusi-institusi sosial, organisasi sosial, dan budaya masyarakat. Oleh karena itulah, Schutz ingin mengembangkan model pembelajaran untuk memenuhi salah satu dari keempat tipe perkembangan tersebut, yaitu perkembangan interpersonal. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman diri dan kesadaran akan perilaku diri sendiri dan perilaku orang lain sehingga dapat membantu siswa mengembangkan perkembangan pribadi dan sosialnya.
a. Prosedur Pembelajaran
Kunci utama prosedur pembelajaran model ini didasarkan atas teori encounter. Teori ini menjelaskan metode untuk meningkatkan kesadaran hubungan antara manusia yang didasarkan atas keterbukaan, kejujuran, kesadaran diri, tanggung jawab, perhatian terhadap diri sendiri atau orang lain, dan orientasi pada kondisi saat ini.
Model pembelajaran ini terdiri atas dua tahapan. Pertama adalah penyampaian dan penyelesaian tugas. Tahapan kedua adalah diskusi atau analisis tahap pertama. Jadi, intinya siswa diminta melakukan sesuatu (berkaitan dengan teori encounter tadi), setelah itu mendiskusikan (refleksi bersama) atas apa yang telah terjadi.
b. Aplikasi
Sampai saat ini, masih sangat sedikit sekolah atau guru yang menerapkan model ini. Permainan senderhana dapat dilakukan untuk keperluan ini. Model ini juga dapat dilakukan sebagai selingan yang tidak memakan waktu terlalu banyak. Dalam pelaksanaan diskusi, keterbukaaan dan kejujuran menjadi sangat penting. Hasil penelitian menunjukan bahwa model ini dapat meningkatkan perkembangan emosi.
2.5.3 Model Pembelajaran Pertemuan Kelas
Model ini diciptakan berdasarkan terapi realitas yang dipelopori oleh William Glasser. Tetapi realitas merupakan landasan teori kepribadian yang digunakan untuk terapi tradisional dan dapat diaplikasikan untuk pengajaran. Glasser pecaya bahwa permasalahan manusia kebanyakan disebabkan oleh kegagalan mengfungsikan diri dalam lingkungan sosialnya (kegagalan fungsi sosial). Ia percaya bahwa manusia mempunyai dua kebutuhan dasar, yaitu cinta dan harga diri. Keduanya terjadi dalam hubungan antara satu individu dengan individu lain dalam suatu lingkungan sosial. Individu mempunyai masalah Karena gagal memenuhi kebutuhan dasar, yaitu keterikatan (cinta) dan kehormatan (harga diri).Intinya, manusia harus memiliki kemamuan untuk berhubungan dengan orang lain agar mencintai dan dicintai, dihargai dan saling menghargai.
Kemampuan ini tidak dapat dilakukan melalui terapi individu seperti yang ditawarkan oleh para ahli jiwa (psikiater), tetapi melalui konteks kelompok sosial, seperti lingkungan kelas atau sekolah. Oleh karena itu, Glasser mengaplikasikannya untuk pembelajaran di kelas. Jadi, model pertemuan (diskusi kelas) adalah model pembelajaran yang ditujukan untuk membangun suatu kelompok sosial yang saling menyayangi, saling menghargai, mempunyai disiplin diri, dan komitmen untuk berprilaku positif.
a. Prosedur Pembelajaran
Model pertemuan (diskusi kelas) terdiri atas enam tahap, yaitu (1) menciptakan iklim (suasana) yang kondusif, (2) menyampaikan permasalahan diskusi, (3) membuat penilaian pribadi, (4) mengedntifikasikan alternatif tindakan solusi, (5) membuat komitmen, dan (6) merencankan tindak lanjut tindakan.
Langkah pertama, merupakan prasyarat pertemuan kelas. Bahkan hanya sekedar melakukan pertemuan atau diskusi baru, tetapi lebih jauh membangun suatu kualitas hubungan yang kondusif, hangat, personal,dan terbuka sehingga perasaaan dan pendapat dari semua orang akan dihargai, diterima tanpa ada tekanan, rasa takut penghakiman atau penilaian. Setiap orang berbicara atas namanya sendiri dan semua orang hendaknya didorong untuk berpartisipasi.
Langkah kedua, penyampaian masalah yang akan dibahas (didiskusikan) dapat datang dari siswa atau guru. Guru hendaknya menghindari adanya siswa yang dijadikan sampel atau contoh. Permasalahan yang diajukan hendaknya yang berkaitan dengan prilaku yang hendak diperbaiki. Sebagai contoh, permasalahan yang diajukan adalah perilaku bohong/ ngibul, sebagai mana sering terjadi/ dilakukan oleh siswa. Dalam penyampaian masalah ini, guru tidak harus menyebut nama-nama siswa yang suka berperilaku ngibul. Setelah permasalahan disampaikan, (langkah ke tiga) dua hal yang harus dilakukan siswa, yaitu (1) mengidentifikasikan konsekuensi jika permasalahan tersebut teru dilakukan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain, dan (2) menjelaskan norma-norma sosial (sebagai rujukan) yang mengatur hal tersebut.
Tujuan langkah ketiga adalah agar semua siswa membuat penilaian secara pribadi terhadap permasalahan yang diajukan. Untuk kebutuhan ini, mereka perlu memberikan penjelasan mengapa permasalahan tersebut relevan atau tidak menurut nilai atau norma sosial yang berlaku.
Dalam tahap keempat, siswa secara lebih dalam mengidintifikasi alternatif-altenatif tindakan solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini dilanjutkan dengan langkah kelima, di mana siswa membuat komitmen bersama untuk mencari alternatif tindakan yang telah dibuat pada langkah sebelumnya.
Tahap terakhir, guru meminta siswa untuk menjelaskan atau melaporkan efektivitas dari alternatif-alternatif tindakan yang dilakukan. Selanjutnya memberikan saran tindakan selanjutnya.
b. Aplikasi
Model pertemuan kelas kali ini dapat dilakukan maksimal tiga kali dalam sehari. Akan tetapi, biasanya sekali sehari cukup tergantung permaasalahan yang dihadapi. Umumnya, pertemuan kelas berlangsung dimana siswa dan guru duduk melingkar dan saling berdekat satu sama lain.
Pada pertemuan pagi hari, sebelum pembelajaran kelas dimulai, pertemuan kelas dapat membahas peristiwa-peristiwa yang terjadi kemarin. Atau mungkin merefleksikan kejadian yang terjadi diluar kelas. Siswa dilatih mengkritisi permasalahan, memberikan penilaian pribadi berdasarkan nilai atau norma sosial yang berlaku dan telah dikenalnya serta memberikan ide solusi pemecahannya.
Jika permasalahan yang dibahas berkaitan dengan perilaku siswa di dalam kelas, setelah komitmen dibuat harus dilaksanakan dengan serius. Guru harus benar-benar memonitor hal ini. Jika tidak, hasil pertemuan kelas tidak akan bermakna. Khawatir dianggap hanya main-main belaka.
Model ini dapat diaplikasikan untuk semua jenis fungsionalisasi, baik sosial maupun akademik, dan terutama diaplikasikan untuk mengembangkan fungsi personal. Dengan demikian, dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi lebih bertanggung jawab, punya integrasi, disiplin, dan dapat mengarahkan dan memonitor kemajuannya sendiri.













BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Strategi pembelajaran adalah cara- cara yang akan digunakan oleh pengajar untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran.
2. Dick dan Carey (1978) menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen strategi pembelajaran, yaitu (1) kegiatan pembelajaran pendahuluan, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi peserta didik, (4) tes, dan (5) kegiatan lanjutan.
3. Pemilihan strategi pembelajaan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran harus berorientasi pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
4. Ada beberapa model yang termasuk ke dalam pendekatan pemrosesan informasi, diantaranya sebagai berikut.Model perolehan konsep, tokohnya adalah Brunner.Model berfikir induktif, tokohnya adalah Hilda Taba.Model inquiry, tokohnya adalah Richard Suchman.Model Scientifiec inquiry, tokohnya adalah Joseph J. Schwab.Model penumbuhan kognitif, tokohnya adalah Piaget, Freud, Irving Siel, dan Kohlberg.Model advance organizer, tokohnya adalah David Ausubel.Model memory, tokohnya antara lain Harry Lorayne dan Jerry Lucas.
5. pendekatan pembelajaran individu berorintasi pada individu dan pengembangan diri.

3.2 Saran
Setiap guru hendaknya memilih strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Dengan penyesuaian tersebut maka proses pembelajaran menjadi lebih efektif.







DAFTAR PUSTAKA


Doyin, Mukh, Warigan. 2010. Bahasa lndonesia Pengantar Penulisan Karya Ilmiah. Semarang:Unnes Press.

1 komentar:

thank yaws